Setiap kita menerima undangan pernikahan sering kita temukan kalimat semoga menjadi keluarga yang sakinah, lalu ketika menyaksikan ijab qobul juga mendengar kata sakinah. Ketika bertemu dengan pengantin baru atau ketika menghadiri acara resepsi maka ucapan yang paling indah adalah semoga menjadi keluarga sakinah dalam acara walimatul nikah juga terdengar orang mengucapkan kata sakinah.
6/18/2020
6/15/2020
Pandemi Covid-19, Shalatnya Jadi Aneh
✔
untajiaffan
Juni 15, 2020
Judul tulisan ini mungkin dianggap aneh, “Pandemi Covid-19 Shalatnya Jadi Aneh”. Mengapa aneh, siapa yang mengatakan shalatnya aneh, siapa yang dikatakan aneh, sejak kapan shalat menjadi aneh? Itulah setumpuk pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab secara bersamaan. Dijawab satu persatu saja kadang semakin aneh, tapi sudahlah kita acuhkan saja pertanyaan-pertanyaan ini, walaupun begitu akan diklarifikasi, siapa yang mengatakan bahwa shalatnya aneh. Ketika pemerintah telah menetapkan new norma life, tempat ibadah dibuka dan jamaah pun terobati kerinduannya untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Pada kesempatan itu ada anak kecil, yang sudah terbiasa sebelum ada ada pandemi virus corona melaksanakan shalat berjamaah di masjid, kadang bersama orang tuanya, kadang bersama kakaknya atau kadang bersama dengan teman-temannya.
Kebetulan waktu itu ada seorang anak kecil yang ikut shalat berjamaah bersama dengan ayahnya, ketika masuk masjid dan menyaksikan orang-orang yang sedang melaksanakan shalat, dia bilang pada ayahnya, “abi, sekarang shalatnya aneh”. Mendengar pertanyaan anaknya, ayahnya lalu menempelkan telunjuk tangan di depan mulutnya, menandakan bahwa anaknya disuruh diam, agar tidak mengganggu orang yang sedang melaksanakan shalat. Anakpun lalu diam dan ikut melaksanakan shalat.
Apa yang terbersit di hati anak itu? Beberapa pertanyaan bahwa orang-orang tidak seperti biasanya ketika melaksanakan shalat, jaraknya berjauhan padahal dahulunya rapat, bahkan ketika dirinya shalat seperti terjepit diantara barisan orang-orang dewasa. Selanjutnya pada lantai masjid terdapat tanda silang yang harus dijauhi, diantara jamaah tidak ada yang yang berjabat tangan, biasanya ketika bertemu berjabat tangan, dan ketika selesai melaksanakan shalat juga berjabat tangan. Sebenarnya keanehan itu bukan hanya ketika melakasanakan shalat tetapi sejak merambahnya pandemi virus corona perilaku manusia menjadi aneh, tiap hari harus memakai masker atau cadar, saling menjauh, tidak berjabat tangan, bahkan pada mukanya diberi pelindung dari plastik mika.
Wajar saja bila anak kecil bertanya-tanya, maka orangtua dalam memberi jawaban harus singkat, bahwa shalatnya tidak aneh tapi karena sedang ada wabah virus Corona maka agar menjaga jarak, karena bila berdekatan akan tertular orang yang kena virus corona. Jadi sejak pemerintah mengeluarkan surat edaran tentang panduan ibadah, shalat jamaah agar dilakasanakan di rumah masing-masing, shalat Jum’at diganti dengan shalat Zuhur.
Kerinduan yang terobati.
Hampir dua bulan umat Islam tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid sejak 17 April 2020 hingga tanggal 29 Mei 2020, pemerintah melalui Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 15 tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman covid di masa pandemi.
Dalam panduan itu mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah, berdasarkan situasi real terhadap pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut. Bukan hanya berdasarkan status yang berlaku di daerah, meskipun daerah berstatus zona kuning namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penyebaran Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/ kolektif. Ketentuan selengkapnya sebagai berikut:
- Rumah ibadah yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/ kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka R-Naught/ RO dan angka efektive reproduction Number/ Rt, berada di kawasan lingkungan yang aman dari covid-19, hal ini ditunjukkan dengan surat keterangan rumah ibadah aman dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama majelis-majelis agama dan instansi terkait di daerah masing-masing. Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangan timbul kasus penularan di rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan.
- Pengurus rumah ibadah mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan/ lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19 secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/ Kabupaten/ Kota/ Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.
- Rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jamaah atau penggunaannya dari luar kawasan/ lingkungan, dapat mengajukan surat keterangan aman Covid-19 langsung kepada Pimpinan Daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut.
- Kewajiban pengurus dan penanggung jawab rumah ibadah:
- a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah.
- b. Melakukan pembersihan dan desinfektan secara berkala di area rumah ibadah.
- c. Membatasi jumlah pintu/ jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan.
- d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/ sabun/ hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah.
- e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu 37,5% derajat celcius (dua kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit tidak diperkenankan masuk area rumah ibadah
- f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/ kursi minimal jarak 1 meter.
- g. Melakukan pengaturan jumlah jamaah/ pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan untuk memudahkan pembatasan jarak.
- h. Mempersingkat waktu pelaksanaan shalat ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempatan ibadah.
- i. Memasang himbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat.
- j. Membuat surat pernyataan kesiapan penerapan protokol kegiatan yang telah ditentukan.
- k. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jamaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah rumah ibadah.
5. Kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah:
- a. Jamaah dalam kondisi sehat.
- b. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki surat keterangan Covid-19 dari yang berwenang.
- c. Menggunakan masker/ masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah.
- d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer.
- e. Menghindari kontak fisik seperti bersalaman atau perlukan.
- f. Menjaga jarak anatar jamaah minimal 1 meter.
- g. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib.
- h. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang yang sakit bawaan yang beresiko tinggi terhadap Covid-19.
- i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan kegiatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.
6. Penerapan fungsi sosial rumah ibadah meliputi kegiatan pertemuan masyarakat di rumah ibadah (misalnya: akad/ perkawinan), tetap mengacu pada ketentuan di atas dengan tambahan perubahan keterangan sebagai berikut:
- a. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif Covid-19.
- b. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20% dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang.
- c. Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.
Jadi dalam kondisi pandemi virus corona yang melanda dunia, semua kegiatan terasa aneh, dengan keanehan itu akan terus dikondisikan. Semua orang ingin lepas dari keanehan tetapi harus menjalani keanehan. Karena keanehan itu sebagai prasarat untuk memutus mata rantai virus corona. Tidak ada yang bisa memastikan sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Vaksin belum ditemukan, para ilmuan terus berjuang untuk menemukan ramuan yang dapat menghilangkan atau melemahkan virus. Disaat masa transisi para ilmuan hanya bisa memberikan upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Karena itu segala upaya dilakukan, kita berusaha dan berikhtiar dengan mematuhi himbauan dengan selalu bermunajat kepada Allah SWT agar pandemi ini segera berakhir. Semoga new normal akan benar-benar menjadi kondisi yang normal agar semua aktifitas manusia dapat bekerja dan berjalan seperti sedia kala. Saling membantu, saling mengingatkan, persatuan menjadi azas kemenangan.
6/12/2020
Jaga Jarak, Putus Penyebaran Covid- 19 Khutbah Bahasa Indonesia
✔
untajiaffan
Juni 12, 2020
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا مِنْ دِيْنِنَا مَافِيْهِ عِبْرَةً لِاُولِي الْاَلْبَابِ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jemaah Jum’ah Rahimakumullah.Sejak tanggal 17 April 2020 virus corona sungguh sudah membatasi aktifitas ibadah bagi umat Islam, khususnya ibadah yang diselenggarakan dengan mengumpulkan orang banyak. Dimana sejak pemerintah menyatakan bahwa Indonesia dinyatakan dalam kondisi darurat corona. Secara berkala pemerintah melakukan antisipasi pencegahkan penyebaran virus corona, berdasarkan Surat Edaran nomor SE 1 tahun 2020 menghimbau untuk melakukan pembersihan masjid dan penyemprotan dengan disinvectan serta menggulung dan menyingkirkan karpet.
Namun karena virus corona terus berkembang maka pemerintah mengeluarkan Surat Edaran nomor 6 tahun 2020 tentang panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H, bahwa ibadah shalat lima waktu untuk disenggarakan dirumah, shalat Jum’at diganti dengan shalat dhuhur, shalat tarowih untuk diselenggarakan dirumah, tadarus Alquran, shalat Idul Fitri di rumah dan tidak menyelenggarakan shilaturrahmi.
Virus corona yang mematikan sendi-sendi kehidupan, ekonomi, sosial budaya mengalami kevakuman, dengan menunggu berakhirnya pandemic Covid-19 yang tidak menentu, maka Presiden RI tangal 15 Mei 2020 memberikan arahan tentang prosedur standar tatanan baru (new normal).
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Agama, mengeluarkan Surat Edaran nomor 15 tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan keagamaan di rumah ibadah dalam rangka mewujudkan masyarakat produktif dan aman covid di masa pandemi. Surat tersebut terbit atas respon kerinduannya umat untuk melaksanakan ibadah shalat secara berjama’ah, maka sejak tanggal 29 Mei 2020, masjid langgar, mushola dan tempat ibadah lainnya yang dinyatakan dibuka. Atas dibukanya tempat ibadah dengan syarat menunjukan surat keterangan aman dari gugus tugas provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, bahwa wilayah tersebut aman dari pandemi virus corona.
Dengan dibukanya dan diberikannya kesempatan umat Islam untuk menegakkan shalat berjamaah dan shalat Juma’at, diharapkan semua umat Islam untuk mematuhi protocol kesehatan, jaga jarak, cuci tangan, menggunaan masker dan memastikan setiap orang dalam kondisi sehat, tidak batuk, pilek, demam dan panas.
Jemaah Jum’ah Rahimakumullah.
Jaga jarak secara jasmani adalah tidak berhimpitan namun antar sesama jamaah hendaknya memberikan kelonggaran, menurut protokol kesehatan, sesama jama’ah berjarak antara 1-2 meter. Sehingga umat Islampun hendaknya mematuhi hal yang demikian. Secara rohani bahwa menjaga jarak adalah menjaga jarak dari sifat-sifat yang tidak baik:
1. Jaga jarak dari sifat angkuh dan sombong karena sifat ini akan menjauhkan dari surga.
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرِيَاءَ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang mana dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan." (HR. Muslim).2. Jaga jarak dari permusuhan dan memutus shilaturrahmi:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
"Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturrahmi." (HR. Buchari Muslim)Karena itu dalam kondisi pandemi, tidak dianjurkan untuk bersalaman dan saling mengunjungi, namun hendaknya saling memahami karena suatu kondisi, untuk mewujudkan kemaslahatan mencegah kerusakan.
3. Beribadah kepada Allah hendaknya dilandasai dengan sifat ikhlas dan sabar, jaga jarak dari sifat riya’, yaitu ibadah yang bertujuan untuk mencari ridha Allah, namun kemudian bertujuan untuk kepentingan dunia atau kepentingan kemanusiaan. Riya’ akan menjauhkan dari surga, karena itu jagalah jarak dari perilaku riya’.
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda: "Riya’. (HR. Ahmad)4. Jagalah jarak dari perilaku jahad, karena kejahatan akan menjauhkan dari surga.
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
"Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta." (HR. Buchari Muslim)Dengan senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah, memohon agar pandemi virus corona segera berlalu. Berjanjilah jika virus corona berlalu akan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah, serta memperbanyak amal shalih. Allah telah berjanji di dalam Alquran, bahwa Allah akan mengabulkan doa hamba-hambanya jika hambanya mau memohon. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah: 186)
وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين
6/09/2020
Maido Wong Lara Dadi Cilaka, Pitutur Basa Jawa
✔
untajiaffan
Juni 09, 2020
Sawijining dina ana salah sawijine pawongan kang lagi lara untu, wong iku saben dina anane mung glirih lan kreangan wae. Sahingga akih wong kang pada takon, kae kenangapa kok glirih wae, nalika wong iku lagi glirih, ana maning kang takon kae kenangapa kok kreangan wae. Banjur keluargane njawab, kae, untune agek lara.
Sak wuse nggenahake suara wong kang glirih lan kreangan iku merga untune lara, banjur ana pawongan kang maido “ untu kok lara, untu kui rak balung lan balung kuwi atos kaya watu, ora mungkin bisa lara”. Lara untu kui pancen ora kaya lara-lara liyane, senajan lara, ora ana wong kang tilik. Beda karo wong lara weteng, sirah, lara merga tiba, wong wadon kang babaran lan liyane akih wong kang padha tilik. Nanging lamun lara untu senajan pol larane ora ana wong kang tilik. Padahal lara untu kuwi pol larane, kanggo mangan ora enak, ngumbe ya ora enak, gawe turu ya ora bisa merem. Gawe ngapa wae ora kepenak, malah dadi sarwa salah kabeh.
Mila mengkana wong maido marang wong kang lagi lara untu kuwi, sajatine durung ngrasake lara untu. Maido iku mergane nduwèni pemikiran lamun untu kuwi balung, lan balung iku atos kaya watu, sahingga ora mungkin bisa lara. Mengkana iku mergane pangertiane manungsa iku igin sethithik lan ora tau sinau. Merga kang sak nyatane ning jero untu iku ana urat urat syarafe, getihe, lan sak njerone untu kuwi ana barang kang amoh sahingga gampang kena kruma.
Untu kuwi senajan atos ya bisa rusak, rusaking untu iku merga ora tau dijaga, ora tau disikati, sahingga nalika ana panganan utawa wedang legi kraket nang untu lan ora diresiki, suwe-suwe dadekake untu kui dadi kuning. Sak wuse kuning suwe-suwe malih dadi ireng, banjur dadi kerak, yaiku kotoran kang kraket ning untu, disikati ora bisa ilang, isane ilang kudu digrenda, nganggo alat-alat seka dokter untu. Kerak iku dadi panggonane kruma kang terus ngunjek nang untu sahingga utune dadi krowok, la seka krowokan kuwi terus kelebon panganan banjur untune dadi bosok. Suwe-suwe untune entek mung gari tunggake wae. Wujud untu wis ora putih, nanging wujude dadi ireng, banjur krumane ngunjek mlebu nang untu tekan oyote untu mula banjur dadi lara.
Ing jaman sak mono kui wong kang maido marang wong kang lara untu, amarga wong kuwi untune ora tau dijaga, ora tau diresiki, lan ora tau sikatan sahingga untune dadi lara uga. Banjur agek wae ngrasakake lan ngerti, lamun untu kuwi balung lan atos kaya watu ya tetep wae bisa lara. Sahingga gentian maune maido wong lara untu saiki ngrasake dhewe. Saben dina glirih lan kreangan wae, kanggo mangan, ngumbe ora kepenak, apa maning nak krungu wong pada cerita apa guyonan dadi mangkel. Muga-muga wae wong kang maido marang pawongan kang nembe lara untu, dingapura dosane dening Gusti Allah. Dheweke maida amarga durung ngerti.
Sebabe maido
Maido iku salah sawijining pakerti kang ora bagus, wong maido kuwi merga ngerteni kahanan kang ora sak mestine, bisa uga ngerteni tumindake wong liya kang dadekake cilaka, banjur maido utawa nyalahake. Wong kang di salahake ora kumudu wong kuwi tumindake salah, ananging bisa uga wus ngerti ana wong tumindak bagus nanging ijih disalahake. Mila agama Islam paring pitutur lamun kita diprintahake “watawa shoubil haqqi watawa shoubish-shobri“ lan pada wasiat winasitan ing penggawe bagus lan sabar (QS. Al Ashr: 3), lan uga “wata’awanu ‘alal biiri wattaqqwa wala ta’awnu ‘alal itsmi wal ‘udwan” sami tulung- tinulung ing perkara kang bagus lan taqwa lan aja tulung tilunung ing perkara dosa lan memungsuhan”. (QS. Al Maidah: 2)
Agama uwis aweh pitutur kang bagus, sapa wonge nindakake pitutur yekti bakal dadi wong kang beja wiwit dunya tekan sisuk ing alam akhirat. lan sapa wonge ninggal pitutur kang bagus lan malah nglakoni larangane Gusti Allah mesthi bakal dadi wong kang cilaka. Lamun ora nemoni cilaka ing dunya mesthi bakal nampa siksa ing dina Qiyamat , sesuk bakal dilebokake ing neraka. Mula agama iku pitutur, nanging gari gelem apa ora ngaloni pitutur. Kabeh mau gumantung marang awake dhewe.
Maido kuwi penggawe kansemanag gampang, nanging durung mesthi bisa nglakoni gawe wong-wong kang seneng maido iku. Semana uga nyalahake marang wong liya iku uga gawean kang gampang. Nanging maido lan nyalahake iku sajatine penggawe kang ora bagus. Mula suoayane dadi wong kang bagus, sak durunge maido utawa nyalahake marang wong liya dipikir-pikir dingin, kira-kira nak tumeka ing awake kira-kira trima apa ora nak disalahake utawa dipaido. Keprige rasane wong dipaido, keprige rasane wong disalahake. Nek bisa mikir kaya mengkana iku tegese wus dadi wong kang ngati-ati ing dalem ucapan lan penggawean. Insya-Allah bakal dadi wong kang beja ing dalem dunya lan akhirat.
6/06/2020
Wit Gedang awoh Pakel, Bicara itu Mudah
✔
untajiaffan
Juni 06, 2020
Ada suatu peribahasa Jawa wit gedang awoh pakel omong gampang nglakoni angel, peribahasa Jawa kadangkala menunjukkan suatu makna tinggi, tidak mungkin terjadi, tetapi ada dalam kenyataan. Dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak orang yang melakukan rekayasa genetika, untuk meningkatkan hasil produksi, pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya di samping rekayasa genetika, ada suatu upaya pengembangan teknologi dengan melakukan penyambungan atau stek. Khususnya tanaman yang mempunyai batang, bisa dilakukan dengan penyambungan atau stek. Era sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Kalau zaman dahulu orang menanam rambutan, duku, kelapa, nangka, petai, jengkol tidak akan merasakan buahnya. Karena umur tanaman yang sangat lama, seorang ayah menanam yang akan merasakan buahnya kalau bukan anaknya ya cucunya. Karena pada zaman dahulu penanaman dilakukan dengan bijinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menemukan rekayasa genetika, dengan penyerbukan silang dari satu bunga ke bunga yang lain sehingga menghasilkan turunan yang berbeda dari induknya. Rekayasa genetika dikembangkan dengan melakukan upaya stek atau dengan penyambungan suatu tanaman dengan tanaman yang lainnya. Hal ini bisa terjadi kalau berasal dari tanaman yang berbatang dengan batang yang lain. Tetapi kalau tanaman yang bukan batang maka hal ini tidak akan bisa terjadi. Seperti dalam peribahasa Jawa mengatakan wit gedang awoh pakel, tanaman pisang berbuah pakel adalah tidak mungkin. Peribahasa Jawa itu mengandung makna yang misterius, omong gampang nglakoni angel, dalam bahasa Indonesia berarti bicara itu mudah tapi melaksanakan susah, atau bisa bicara tetapi tidak bisa melaksanakan.
Karena itu banyak sekali orang yang berupaya untuk menyusun kata-kata yang indah, kata-kata yang mengandung nasehat bijak yang diperuntukkan bagi orang lain, tetapi bagi dirinya sendiri justru jauh dari kata-kata yang bijak. Karena itu adalah merupakan rekayasa dari penyusunan kata-kata yang indah, agar bisa menjadikan kata itu indah didengar, dibaca dan dinikmati orang lain. Orang yang pandai menyusun kata-kata yang indah, kadang berangkat dari kesadaran spiritual, adanya kegelisahan di dalam hati, dengan kondisi segala sesuatu yang terjadi kemudian diungkapkan dengan kata-kata. Seperti seorang penyair, seniman dan sebagainya, kadangkala mereka secara fisik itu mempunyai penampilan yang berbeda dengan orang yang biasa pada umumnya, tapi secara spiritual dia sangat peka terhadap keagungan Allah. Di mana ketika ada sesuatu hal yang yang bertentangan dengan perintah Allah, dirinya merasa tidak bisa merubah perbuatan kemungkaran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, kemudian menumpahkan dengan kata-kata yang indah dan kata-kata yang indah ini mengandung makna itu yang diharapkan bisa merubah kondisi yang memang tidak diharapkan.
Wit gedang awoh pakel, ngomong gampang ngelakoni angel, bicara itu mudah melaksanakan adalah susah sulit. Salah satu hal yang sering kita jumpai adalah kaitan dengan manajemen waktu. “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan berwasiat dalam perbuatan haq dan sabar” (QS. Al Ashr: 1-3). Allah telah bersumpah dengan waktu, bahwa semua manusia dalam kondisi yang merugi. Karena tidak bisa memanfaatkan waktu, waktu tidak bisa dimaksimalkan untuk mencari bekal guna kehidupan di masa yang akan datang, malah untuk berfoya-foya, selagi masih muda dan kuat. Dengan kondisi ini akan menjadi orang yang merugi.
Waktu itu berkaitan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Masa lalu itu adalah masa yang sudah terjadi dan tidak akan mungkin terjadi lagi, maka banyak orang yang menyesal telah melakukan suatu perbuatan yang tidak sewajarnya, sehingga mendatangkan kerugian, penyesalan terus menerus. Penyesalan ini kadangkala bagi orang yang menyadari pentingnya waktu akan melakukan introspeksi. Kenapa waktu yang diberikan oleh Allah tidak dimaksimalkan peran dan fungsinya. Bukankah setiap manusia itu diberikan waktu yang sama, semua orang diberikan waktu dalam sehari semalam 24 jam. Mengapa waktu 24 jam ini ada orang yang bisa mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang berlimpah, tetapi dengan waktu 24 jam ada orang yang yang memikirkan bagaimana mencari makan untuk hari esok. Sehari bekerja digunakan untuk makan sehari, orang yang demikian adalah karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam mengelola waktu.
Banyak orang yang sering melalaikan terhadap waktu, padahal sudah kita sering mendengar peribahasa Arab mengatakan al waktu kassaifi bahwa waktu itu adalah seperti pedang, ketika orang lalai, tidak usah menunggu sampai sejam atau satu menit, karena sedetikpun lalai, maka pedagang akan menebas lehernya. Orang barat mengatakan time is money waktu itu adalah uang, karena karena dalam hitungan jam, menit bahkan detik sangat berarti untu bisa mendatangkan uang, karena itu tidak pernah melalaikan terhadap waktu. Karena itu, waktu lalu adalah waktu yang sangat jauh, waktu yang tidak akan bisa ketemu lagi, kecuali waktu yang telah lalu itu bisa di ambil hikmahnya untuk bekal membuat perencanaan pada masa yang akan datang.
Kemudian banyak lagi orang yang diberikan waktu 24 jam tapi merasakan masih kurang, bila diperintah untuk melakukan sesuatu, selalu bilang tidak ada waktu, tidak ada kesempatan. Apalagi bila diperintahkan untuk melaksanakan ibadah selalu menjawab, besok kalau sudah sempat, besok kalau sudah tua, besok kalau sudah kaya dan sebaginya, berbagai macam alasan disampaiakan. Ingatlah bahwa sesibuk-sibuk apapun tidaklah sesibuk dan sesingkat untuk mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat, apakah dalam keyakinan menyembah Allah atau menyembah taghuth. Pada akhir hayat akan terjadi perebutan dari golongan malaikat yang akan mengajak kepada surga dan setan atau iblis yang akan menjerumuskan untuk menjadi teman kelak di neraka. Maka sesibuk-sibuk apapun, sesungguhnya tidak ada bandingannya dengan kesibukannya ketika harus mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat.
Ketiga kita diberikan waktu sehat, kita kadang menghitung-hitung rezeki yang telah diberikan oleh Allah, harta benda dan kekayaan yang dimiliki, tapi tidak pernah menghitung berapa nilai kesehatan yang diberikan oleh Allah. Kesehatan itu nilainya lebih besar dari harta apapun yang dimiliki, dengan sehat manusia bisa berbuat apapun, dengan sakit manusia tidak akan bisa berbuat apapun. Dengan sehat manusia akan bisa menikmati kehidupan dengan baik, tapi kalau sakit kenikmatan hidup tidak akan bisa dirasakan dengan baik, maka dari itu sehat itu sesungguhnya rezeki dari Allah yang tidak terbandingkan. Karena itu kita diberikan kesehatan, marilah kita gunakan untuk sebaik-baiknya untuk lebih meningkatkan amal ibadah kepada Allah SWT.
Panjang umur sesungguhnya merupakan keniscayaan, mati juga merupakan kepastian. Tetapi kita tidak mengetahui sesungguhnya, akan berumur sampai berapa tahun, sampai kapan kita akan bisa menikmati kehidupan, tidak akan ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Karena umur yang panjang adalah umur yang bisa mendatangkan kemaslahatan, yang digunakan untuk sebaik-baiknya meningkatkan ibadah kepada Allah, umur panjang umur yang bisa memberikan manfaat. Bukan sebaliknya diberi umur yang panjang tetapi buruk amal perbuatannya, karena ini amat merugi. Agar beruntungmaka dengan panjang umur digunakan untuk meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah.
Waktu itu sangat berperan didalam kehidupan manusia, banyak orang yang mengatakan bahwa kita komitmen terhadap waktu, selesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan waktunya, tapi yang terjadi kadang kala kita sering menunda-nunda suatu pekerjaan, aktivitas sehingga akhirnya akan menjadi orang yang merugi. Kalau demikian ini, berarti sama halnya dengan pepatah Jawa wit gedang awoh pakel, ngomong gampang nglakoni angel, karena itu sebelum kita memberikan nasehat kepada orang lain. Alangkah baiknya terlebih dahulu memberi nasehat kepada dirinya sendiri, walaupun kadangkala lebih sulit memberi pada dirinya sendiri.
6/04/2020
Wong Wadon Ilang Ayune, Wong Lanang Ilang Baguse -Basa Jawa Ngoko
✔
untajiaffan
Juni 04, 2020
Sawijining dina ana pawongan loro kang crita, perkara wong wadon kang dipilih. Wong lanang siji takon karo kancane, awakmu milih wong wadon kue merga apane? Kancane jawab, merga ayune ya. Jawaban kang lumrah biasa dimirengake saka wong lanang. Senajan wis ngerti marang hadis nabi Muhammad SAW, lamun sira nyenengi marang wong wadon kuwi merga telung perkara sepisanan merga bandane, kaping loro merga keturunane, kaping telu merga ayune lan kaping papat merga agamane. Ananging kang luwih utama kuwi milih agamane, dadi perkara nggon bandha, keturunane, ayune kuwi sakwuse sak ngisore saka agama.
Dadi pilihan pertama yaiku marga saka agama. Mergane nengapa kok agama? Merga agama kang bisa nylametake urip ing dunya lan akhirat. Lamun bandha ya ora bakal digawa mati, nyenengi merga saka keturunane ya ora njamin bisa jaga seka genine neraka. Apa maning nyenengi wong wadon merga ayune. Lamun duweni akhlaq kang bagus ya bakal nglarani ati marang wong lanang.
Wong lanang lamun ditakoni, milih wong wadon merga apane? Biasane jawabane kompak merga ayune, pancen bener wong lanang iku ora munafik, nomor siji pancen ayune. Banjur wong lanang siji takon karo kancane, wong wadon diarani ayu kuwi merga apane? Merga sirahe, awake, sikile, tangane, irunge, lambene lan apa maning.
Saka crita iku isa dipundhut hikmahe, akih-akihe pawongan ningali bagus, ayu merga seka raine. Ana maneh cerita, ana wong lanang kang lagi numpak pit motor, ing ngarepe ana wong wadon kang katon elok lan ndhemenake. Ing sakjroning ati wong mikir, mandan ayune wong wadon iku. Sahingga wong lanang iku banjur nyepatake playune pit motor supayane bisa nyalip wong wadon iku lan isa mirsani jane raine koyo ngopo. Banjur nalika wis cedhak dipirsani jebule ora kaya kang ana ing panyana. Jebule wong wadon iku biasa-biasa wae, ora pati ayu. Wong lanang iku banjur nyepetake playune pit motore.
Kahanan kang mengkono iki jelas mertelakake, lamun kang diarani ayu iku merga raine, ananging ing jaman saiki prasasat wong wadon ilang ayune, wong lanang ilang baguse. Mergane raine ditutupi nganggo masker. Sahingga wong lanang utawa wadon, tuwa utawa enom kabeh padha nganggo masker, sahingga ora isa dingerteni wong wadon kui ayu apa ora ora, wong lanang bagus opo ora, ya ora keton wargane sing dipirsani mung mripate wae.
Mila mengkono iku, ing jaman sak iki wiwit sasi Maret kepengker nganti dina saiki sasi Juni, negara Indonesia lan ugi masarakat donya, kabeh nembe nandhang utawa nampa pagebluk Covid-19 sahingga kanggo nyegah anane virus, supayane ora nular marang wong liya awake kabeh supaya ngulinakake nganggo masker. Masker iku kang nutupi raine, sahingga kanthi masker iku, prasasat ora ana bedane wong ayu, ora ana bedane wong bagus. Kang bedakake among maskere. Apata ora kepingin keton ayune, utawi keton baguse, temtu wae kabeh wong kepengin kaya sak maune, ora ketutupan masker.
Mila kita kabeh didhawuhi karo pemerintah supaya padha bareng-bareng brasta virus lan ngilangake pagebluk, kelawan lelakon:
- Biasakake nyuci tangane nganggo sabun utawa nganggo hand sanitizer.
- Ngulinakake nganggo masker.
- Jaga jarak utawi social distancing.
- Ora susah nganakake kumpul-kumpul, lan rapat-rapat, shalat jamaah, nanging lamun kapeksa nindakake jarake antarane wong siji karo wong siji, adohe kurang antarane sak meter tekan rong meter. Semana uga wong Islam kang nindakake shalat jamaah iya kudu jaga jarak, aja mepet-mepet.
- Biasaake jaga reresik, yaiku ana ing papan panggonan, musholla, masjid, sekolah, pondok supaya di semprot kanggo disinfektan.
- Lamun kita padha ketemu karo kancane, seduluré, maring atasane ora usah salam-salaman. Pakulinan salam-salaman ora dilakoni, semana uga aja padha rangkulan lan, cipa-cipi kang isa nularake virus.
Dadi kahanan negara ingkang nembe nandang wabah virus korona iki, dadi tanggung jawab kabeh warga negara Indonesia, kalebu para ulama’ lan umara’, lan kabeh rakyat. Kahanan kaya ngono kuwi pancen abot, apa maning pakulinan apik kang dilakoni wong-wong Islam. Kaya ora susah shalat jamaah ning masjid, shalat Jum’at, pengajian, shilaturahim, salaman, kumpul-kumpul. Nanging kaya mengkana iku merga kahanan, sahingga kabeh wong kudune pada ngelingake marang sak padha-padha, kanggo medhot nular lan nyebare virus korona. Lamun wis bisa pedot banjur kabeh wong bisa nglakoni ngibadah lan nyambut gawe rumangsa aman lan ora kuatir maning.
6/03/2020
Pembatalan Ibadah Haji Tahun 2020, Solusi dan Problematika
✔
untajiaffan
Juni 03, 2020
Sejak mewabahnya pandemi Covid-19 pada bulan Maret tahun 2020 semua kegiatan harus dibatasi termasuk dalam hal peribadatan. Masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dalam beribadah shalat, pendidikan dan ibadah sosial lainnya. Demikian juga dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2020. Arab Saudi sebagai negara tujuan pelaksanaan haji tidak lepas dari pandemi Covid-19. Sehingga melakukan langkah antisipatif dengan melaksanakan sterilisasi terhadap Masjidil Haram dan sekitarnya. Sejak bulan Maret 2020 semua akses perjalanan umroh ditutup dari semua jalur sampai bulan Juni 2020 pemerintah Arab Saudi belum membuka akses pelaksanaan ibadah haji. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dari tahun ke tahun juga jamaah haji selalu mengalami peningkatan.
Penutupan akses ke Arab Saudi berdampak pada pemerintah Indonesia, perjalanan umroh dibatalkan demikian pula dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 1441 H/ 2020 M. Suatu kegembiraan bagi calon jamaah haji, ketika pada tahun 2019 pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota sehingga akan mengurangi jadwal tunggu yang terlalu lama. Namun ternyata kesenangan berbalik dengan tahun 2020 yang harus menerima kondisi pahit, ternyata jadwal tunggunya semakin lama. Harapan untuk segera melaksanakan ibadah haji harus ditunda. Pemerintah negara Indonesia melalui keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 tahun 2020 menetapkan pembatalan pemberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan haji tahun 1441 H/ 2020 M bagi seluruh warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan visa haji mujama’ah.
Pembatalan pelaksanaan haji adalah suatu pilihan dalam kondisi yang tidak menentu sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Dengan demikian dengan keputusan pemerintah tersebut menjadi kepastian bahwa haji tahun 2020 tidak dilaksanakan. Hal ini menjadi jawaban yang pasti bagi calon jamaah haji untuk bisa menyesuaikan. Pelaksanaan ibadah haji pada tiap-tiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda, ada di suatu daerah yang tidak terlalu membesar-besarkan kegiatan walimatussafar dan dan kegiatan pelepasan bagi calon jamaah haji. Namun di suatu daerah tertentu pelepasan calon jamaah haji menjadi kegiatan besar, karena layaknya orang yang yang mempunyai hajat, dia menerima tamu-tamu yang berkunjung untuk mendoakan keselamatan hingga 1 bulan menjelang keberangkatan. Tamu-tamu berdatangan baik dari kalangan teman, saudara maupun kerabat.
Kepastian dari pemerintah, satu sisi mendatangkan kejelasan tapi di sisi yang lain bahwa pembatalan ini akan mendatangkan suatu permasalahan khususnya bagi calon jamaah haji. Sebagaimana pengurangan kuota haji pada tahun sejak tahun 2016 ketika Masjidil Haram sedang direnovasi banyak calon jamaah haji yang tertunda. Bagaimanakah kondisi mereka terkena imbas, sudah terjadwal untuk berangkat kemudian ditunda, ternyata persepsi orang berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, menerima perubahan dengan ikhlas dan sabar, namun banyak yang belum siap untuk menerima perubahan. Karena yang terbayang bahwa dia akan segera berangkat untuk melaksanakan ibadah haji. Dan akan segera memperoleh gelar haji atau hajah.
Dalam suatu keluarga di mana dalam keluarga tersebut ada salah satu anggota yang akan berangkat haji. Namun karena adanya pengurangan kuota kemudian tidak jadi berangkat, padahal selama setahun aktif mengikuti manasik haji, bersama teman-temannya sudah akrab, sementara teman-temannya berangkat, dirinya tertunda. Kondisi yang demikian ini tidaklah dengan serta merta menerima realitas, pihak keluarga sedikit demi sedikit memberikan pemahaman, mengapa ibadah hajinya harus ditunda, berbagai macam upaya disampaikan, secara lahiriyah nampak mau menerima, namun secara batin ternyata menjadi beban moral yang luar biasa. Anti klimaknya dia sakit dan harus di opname, sakit yang disebabkan karena pemikiran, tidak siap menerima keadaan dan realita.
Mungkin bagi orang-orang yang tidak mengalami kondisi demikian, akan mudah mengatakan, bahwa haji adalah panggilan Allah. Tetapi bagaimana kalau hal yang demikian itu menimpa pada dirinya, sama saja orang menyuruh pada orang lain untuk bersikap sabar ketika menghadapi musibah, tapi ketika dirinya sendiri mendapatkan musibah ternyata susah untuk bisa menjadi orang yang sabar. Karena itu antisipasi pada tahun 2020 semua orang yang keluarganya akan melaksanakan ibadah haji, hendaknya bisa memberikan pemahaman kepada keluarganya, bahwa ibadah haji adalah merupakan panggilan. Sekalipun orang sudah mempunyai kemampuan sudah istitha'ah, namun bila Allah tidak memanggil maka tidak akan bisa melaksanakan ibadah haji. Sebaliknya banyak terjadi bahwa secara ekonomi orang tidak memenuhi syarat untuk bisa melaksanakan ibadah haji, tetapi ternyata Allah memberikan jalan orang tersebut bisa melaksanakan ibadah haji, baik dengan usahanya sendiri maupun melalui orang lain.
6/02/2020
Belajar ikhlas, Kukuhkan Niat dan Jauhi Riya’
✔
untajiaffan
Juni 02, 2020
Ikhlas adalah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk diwujudkan karena ikhlas berkaitan dengan kondisi psikologis, sehingga apa yang dilakukan, apa yang diberikan semata-mata karena Allah (Lillah). Perbuatan yang dilakukan karena Allah semata, maka akan mempunyai predikat sebagai ibadah yang ikhlas. Ibadah bukan karena manusia, bukan karena mengharapkan pujian, tetapi apa yang dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh keridaan-Nya .
Banyak terjadi kasus bahwa jika seorang muslim menegakkan shalat, samakah shalat ketika sendirian dengan shalat bersama dengan orang lain atau disaksikan oleh orang lain. Baik dari segi cara berpakaian, kaifiyah maupun bacaannya. Kalau ibadah secara sendirian, masih sama dengan ibadah yang dilaksanakan secara berjamaah atau disaksikan orang lain, maka ini menandakan bahwa ibadahnya itu sudah mendekati ikhlas. Walaupun kadangkala yang namanya ikhlas itu berkaitan dengan diri sendiri yang lebih paham, bahwa dirinya ikhlas atau tidak, Lillah atau linnas. Walaupun kadang kala orang lain bisa menilainya.
Ibadah shalat adalah ibadah yang memang menjadi pokoknya agama, menjadi tiangnya agama, tapi kadang kala ibadah shalat juga dominan dihinggapi oleh penyakit ria dan ini yang merusak ibadah ibadah shalat.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah: 6)
Nilai Ibadah
Ibadah yang ikhlas yaitu yang membebaskan diri dari syirik sebagaimana agama yang di bawa oleh nabi Ibrahim dan menjauhkan dirinya dari kekufuran kaumnya kepada agama Tauhid dan mengikhlaskan diri beribadah hanya kepada Allah. Syirik akbar sebagai wujud menyekutukan Allah dan syirik asghar yaitu riya’, sebagaimana sabda rasul:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Riya. (HR. Ahmad: 22.528)Rasulullah mengingatkan kepada para sahabat akan bahanya syirik asghar karena cinta dan kasih sayang beliau kepada umatnya. Sangatlah rugi karena ibadahnya tidak akan diterima Allah SWT.
إنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
" Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan wajahNya."(HR. Nasa’i: 3.089)Berbeda dengan ibadah puasa yang merupakan ibadah siri, yang paling tahu tentang puasa dirinya sendiri, karena antara orang yang berpuasa dengan orang yang tidak puasa itu kadangkala sama. Orang yang sudah terbiasa puasa maka seakan-akan dia seperti orang yang tidak puasa dalam hal aktivitasnya, gerak-geriknya maupun dalam hal peribadatannya. Tubuh tetap nampak segar dan bahagia. Tetapi bagi orang yang tidak pernah melaksanakan puasa, maka semuanya menjadi terbatas mau beraktivitas, mau bekerja takut karena nanti kehabisan tenaga, capek, lapar dan lainnya.
Demikian juga dari hal gerak-gerik dilihat dari sikapnya kelihatan sekali sebagai orang yang lemas lemah pucat karena kekurangan nutrisi. Sehingga dalam hal aktivitas itu serba terbatas ini adalah ibadah puasa yang memang menjadi ibadah yang berbeda dengan ibadah yang lainnya karena puasa itu ibadahyang langsung pahalanya diterima oleh Allah.
Kemudian dalam hal berinfak sangat jelas, bahwa infaq atau memberikan bantuan kepada orang lain. Orang yang ikhlas tidak mengharapkan suatu pengembalian dari manusia. Banyak orang yang berinfaq dan sedekah karena mengharapkan suatu penghargaan dari sesaman insan, maka akan menemukan suatu kekecewaan. Apa yang diharapkan sering kali tidak sebanding dengan kenyataannya. Karena itu bila keikhlasan telah tertanam maka akan menemukan kesempurnaan iman.
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
"Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang (menahan) karena Allah, maka sempurnalah imannya."HR. Abu Dawud: 4061Ikhlas merupakan kondisi kejiwaan, yang dapat diperoleh melalui suatu proses pelatihan. Andaikan telah melakukan kesalihan sosial maka tidak akan mengenang suatu kebaikan yang pernah dilakukan, tidak menghitung-hitung amal shalih yang teah dilakukan tetapi selalu menghitung-hitung perbuatan dosa yang telah dilakukan. Jika amal perbuatan dianggap sebagai tubuh maka keikhlasan sebagai rohnya. Karena perlunya upaya pelatihan diri yang meliputi:
- Dalam segala usaha dan amal perbuatan laksanakanlah semua itu dengan ketulusikhlasan yang sebenar-benarnya. Hal inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita setinggi apapun yang terkandung dalam hati.
- Sekali-kali jangan sampai memperjualbelikan keikhlasan yang diperintahkan Allah dengan harta benda, pangkat dan kedudukan dari manusia. Karena bisa dikategorikan orang munafik, mereka tidak segan-segan mempertukarkan agama dengan kebendaan yang tidak lama pasti akan ditinggalkan, selalu menjadi bahan perebutan keluarga serta ahli waris yang masih hidup.
- Jangan meninggalkan keikhlasaan hati dalam waku dan tempat yang berbeda.
- Mensyukuri atas segala nikmat Allah yang telah diberikan kepada dirinya, karena Allah telah menyediakan segala kebutuhan hidup manusia dan bila manusia disuruh menghitung nikmat Allah niscaya tidak akan dapat menghitungnya.
- Selalu melihat kesalihan orang lain dalam hal pengamalan ajaran agama.
Referensi:Alquran dan Tafsirnya jilid 10 (2009), Departemen
Agama RI, Jakarta
Al Ghalayini, Syeh Mushtafa, Idhatun Nasyiin (terj) (1976), CV. Toha Putra, Semarang
Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman (2001), PT. Karyo Toha Putra Semarang
Wahid, Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul, Tafsir Al Hidayah jilid I (2003), Suara Muhammadiyah, Yogyakarta
Al Ghalayini, Syeh Mushtafa, Idhatun Nasyiin (terj) (1976), CV. Toha Putra, Semarang
Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman (2001), PT. Karyo Toha Putra Semarang
Wahid, Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul, Tafsir Al Hidayah jilid I (2003), Suara Muhammadiyah, Yogyakarta
6/01/2020
Celotehan Dalam Grup Whatsapp, Saling Menyadari
✔
untajiaffan
Juni 01, 2020
Akan tetapi bagi orang yang sudah diidentifikasikan sebagai PDB tentu hal ini akan merubah pandangan masyarakat, seakan-akan bahwa orang yang terkena virus corona, baik dirinya atau keluarganya harus dihindari oleh segenap masyarakat. Demikian juga apabila terjadi suatu kematian walaupun yang bersangkutan belum positif dinyatakan sebagai pasien virus corona yang meninggal dunia, tetapi tetap dilakukan proses pemulasaraan jenazah sampai pada pemakaman menurut protokol yang telah diputuskan oleh pemerintah. Pasien itu hanya bisa diantarkan oleh orang-orang dalam jumlah terbatas yang memang menggunakan alat pelindung diri (APD) medis agar tidak menularkan kepada yang lainnya.
Ada suatu kasus, bahwa penyebaran informasi tentang orang yang terkena virus corona melalui jaringan media social, terutama melalui whatsapp informasi cepat tersebar, dari 1 HP ke HP yang lain, orang akan bisa mengetahui siapa sebenarnya yang sedang terkena virus corona atau dia menyandang sebagai PDB. Kebetulan dalam suatu grup whatsapp ada salah seorang anggota yang mempunyai keluarga yang meninggal dunia dan meninggalnya itu belum diketahui karena terkena virus corona atau karena penyebab penyakit yang lainnya. Dalam perbincangan di WA, ada salah seorang yang bertanya Si Fulan sakit apa? Ada yang menjawab, katanya terkena Covid. Ada lagi yang menanyakan apakah kita bertakziyah? Berbagai macam pertanyaan dan jawaban, menjadi celotehan yang agak menegangkan.
Celotehan dalam grup whatsapp.
Perbincangan, tanya jawab, celotehan yang sifatnya ringan untuk mengetahui sebenarnya Si Fulan itu sakit apa, ketika ada seseorang yang mengatakan dia terinfeksi Covid yang mendengar informasi dari orang lain dan belum diklarifikasikan, sebenarnya dia itu meninggal karena sakit apa. Kebetulan hasil laboratoriumnya belum keluar, apakah memang benar Si Fulan itu terkena Covid atau sakit lainnya.
Dari kejadian itu, ternyata di lingkungan masyarakat sudah berkembang, di rumah duka tidak ada orang yang bertakziah dan cara pemulasaraan jenazah pun menurut protokol pemerintah, akses jalannya kemudian ditutup, tetangga kampung sebelah diminta untuk memutar arah ketika mau ke tempat kerja atau atau beraktifitas yang biasanya melalui jalan tersebut. Hal ini sebagai antisipasi agar tidak tertular Covid-19, walaupun sebenarnya belum ada kepastian bahwa Si Fulan itu sebenarnya kena virus corona atau tidak.
Karena di grup whatsapp ini adalah terdiri dari orang-orang yang mempunyai pengetahuan, keberagamaan, sikap dan perilaku yang berbeda tentu saja dalam menyikapi segala sesuatu akan berbeda-beda. Sehingga konflik sosial sangatlah mungkin terjadi, dari orang yang bijaksana akan menjadi orang yang sensitive, mudah tersinggung, bahkan kadang berupaya untuk mendramatisir kejadian untuk menambah masalah. Mencari dukungan orang-orang yang sepaham, sehingga semakin menambah kebencian pada orang lain. Bisa jadi akan keluar dari grup whatsapp bahkan yang lebih memprihatinkan mengasingkan diri dalam keluarga dengan menjauhkan diri dari hubungan hidup bermasyarakat. Perpecahan anggota masyarakat karena terjadinya miskomunikasi misinformasi.
Inilah suatu gambaran, bahwa virus corona benar-benar sudah merubah mindset, tatanan masyarakat bahkan kehidupan beragamapun kemudian juga berubah. Dengan demikian di masa pandemi ini hendaknya kita sekalian untuk bisa menyeleksi mana informasi yang benar dan mana yang tidak benar, janganlah semua informasi di terima apa adanya, demikian pula bahwa semua orang itu hendaknya bisa memahami, menyadari, bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai virus corona di antaranya adalah dengan menyelenggarakan sosial distencing yaitu mengadakan pembatasan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Bukan hanya dalam kehidupan masyarakat, tetapi dalam kehidupan beragama pun diharapkan untuk melaksanakan sosial distancing, membatasi dalam kontak kontak sosial.
Pasien yang dinyatakan positif virus corona ternyata ada yang dengan gejala dan ada yang tanpa gejala. Yang dengan gejala, misalnya tenggorokannya gatal, sakit untuk menelan, demam kemudian panas, batuk-batuk kemudian setelah di cek laboratorium ternyata positif terkena virus corona. Tetapi ada pasien yang sama sekali tidak ada gejala, tiba-tiba sakit, kemudian ketika dicek ternyata dia itu memang positif terkena virus corona. Dengan demikian diupayakan agar melakukan deteksi dini, penjagaan diri dari hal hal yang dimungkinkan untuk menjadikan penyebaran virus corona. Misalnya membiasakan untuk mencuci tangan, selalu memakai masker, tidak berpergian kecuali memang hal-hal yang sangat mendesak dan sangat penting, kemudian tidak menyelenggarakan kontak sosial secara besar, kemudian juga tidak menyelenggarakan silaturahim, tidak berjabat tangan apalagi sampai berpelukan. Padahal hal-hal seperti itu sebelum ada virus corona itu adalah hal yang memang baik, dalam kehidupan masyarakat, baik bahwa sebagai umat manusia untuk selalu menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat, saling tegur sapa, bila bertemu berjabat tangan, mengadakan musyawarah, bagi orang Islam menyelenggarakan salat berjamaah di tempat-tempat ibadah, mengadakan majelis taklim, menyelenggarakan salat Jumat sebagai media ukhuwah pertemuan mingguan bagi umat Islam. Kegiatan yang positif ini sebelum ada virus corona selelu dianjurkan oleh para ulama, da’i, mubaligh, ustadz untuk mengikuti sunnah rasul dan juga untuk mewujudkan rasa persaudaraan dan meningkatkan ukhuwah.
Saling memahami dan menyadari.
Virus corona datang menghantam kehidupan masyarakat, dari kegiatan kegiatan baik yang dianjurkan tiba-tiba untuk tidak dilaksanakan. Karena ini menjadi permasalahan di dalam masyarakat, ada yang mengikuti himbauan pemerintah, juga ada yang tidak mengikuti himbauan pemerintah mereka mengikuti kemauan dirinya sendiri. Karena itu di dalam media whatsapp, facebook, status hendaknya bisa menggunakan kata-kata yang bijak. Ketika marah maka batasilah kemarahan itu, rasul pernah menyatakan bahwa orang yang perkasa itu bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuh-musuhnya tetapi orang yang perkasa adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya ketika sedang marah” (hadits).
Marah itu adalah suatu teman syetan, orang yang marah dalam melakukan sesuatu perbuatan tanpa pertimbangan apalagi pemikiran. Sering terjadi perkataan dan perbuatan yang spontan. Maka biasanya akan terjadi adalah penyesalan, contoh ada seoarang laki-laki yang pulang kerja, dalam kondisi capek dan lapar, dia mau makan. Setelah ambil nasi ternyata di meja makantidak ada lauknya, maka spontan marah nasi ditumpahkan lalu piring dibanting mengenai TV atau benda lainnya. Kerugiannya menjadi banyak lagi, marah tidak akan menyelesaikan masalah, marah akan membawa masalah, marah akan membawa malapetaka dan bencana karena. Karena itu sadarilah, bahwa marah itu harus dikendalikan. Ketika sedang berdiri maka duduklah, ketika marah dalam kondisi duduk maka berbaringlah, bila masih marah maka segeralah mengambil air wudhu dan laksanakan shalat 2 rekaat.
Mengendalikan marah dalam masa pandemi virus corona, kita menyadari realitas di masyarakat, bila ada orang yang sakit batuk kemudian dia meninggal akan di klaim meninggal karena Covid, demikian pula bila menderita penyakit lainnya. Tetapi kita harus yakin dan meyakinkan diri bahwa meninggal bukan karena terkena Covid-19, dan meninggal adalah sudah ketentuan Allah, segala yang bernyawa pasti akan mati. Dan bila meninggal dalam kondisi pandemi virus corona agar tetap bersabar. Terutama sabar atas tanggapan dan persepsi orang lain.
Bila marah maka tahanlah, Rasulullah SAW pernah berkata: barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir muliakanlah tamu, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka bebuat baiklah kepada tetangga dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik, kalau tidak bisa berkata yang baik maka lebih baik dia” (hadits). Dengan demikian tengah di tengah pandemi virus corona ini agar bisa menahan diri, mengendalikan dari hal-hal yang sifatnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita, karena apa yang kita harapkan dalam kehidupan masyarakat kadang kala memang tidak sesuai dengan harapan dan sebaik-baik kita adalah bagaimana menjadi orang bisa bermanfaat bagi yang lain.
5/31/2020
Ibadah Lillah Pasca Ramadhan
✔
untajiaffan
Mei 31, 2020
- Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dikhususkan bagi orang-orang yang beriman, sehingga bila bukan orang yang beriman tidak diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan.
- Ibadah puasa Ramadhan menjadi media untuk mewujudkan orang yang bertaqwa, di beberapa surat dan ayat Alquran tentang tanda-tanda orang yang bertaqwa. Puasa bukan hanya menahan diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami istri pada siang hari, tetapi orang yang berpuasa juga agar dapat menahan diri dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik. Sehingga diharapkan dapat mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan dan amal yang baik seperti shadaqah, tadarus Alquran, salat tarawih dan lain-lain.
- Dalam bulan Ramadhan Allah melipatgandakan setiap amal ibadah, setiap ibadah pahalanya akan dilipatgandakan. Ibadah puasa langsung akan diterima Allah dan hanya Allah yang akan menghitung pahalanya. Dan ibadah sunnah akan dilipatgandakan, bahkan tidurpun akan dihitung sebagai ibadah. Yaitu tidur yang bertujuaan untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
- Pada bulan Ramadhan ada suatu malam dimana setiap mukmin yang beribadah pada malam tersebut akan diberikan pahala sebagaimana orang yang beribadah seribu bulan, yaitu peristiwa lailatul qadar.
- Pada bulan Ramadhan Allah membuka pintu rahmat, maghfirah bahkan para syetan dibelenggu. Ibadah diluar bulan Ramadah menjadi ibadah yang berat sehingga juga akan menambahkan kadar pahala disisi Allah.
Keistimewaan di masa pandemi.
Keistimewaan kedua pada Ramadhan 1441 H adalah pelaksanaan puasa yang belum pernah dialami, bahkan penulis sendiri baru mengalami pada tahun ini dengan berharap tidak akan pernah terjadi lagi ibadah puasa Ramadhan di tengah pandemi virus corona/ Covid- 19 dan wabah penyakit lainnya. Ingin agar ibadah penuh kedamaikan. Namaun ternyata ibadah pada atahun ini berhadapan dengan dua hal, yaitu pertama mengikuti himbaukan pemerintah dan tokoh agama, kedua mengikuti pengetahuan diri sendiri.
Puasa Raamadhan dengan segala amaliahnya adalah ibadah tahunan, dari tahun ke- tahun kegiatan itu hanya memutar rutinitas yang telah dilakukan, shalat tarawih, tadarus Alquran, buka bersama dan kegiatan lainnya. Ada kelompok dan golongan yang dengan khusuk dan khudhu’ tetap melaksanakan namun dalam nuansa keluarga sesuai dengan himbauan pemerintah dan tokoh agama. Ibadah adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Melaksana Ibadah adalah merpakan bentuk ketaatan kepada Sang Khaliq, dan Allah telah menetapkan untuk taat pada Allah, rasul dan ulil amri.
Dalam kaidah bahasa Arab penyebutan suatu perintah yang disambung dengan wau ‘athaf, maka mempunyai kekuatan huokum yang sama, sehingga bila taat pada perintah Allah juga agar taat kepada rasul dan juga taat kepada para pemimpin. Pemerintah dan tokoh-tokoh agama telah mengeluarkan himbauan dan keputusan untuk membatasi bulan Ramadhan telah melalui kajian dan penelitian. Tidaklah membatasi kegiatan peribadatan kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjaga khifd nafs karena musibah, malapetakan yang disebabkan oleh virus corona/ Covid-19.
Di samping ada yang yang mengikuti himbauan pemerintah dan tokoh agama, ada kelompok dan golongan yang tetap beraktivitas sebagaimana biasa, shalat tarawih tetap dilaksanakan di masjid, tadarus Alquran secara bergerombol, bahkan kadang mereka bangga dapat beraktivitas, dengan mengatakan, mengapa beribadah harus dibatasi? Dengan berbagai macam argumentasi disampaikan untuk merebut simpati masyarakat.
Kondisi itu yang menjadi gesekan- gesekan dalam kegiatan sosial, ibadah yang seharusnya bernuansa pribadi, sosial dan spiritual, ternyata lebih dominan pada nuansa pribadi. Mengutamakan kepentingan pribadi dengan tidak menghiraukan dampak sosial. Karena itu hendaknya mengevaluasi apakah ibadahnya “Lillah atau linnas”.
Pasca Ramadhan
Ibadah yang berlandaskan Lillah tidak ditentukan situasi dan kondisi tetapi dilakukan secara terus terus-menerus, Allah telah berfirman:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Alam Nasrah: 7-8)
Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah, apabila telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. Jadi setelah selesai melakukan kegiatan ibadah maka untuk segera melaksanakan kegiatan yang lainnya. Demikian juga ibadah puasa Ramadhan bila itu adalah merupakan bulan pelatihan maka bukti pelatihan yang sukses adalah setelah puasa Ramadhan bagaimana ibadah puasa wajib kemudian disusul dengan ibadah puasa sunah yang lainnya.
Bila puasa Ramadhan adalah bulan penjernihan emosi, maka puasa Ramadhan akan lebih banyak meningkatkan ibadah yang bernuansa sosial, karena dengan aktivitas sosial itulah orang akan bisa memahami kondisi diri sendiri melalui interaksi sosial. Keimanan seseorang diuji dari kegiatan-kegiatan sosial, ketika sudah kuat menghadapi tantangan dalam kehidupan sosial maka jiwanya akan menjadi yang lebih mapan dan emosinya lebih tertata. Bila bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan maghfirah dan pahalanya dilipatgandakan oleh Allah maka pada bulan Ramadhan banyak yang melakukan kegiatan seperti tadarus Alquran memperbanyak shadaqah dan kegiatan sosial lainnya, maka kegiatan-kegiatan itu bisa dilestarikan pasca Ramadhan, karena puasa Ramadhan adalah bulan pelatihan bagi setiap mukmin agar bisa dilaksanakan di bulan-bulan yang lainnya.
Karena itu ibadah Lillah adalah ibadah yang semata-mata karena mengharap ridha Allah, melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya. Ibadah yang demikian ini telah menjadi ikrar bagi setiap muslim ketika awal dia mengucapkan dua kalimah syahadah dan ucapan tersebut sering kali diucapkan ketika menegakkan shalat.
Ibadah kepada Allah sepanjang masa, selama hidup untuk bekal meraih kebahagiaan Akhirat. Ibadah bersama, bersama dalam beribadah, saling menolong, saling mengingatkan, saling berbuar kesabaran. Setiap manusia pasti akan mengalami ajal, ajal yanag baik adalah khusnul khatimah. Dan khusnul khatimah akan diperoleh jika di akhir hayat dalam kondisi iman dan taqwa kepada Allah. Karena itu tiada batas untuk selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.
5/30/2020
Belajar Shalat, dari Sunnahnya
✔
untajiaffan
Mei 30, 2020
Setelah ibadah shalat fardhu, Allah memberikan kelengkapan ibadah shalat dengan shalat sunnah. Banyak sekali ibadah ibadah shalat sunah, ibadah shalat sunah ini mempunyai keterkaitan dengan ibadah shalat fardhu, karena ibadah shalat sunah bisa menjadi penyempurna, pelengkap, penambah pahala di sisi Allah. Demikian juga wudhu merupakan rangkaian persiapan sebelum melaksanakan shalat, sebagaimana dalam Alquran surat Al Maidah ayat 6 ada empat hal, yaitu membasuh muka, membasuk tangan sampai dengan siku, menyapu kepala dan membasuh kaki sampai dengan kedua mata kaki.
Lalu dalam praktek berdasar sunnah rasul menjadi 6 yang diawali dengan niat, dan yang terakhir menegaskan bahwa pelaksanaan wudhu harus tertib. Untuk penyempurna, kelengkapan ibadah yang fardhu, maka Allah memberikan keutamaan untuk melakukan amalan-amalan sunnah. Diantara sunnah berwudhu disebutkan dalam Fiqih Sunnah karya Sayid Sabiq:
1. Memulai dengan membaca basmalah. Bahwa ketika akan melakukan perbuatan apapun maka hendaknya dimulai dengan mengucap asma Allah.
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ
"Semua perkara penting yang tidak dimulai dengan hamdalah adalah sia-sia."(HR. Ibnu Majah)
2. Menggosokkan gigi atau siwak dengan kayu dengan kayu yang kesat, atau menggosok gigi dengan menyikat gigi
3. Membasuh kedua telapak tangan sebelum memulai wudhu.
4. Berkumur-kumur tiga kali.
5. Memasukkan air ke hidung kemudian mengeluarkan menghilangi lagi.
6. Menyilangkan antara jari kedua tangan dengan jari kedua kaki.
7. Mendahulukan yang kanan, bila mmebasuh tangan maka yang dibasuh tangan kanan, membasuk kaki dimulai kaki kanan.
8. Mualat artinya berturut-turut membasuh anggota demi anggota, jangan sampai orang yang berwudhu itu menyela wudhunya dengan pekerjaan lain.
9. Membasuh kedua telinga.
10. Masing-masing dibasuh tiga kali.
أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا
Didatangkan air wudhu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau pun berwudhu, beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur dan beristinsyaq tiga kali, lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali tiga kali, lalu mengusap kepalanya dan kedua telinganya; bagian luar dan dalamnya. (HR. Abu Dawud)11. Berdoa selesai wudhu.
Sumber bacaan:
Rasjid, Sulaiman H, Fiqh Islam (2014), Sinar Baru Algasindo, Bandung
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid (2007), Pustaka Amani, Jakarta
Sayid Sabiq, Fikih Islam, (1987), PT Al Ma’arif, Bandung.
5/29/2020
Belajar Shalat, Fardhu Pangkal Ibadah Shalat Bagian III
✔
untajiaffan
Mei 29, 2020
Shalat adalah ibadah yang paling agung, karena shalat adalah merupakan rukun Islam yang kedua, shalat adalah tiangnya agama. Barang siapa yang mendirikan shalat maka dia menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti merobohkan agama. Shalat menjadi standar akhlak dan moralitas setiap mukmin, shalat akan membentuk mental spiritual, sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Shalat adalah ibadah yang akan pertama kali ditanyakan oleh Allah besok di hari Qiamat. Shalat adalah menjadi penentu seluruh amal perbuatan manusia, bila shalatnya baik maka seluruh amal perbuatan manusia menjadi baik, sebaliknya shalat yang tidak baik maka amal perbuatan manusia itu menjadi tidak baik.
Shalat menjadi ibadah yang paling agung, karena itu memerlukan persiapan persiapan sebelum menegakkan shalat. Wudhu adalah salah satu rangkaian sebelum melaksanakan ibadah shalat. Dalam melaksanakan wudhu ada yang disebut sebagai fardhu dan sunnah berwudhu. Sebagaimana Firman Allah SWT:
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6)
Demikian pula dalam hadits nabi, banyak sekali hadits yang menerangkan tentang hal ini, salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Buchari:
Berdasarkan pada ayat Alquran dan hadits maka fardhu wudhu terdiri dari:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Semua perbuatan tergantung niatnya” (HR. Buchari, Abu Dawud, Ibnu Majah)
2. Membasuh muka, artinya adalah mengalirkan air ke atasnya artinya membasuh itu mengalirkan batas muka itu panjangnya dari puncak kening sampai dagu sedangkan lebarnya dari pinggir telinga sampai ke pinggir telinga yang satu lagi.
3. Membasuh siku ialah engsel yang menghubungkan tangan dengan lengan dan kedua siku itu termasuk yang wajib dibasuh.
4. Menyapu kepala, maksudnya mengelapkan sesuatu yang basah dan ini tidak akan terwujud kecuali adanya gerakan dari anggota yang menyapu dalam keadaan lekat dengan yang disapu. Maka meletakkan tangan atau jari ke atas kepala atau lainnya tidak dapat dikatakan menyapu.
5. Membasuh kedua kaki serta kedua mata kaki.
6. Tertib atau berurutan.
Lihat:
Shalat menjadi ibadah yang paling agung, karena itu memerlukan persiapan persiapan sebelum menegakkan shalat. Wudhu adalah salah satu rangkaian sebelum melaksanakan ibadah shalat. Dalam melaksanakan wudhu ada yang disebut sebagai fardhu dan sunnah berwudhu. Sebagaimana Firman Allah SWT:
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6)
Demikian pula dalam hadits nabi, banyak sekali hadits yang menerangkan tentang hal ini, salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Buchari:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amru bin Yahya Al Mazini dari bapaknya bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada 'Abdullah bin Zaid, dia adalah kakek 'Amru bin Yahya-, "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah SAW berwudhu?" 'Abdullah bin Zaid lalu menjawab, "Tentu." Abdullah lalu minta diambilkan air wudlu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan tangan, dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Setelah itu membasuh kedua kakinya." (HR. Buchari)Berdasarkan pada ayat Alquran dan hadits maka fardhu wudhu terdiri dari:
- Niat, yang memegang peranan sentral dalam setiap perbuatan, setiap melakukan perbuatan apa pun hendaknya dilandasi dengan niat:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Semua perbuatan tergantung niatnya” (HR. Buchari, Abu Dawud, Ibnu Majah)
2. Membasuh muka, artinya adalah mengalirkan air ke atasnya artinya membasuh itu mengalirkan batas muka itu panjangnya dari puncak kening sampai dagu sedangkan lebarnya dari pinggir telinga sampai ke pinggir telinga yang satu lagi.
3. Membasuh siku ialah engsel yang menghubungkan tangan dengan lengan dan kedua siku itu termasuk yang wajib dibasuh.
4. Menyapu kepala, maksudnya mengelapkan sesuatu yang basah dan ini tidak akan terwujud kecuali adanya gerakan dari anggota yang menyapu dalam keadaan lekat dengan yang disapu. Maka meletakkan tangan atau jari ke atas kepala atau lainnya tidak dapat dikatakan menyapu.
5. Membasuh kedua kaki serta kedua mata kaki.
6. Tertib atau berurutan.
Lihat:
5/28/2020
Belajar Shalat dan Sempurnakan Wudhu Bagian II
✔
untajiaffan
Mei 28, 2020
Shalat dan wudhu adalah merupakan satu rangkaian pelaksanaan ibadah, shalat tanpa wudhu maka shalatnya tidak sah. Wudhu diwajibkan sebelum melaksanakan shalat, karena untuk menyiapkan diri seseorang menghadap Allah dengan mensucikan dirinya dari hadas dan najis. Hadas bisa dihilangkan dengan cara berwudhu. Allah telah memerintahkan:
Dalam firman Allah tersebut disebutkan bahwa tertib wudhu meliputi membasuh muka, tangan sampai siku, menyapu kepala, membasuh kaki sampai dengan dua mata kaki. Namun bila ingin memperoleh kesempurnaan dalam berwudhu misalnya sebelum memasuh muka diawali dengan mencuci tangan, lalu berkumur, menghisap air dengan hidung, mencuci telinga, tengkuk leher, dan berdoa harus belajar. Begitu agungnya shalat bagi setiap muslim maka untuk mencapai keagungan dilalui dengan berbagai persyaratan.
Demikian pula tata cara membasuh muka, tangan, kepala juga melalui belajar, tanpa belajar maka akan bingung. Karena dalam prakteknya tata cara berwudhu juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Belajar tiada batasnya, dengan belajar akan mendapatkan kebaikan dan kesempurnaan.
Jangan merasa bahwa shalatnya sudah baik dan sempurna, bila tidak melaksanakan wudhu:
(HR. Buchari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
Wudhu atau bersuci dari hadas adalah merupakan kebutuhan untuk shalat, karena itu bila sudah berhadas maka harus berwudhu. Bahkan wudhu bukan hanya dikhususkan ketika akan menegakkan shalat, memegang mushaf hendaknya dalam keadaan suci, mau tidur berwudhu, bahkan akan lebih baik bila dalam setiap saat selalu menjaga wudhu. Karena setiap ibadah pasti mempunyai fadhilah, keutamaan dan keistimewaan yang akan diberikan pada orang-orang yang tetap konsisten pada amaliyahnya.
Belajar shalat dari wudhu dimulai dari pemilihan air yang digunakan harus yang suci dan mensucikan Air. Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, artinya air yang dari zatnya memang suci dan mensucikan bagi yang lainnya, diantaranya air hujan, air salju, air es, air embun, air, air yang berasal dari sumber atau telaga. Air yang berubah karena tergenang atau bercampur dengan daun (Sayyid Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah (1973) CV Ma'arif, Bandung: 29).
Lain lagi bila wudhu dengan air yang sedikit, bernajis air, air suci tapi tidak mensucikan seperti air the, air susu, air kopi, air yang telah digunakan maka wudhunya tidak sah, bila tetap berwudhu dengan air tersebut maka tidak sah dan shalatnya menjadi tidak sah. Pernah terjadi di suatu perumahan, ada seorang jamaah masjid. Seperti biasa sebelum melaksanakan shalat mereka berwudhu, tetapi ada salah seorang jamaah, ketika itu nampak sudah berwudhu kemudian masuk ke dalam masjid, namun nampaknya dia merasa mau kencing, sehingga kencing di toilet. Sesudah kencing dia langsung ke masjid tidak berwudhu dulu. Untung diketahui oleh ustadz, sehingga sang ustadz mendekat lalu berbisik, nampaknya ustadz tersebut berupaya untuk memberi tahu, dan ternyata orang tersebut lalu berwudhu.
Ini adalah salah satu problem umat Islam, yang mana pemahaman terhadap agama Islam belum mereka peroleh, mereka melaksanakan shalat karena ikut-ikutan, berwudhu juga karena ikut-ikutan saja, belum mengetahui dasar-dasar atau hal-hal yang harus dilakukan. Bagaimana cara berwudhu, mengapa harus berwudhu. Maka menjadi tugas bagi setiap muslim yang telah mengetahui ayat-ayat Allah untuk menyampaikan kebaikan, namun untuk terus belajar dan mengkaji. Karena begitu luasnya ilmu Allah yang tidak akan ada habis-habiusnya untuk dipelajari.
Wudhu merupakan persiapan orang mau melaksanakan shalat, dengan wudhu yang baik dan sempurna maka akan merasakan kesegaran seluruh tubuhnya, bahkan jiwanya. Dari tubuhnya jelas, bahwa bila ada kotoran yang melekat pada anggota tubuh, maka dibersihkan mulai dari membasuh tangan, berkumur, membasuh hidung membasuh muka, mengusap kepala, mencuci kaki, maka akan menjadikan tubuh merasa bersih merasa segar kembali. Jiwanya juga akan menjadi lebih bersih karena berdasarkan hadis nabi bahwa air yang mengalir ketika sedang melaksanakan wudhu, akan menghapuskan dosa-dosa yang sudah dilakukan, dosa akan gugur bersaamaan dengan jatuhnya air wudhu, maka jiwa akan menjadi bersih kembali.
Shalat harus dalam keadaan suci, kesucian shalat memiliki beberapa tahapan
1. Kesucian lahiriyah dari benda-benda najis dan kotoran.
2. Kesucian organ dari dosa-dosa dan perbuatan keji.
3. Kesucian jiwa atau ruh dari keterpurukan moral.
Bila dalam shalat diperlukan kesucian baju dan badan dari najis dan kotoran, apakah tidak lebih penting jiwa dan ruh suci dari sombong, dengki dan iri. Dan apakah perbedaannya keadaan batin dengan keadaan lahir bukan merupakan kemunafikan? (Qira’ati, Muhsin, Pancaran Cahaya Shalat (1996), Pustaka Hidayah Bandung: 81). Lihat Belajar Shalat, Fardhu Pangkal Ibadah Shalat Bagian III
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6)
Dalam firman Allah tersebut disebutkan bahwa tertib wudhu meliputi membasuh muka, tangan sampai siku, menyapu kepala, membasuh kaki sampai dengan dua mata kaki. Namun bila ingin memperoleh kesempurnaan dalam berwudhu misalnya sebelum memasuh muka diawali dengan mencuci tangan, lalu berkumur, menghisap air dengan hidung, mencuci telinga, tengkuk leher, dan berdoa harus belajar. Begitu agungnya shalat bagi setiap muslim maka untuk mencapai keagungan dilalui dengan berbagai persyaratan.
Demikian pula tata cara membasuh muka, tangan, kepala juga melalui belajar, tanpa belajar maka akan bingung. Karena dalam prakteknya tata cara berwudhu juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Belajar tiada batasnya, dengan belajar akan mendapatkan kebaikan dan kesempurnaan.
Jangan merasa bahwa shalatnya sudah baik dan sempurna, bila tidak melaksanakan wudhu:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
"Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu."(HR. Buchari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
Wudhu atau bersuci dari hadas adalah merupakan kebutuhan untuk shalat, karena itu bila sudah berhadas maka harus berwudhu. Bahkan wudhu bukan hanya dikhususkan ketika akan menegakkan shalat, memegang mushaf hendaknya dalam keadaan suci, mau tidur berwudhu, bahkan akan lebih baik bila dalam setiap saat selalu menjaga wudhu. Karena setiap ibadah pasti mempunyai fadhilah, keutamaan dan keistimewaan yang akan diberikan pada orang-orang yang tetap konsisten pada amaliyahnya.
Belajar shalat dari wudhu dimulai dari pemilihan air yang digunakan harus yang suci dan mensucikan Air. Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, artinya air yang dari zatnya memang suci dan mensucikan bagi yang lainnya, diantaranya air hujan, air salju, air es, air embun, air, air yang berasal dari sumber atau telaga. Air yang berubah karena tergenang atau bercampur dengan daun (Sayyid Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah (1973) CV Ma'arif, Bandung: 29).
Lain lagi bila wudhu dengan air yang sedikit, bernajis air, air suci tapi tidak mensucikan seperti air the, air susu, air kopi, air yang telah digunakan maka wudhunya tidak sah, bila tetap berwudhu dengan air tersebut maka tidak sah dan shalatnya menjadi tidak sah. Pernah terjadi di suatu perumahan, ada seorang jamaah masjid. Seperti biasa sebelum melaksanakan shalat mereka berwudhu, tetapi ada salah seorang jamaah, ketika itu nampak sudah berwudhu kemudian masuk ke dalam masjid, namun nampaknya dia merasa mau kencing, sehingga kencing di toilet. Sesudah kencing dia langsung ke masjid tidak berwudhu dulu. Untung diketahui oleh ustadz, sehingga sang ustadz mendekat lalu berbisik, nampaknya ustadz tersebut berupaya untuk memberi tahu, dan ternyata orang tersebut lalu berwudhu.
Ini adalah salah satu problem umat Islam, yang mana pemahaman terhadap agama Islam belum mereka peroleh, mereka melaksanakan shalat karena ikut-ikutan, berwudhu juga karena ikut-ikutan saja, belum mengetahui dasar-dasar atau hal-hal yang harus dilakukan. Bagaimana cara berwudhu, mengapa harus berwudhu. Maka menjadi tugas bagi setiap muslim yang telah mengetahui ayat-ayat Allah untuk menyampaikan kebaikan, namun untuk terus belajar dan mengkaji. Karena begitu luasnya ilmu Allah yang tidak akan ada habis-habiusnya untuk dipelajari.
Wudhu merupakan persiapan orang mau melaksanakan shalat, dengan wudhu yang baik dan sempurna maka akan merasakan kesegaran seluruh tubuhnya, bahkan jiwanya. Dari tubuhnya jelas, bahwa bila ada kotoran yang melekat pada anggota tubuh, maka dibersihkan mulai dari membasuh tangan, berkumur, membasuh hidung membasuh muka, mengusap kepala, mencuci kaki, maka akan menjadikan tubuh merasa bersih merasa segar kembali. Jiwanya juga akan menjadi lebih bersih karena berdasarkan hadis nabi bahwa air yang mengalir ketika sedang melaksanakan wudhu, akan menghapuskan dosa-dosa yang sudah dilakukan, dosa akan gugur bersaamaan dengan jatuhnya air wudhu, maka jiwa akan menjadi bersih kembali.
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ فَتَمَضْمَضَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ فِيهِ فَإِذَا اسْتَنْثَرَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ أَنْفِهِ فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجْتِ الْخَطَايَا مِنْ وَجْهِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِ عَيْنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ يَدَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ يَدَيْهِ فَإِذَا مَسَحَ بِرَأْسِهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رَأْسِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رِجْلَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ رِجْلَيْهِ ثُمَّ كَانَ مَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ وَصَلَاتُهُ نَافِلَةً لَهُ قَالَ قُتَيْبَةُ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
" Apabila seorang hamba yang beriman berwudlu lalu ia berkumur-kumur, maka keluarlah kesalahan mulutnya (maksudnya kesalahan yang diperbuat oleh mulutnya). Bila dia menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya, maka keluarlah kesalahan dari hidungnya. Bila membasuh muka, keluarlah kesalahan dari mukanya hingga keluar dari kedua kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahannya dari kedua tangannya hingga keluar dari bawah kuku-kuku kedua tangannya. Apabila mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahannya dari kepalanya hingga keluar dari kedua telinganya, dan apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan dari kedua kakinya hingga dari bawah kedua kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian berjalannya ke masjid menjadi ibadah sunnah baginya." Qutaibah berkata; dari As-Sunabihi; Demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan. (HR. Malik: 55, Nasai: 102)Shalat harus dalam keadaan suci, kesucian shalat memiliki beberapa tahapan
1. Kesucian lahiriyah dari benda-benda najis dan kotoran.
2. Kesucian organ dari dosa-dosa dan perbuatan keji.
3. Kesucian jiwa atau ruh dari keterpurukan moral.
Bila dalam shalat diperlukan kesucian baju dan badan dari najis dan kotoran, apakah tidak lebih penting jiwa dan ruh suci dari sombong, dengki dan iri. Dan apakah perbedaannya keadaan batin dengan keadaan lahir bukan merupakan kemunafikan? (Qira’ati, Muhsin, Pancaran Cahaya Shalat (1996), Pustaka Hidayah Bandung: 81). Lihat Belajar Shalat, Fardhu Pangkal Ibadah Shalat Bagian III
5/27/2020
Belajar Shalat Membiasakan Untuk Disiplin Bagian I
✔
untajiaffan
Mei 27, 2020
Aktivitas rohani berkaitan dengan kondisi mental spiritual, aktivitas rohani menyertai aktivitas fisik. Maka bila antara aktivitas fisik dan rohani tidak sejalan, ibadah shalat menjadi tidak khusyuk, karena itu menjadi sulit untuk membedakan antara orang yang sudah melaksanakan shalat dengan yang tidak melaksanakan shalat. Yang semestinya dalam Aktivitas keseharian akan berbeda, karena shalat seharusnya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar tetapi faktanya yang terjadi terkadang “shalat terus maksiat tetap jalan”.
Belajar shalat
Belajar shalat merupakan proses atau usaha dari tidak tahu agar menjadi tahu, dari sudah tahu agar menjadi paham, dari paham untuk dilaksanakan, dari keterpaksaan menjadi keikhlasan. Belajar shalat biasanya diterapkan bagi kelompok anak-anak, dia tidak tahu kaifiyah dan bacaannya, dia belum paham tentang makna shalat sehingga usia anak-anak biasanya pembelajaran hanya terbatas pada ibadah lahir, gerakan, bacaan, ibadah batin belum bisa di belum terjangkau.
Dari pembelajaran itu dan dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan, setelah mendengar waktu shalat segera bergegas untuk menegakkan shalat. Ibadah shalat pada anak-anak biasanya terpengaruh oleh situasi dan kondisi dari lingkungan, shalat pada anak-anak rentan dengan perubahan. Bila berjajar dengan teman yang suka bermain, ia pun akan ikut bermain, bahkan bila mendengar temannya batuk maka akan pura-pura batuk, teman lain pun juga ikut batuk. Sehingga sering ditemuai dalam pelaksanaan shalat berjama’ah tersedngar suara batuk yang bersahut-sahutan karena tingkah anak-anak.
Pada suatu saat seorang ayah mengajak pada anaknya untuk menegakkan shalat, anak pun segera berwudhu dan setelah berwudhu segera berdiri di belakang ayahnya untuk shalat. Ayahnya mengucapkan takbiratul ihram menandai bahwa shalat sudah dimulai anaknya sebagai makmum ikut takbiratul ihram. Tetapi kemudian terdengar bunyi “rengeng-rengeng” seperti sedang menyanyi, tidak begitu jelas, tetapi bukan bacaan shalat. Kebetulan anaknya sebelum shalat baru saja melihat tayangan di TV sehingga mungkin masih terbawa ketika shalat. Ayahnya mengucapkan Allahu Akbar menandakan untuk ruku’, sampai duduk akhir masih terdengar suara rengeng- rengeng. Setelah selesai shalat sang ayah menanyakan pada anaknya tadi kamu membaca apa? Anaknya menjawab “memikirkan sesuatu”. Ini sebagai contoh bahwa shalatnya anak kecil sangat terpengaruh dengan lingkungan dan ternyata pada orang tua pun konsentrasinya menjadi terpecah.
Belajar shalat tidak akan ada ada ada habisnya pada awalnya tahu kaifiyahnya dan bacaannya. Bagaimana menjaga kaifiyahnya dan bacaan sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, sadar dengan apa yang dilakukan, tahu dengan yang dibacanya. Kaifiyah shalat dijaga, i'tidal dan tuma'ninah nya demikian, pula bacaan shalat hendaknya jelas dan dapat dipahami dari itu memerlukan pembelajaran dan pelatihan.
Pembelajaran dan pelatihan untuk selalu dijaga dan dilestarikan, setelah itu akan selalu berupaya menyatukan antara gerakan lahir dengan menghadirkan hati, karena sering terjadi bahwa jasad nya berada di tempat shalat, namun hati dan pikirannya kemana-mana. Hati sibuk dengan urusannya, pikiran juga sibuk dengan urusannya. Padahal shalat adalah mi’rajnya bagi orang-orang mu’min. maka satukanlah jasat, hati, bacaan dan gerakan sedang menghadap Allah SWT. Lihat Belajar Shalat dan Sempurnakan Wudhu Bagian II
5/26/2020
Lockdown dan silaturahmi Atasi Kejenuhan
✔
untajiaffan
Mei 26, 2020
- Dengan jiwa besar tetap tenang dengan wabah pandemi Covid-19, tetapi selalu waspada bahwa musibah dan bencana kadang datangnya tidak dikehendaki dan secara tiba-tiba. Virus adalah makhluk Allah yang sangat kecil, bahkan orang yang terkena virus corona kadang tanpa gejala karena itu orang dalam kelompok ini menerapkan kewaspadaan dini dengan melaksanakan salat Idul Fitri di rumah atau di keluarga kecil mereka.
- Bersikap gusar dalam melaksanakan himbauan pemerintah himbauan, untuk memakai masker, melaksanakan sosial distencing, lockdown ternyata khawatir tidak bisa melaksanakan ibadah sebagaimana biasanya, kelompok ini kadang tidak mempedulikan untuk memakai masker, melaksanakan sosial distancing, lockdown, karena mereka berprinsip bahwa sehat, hidup dan mati adalah kehendak Allah.
- Tidak mempedulikan himbauan pemerintah, tetap melaksanakan jamaah salat tarawih, majelis taklim, shalat Idul Fitri, silaturrahmi adalah perintah Allah. Allah adalah Pemilik, pencipta dan pengatur segala yang ada di alam semesta, maka bila Dia telah memerintahkan mengapa harus takut? Hidup dan mati adalah di tangan Allah, bila sedang melaksanakan ibadah tersebut kemudian dipanggil oleh Allah lalu meninggal, maka mereka berkeyakinan matinya adalah mati syahid.
- Pada kegiatan silaturahmi, masyarakat nampak sudah taat pada himbauan pemerintah. Pada umumnya tidak melaksanakan kunjungan dari rumah ke rumah, kepada saudara, teman dan kerabat kecuali hanya sebagian kecil yang tetap mengadakan kunjungan. Terutama anak kepada orang tua atau kepada orang yang dipandang yang dihormati, kesepuan dan tokoh agama, maka mereka tetap melaksanakan silaturahim. Namun karena akses dari kampung ke kampung bahkan tiap gang sudah dipasang portal sehingga lebaran pada tahun 1441 H lebih dominan berdiam di rumah atau beraktivitas tetapi berupaya menghindari kerumunan.
Jenuh dengan aksi
Kebanyakan orang merasa jenuh untuk tinggal di rumah, apalagi anak-anak kecil, para pelajar yang menginginkan hal-hal baru. Hampir dua bulan mereka berdiam di rumah, belajar di rumah, dan semua aktifitas dikerjakan di rumah. Kata jenuh yang merupakan ungkapan dari hati, perlu disikapi dengan tindakan aksi, yaitu dengan berdiam diri. Perlunya meningkatkan pemahaman dan kesadaran diri.
Ada yang menanyakan, sampai kapankah pandemi virus corona akan berakhir? Penelitian dan uji materi vaksin corona ternyata belum ada yang dapat memastikan, karena ada ahli juga yang menyatakan bahwa virus corona tidak akan bisa dihilangkan. Bahkan bila ada ungkapan untuk berdamai dengan virus corona itupun juga tidak akan bisa, karena perdamaian melibatkan dua belah pihak, bila satu pihak mau berdamai dan yang satu pihak tidak mau berdamai, maka akan terjadi persekongkolan terus atau terjadi permusuhan secara terus menerus. Saling menyerang, berusaha mencari kelemahannya untuk saling mengalahkan.
Karena itu bila untuk mematikan pandemi virus corona dengan cara berdiam, tidak ada kerumunan. Ini adalah merupakan suatu pilihan yang harus dilaksanakan oleh semua pihak. Untuk melaksanakan hal itu ada hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan lockdown
Masalah lockdown
Tidak semua orang mempunyai persepsi dan pemahaman yang sama, apalagi tentang keyakinan. Takutlah pada Allah jangan takut kepada selain Allah. Yang kedua adalah pemenuhan kebutuhan hidup. Kebutuhan pangan menjadi kebutuhan terbesar dalam hidup manusia, oleh karena itu perlu adanya pemenuhan dua hal tersebut. Sebelum pelaksanaan tentu telah menyediakan kebutuhan selama waktu yang tekah ditentukan.
Bukanlah dunia bila tidak ada perbedaan pemahaman dan keyakinan, karena itu berangkat dari berbagai fakta yang terjadi seperti kerumunan massa, berawal dari daerah yang tekena pandemic Covid-19 ternyata mudah menyebar pada wilayah yang lain. Kasus Jamaah Tabligh dari Gowa Sulawesi Selatan menjadi bukti bahwa pada awal-awal virus telah menyebar vidio youtube jamaah tabligh yang menentang penutupan tempat-tempat ibadah mereka mengatakan bahwa “Takutlah pada Allah, jangan takut pada virus corona atau virus corona takut pada jamaah. Ternyata dari persebaran virus corona dari mereka yang pulang dari kegiatan tabligh, setelah dicek ternyata mereka positif PDP.
Dari kasus itu, kemudian daerah yang tadinya hijau setelah kedatangan Jamaah Tabligh tersebut maka kemudian menjadi daerah yang merah. Dengan kasus tersebut setiap orang untuk saling mengingatkan, tentang pentingnya menjaga kewaspadaan dini. Setiap muslim telah melaksanakan lockdown selama sebulan, menjaga hati lisan dan perbuatan dan hal-hal yang tidak baik dan sebelum mengakhiri bulan Ramadhan telah membersihkan hati dengan membayar zakat fitrah. Maka pada umumnya telah siap untuk menerima himbauan kebaikan.
Demikian pula orang-orang miskin merasa diperhatikan orang-orang kaya, dengan zakat fitrah yang diterima dapat memenuhi kebutuhan hidup berupa makanan pokok. Nuansa kekeluargaan, kebersamaan, tidak diperlukan dokumentasi yang kemudian di upload ke media sosial. Karena itu untuk mewujudkan menghilangkan rasa jenuh itu dengan melaksanakan lockdown semoga kejenuhan akan segera berakhir.
Langganan:
Postingan (Atom)