Mendengar kata jahiliyah, bagi kita akan teringat dengan sejarah diutusnya nabi Muhammad SAW, untuk mengangkat derajat manusia dari zaman jahiliyah menuju masyarakat yang terang benderang. Kata jahiliyah ini sering dipakai sebagai zaman kebodohan, benarkah bangsa Arab pada waktu itu adalah masyarakat yang bodoh. Dalam sejarah Bangsa Arab adalah ahli dalam perdagangan, dalam bidang politik ahli dalam menyusun strategi perang, dalam bidang seni dan budaya juga amat maju, dalam bidang sosial bangsa yang mempunyai rasa persaudaraan yang sangat kuat, dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga amat maju. Penduduk Yaman berhasil menciptakan sistim irigasi yang handal sehingga hasil pertanian dan perkebunan mengalami kemajuan. Pada bagian tepi Semenanjung Arabia menjadi wilayah yang subur, seperti wilayah Yaman, Aman, Hadramaut sehingga mampu mampu menciptakan kerajaan yang amat makmur, seperti kerajaan Saba’.
Dibalik kecerdasan dalam menciptakan hasil karya seni, budaya dan manajeman pemerintahan, tetapi masyarakat Arab adalah penyembah berhala, sedang berhala itu adalah benda mati yang merupakan hasil karyanya, berhala-berhala tersebut tidak bisa berbuat apa-apa, mengapa mereka menyembah berhala, memuja dan meminta pertolongan kepadanya. Ketika mereka ditanya mengapa menyembah berhala, jawab mereka bahwa mereka hanya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lain lagi kebiasaan masyarakat pada zaman nabi Ibrahim yang dengan jelas menyembah berhala. Maka ketika berhala itu dihancurkan oleh Ibrahim, mereka marah-marah, ketika Ibrahim ditangkap untuk diadili, beliau membantah dengan mengatakan bahwa yang telah menghancurkan adalah berhala yang paling besar, diperlihatkan kepada orang-orang, pada berhala yang paling besar itu terdapat kapak. Namun mereka tidak percaya dan mengatakan bahwa mustahil bila berhala itu yang melakukan, karena dia hanyalah batu yang tidak bisa berbuat apa-apa. Namun karena kepicikan pandangan sehingga akal sehatnya tidak digunakan, dan sifat piciknya menghukum Ibrahim dengan dibakar di bara api. Pemahaman dengan dalil aqli dan naqli mereka kesampingan dengan mendahulukan hawa nafsu.
Demikian pula kebiasan membunuh terhadap bayi perempuan, karena dipandang tidak mampu berperang, pada zaman nabi Musa dan nabi Ibrahim setiap bayi laki-laki lahir dibunuh, karena mereka takut kekuasaannya akan jatuh. Begitulah ketakutan yang ada pada mereka, ingin memperoleh perlindungan tetapi mereka lari kepada taghut, demikian pula masyarakat modern yang kemudian mempertuhankan harta, tahta dan wanita. Maka arti jahiliyah yang paling tepat adalah kepicikan dalam bidang aqidah.
Pada tanggal 4 – 10 Oktober 2006 di AS diselenggarakan jajak pendapat untuk mencari jawab tentang keberadaan Tuhan, yang diselenggarakan oleh Harris Poll melalui internet diikuti 2.010 responden orang dewasa, bahwa penduduk Amerika 42% orang dewasa tidak meyakini sepenuhnya keberadaan Tuhan, hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 34 %. Sedangkan dari penganut berbagai agama 76% Protestan, 64% Katholik, 30% Yahudi mereka sangat yakin bahwa Tuhan itu ada.
Dari mereka yang mengakui tentang keberadaan Tuhan, mereka berusaha mengungkapkan tentang wujud dan peran Tuhan atas diri manusia. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah tentang jenis kelamin Tuhan, 36% responden menjawab bahwa Tuhah itu laki-laki, 37% Tuhan tidak berjenis kelamin, 10% Tuhan itu laki-laki sekaligus perempuan. Pertanyaan selanjutnya Tuhan berbentuk manusia atau bukan 41% responden menjawab bahwa Tuhan itu adalah roh atau kekuatan yang bisa berbentuk manusia tapi sifatnya tidak seperti sifat-sifat manusia. Apakah Tuhan berkuasa sepenuhnya atas semua kejadian dibumi, 29% responden mengaku yakin, 44% responden menjawab Tuhan memang mengawasu, tetapi tidak mengendalikan apa-apa yang terjadi di bumi (Suara Merdeka: 2 November 2006).
Penjernihan tauhid
Penganut agama di Amerika yang meliputi agama Protestan, Katholik dan Yahudi tidak 100% meyakini adanya Tuhan, maka tentu kita patut menanyakan bagaimanakah tanggapan masyarakat secara umum. Oleh karena keberadaan Tuhan dapat ditamsilkan, bila suatu saat kita letakkan sebuah buku di atas meja namun ketika dijumpai bahwa buku sudah berada didalam lemari. Perasaan yang timbul bahwa ada sesorang yang telah memindahkannya, karena sifat dari benda adalah tidak dapat bergerak kecuali ada yang menggerakanya. Namun bila suatu saat kita berada diruang tamu dengan seseorang, dia duduk di kursi, suatu saat dia sudah tidur, maka perasaan yang muncul bahwa salah satu benda hidup adalah gerak, yang dapat berpindah dengan sendirinya.
Segala makhluk yang maujud adalah barang yang baru yaitu buatan baru, dan sesuatu yang baru tidak dapat menjadi dengan dirinya sendiri, maka tentu ada yang membuatnya, yang mengadakanya yang semula tidak ada. Pembuat itu adalah zat yang berdiri dengan dirinya sendiri, yang menjadi salah satu sifat Allah adalah qiyamuhi binafsi, untuk membuktikan ini Socrates dan Aristophanes masing-masing adalah seorang filosof, berusaha mencari kebenaran. Masing-masing mempunyai pemikiran yang berbeda, akan tetapi dengan sikap obyektifnya mau menerima kebenaran yang bersumber dari orang lain.
Adapun perbincangannya adalah sebagai berikut:
Socrates:
Adakah orang-orang yang dapat mengherankan tuan karena kepandaiaan mereka atau karena keindahan buatannya.
Aristohanes:
Ya ada memang, seperti dalam hal sajak atau puisi saya sangat tertarik kepada syair-syair cerita dari Homero, dalam bidang lukisan ialah Zoxes dan dalam hal pembuatan patung adalah Polextic.
Socrates:
Pencipta manakah yang kiranya patut lebih diherankan, yakni pencipta gambar-gambar yang tanpa dapat memberi akal serta gerakan, ataukah yang mencipakan benda-benda yang juga memberinya akal pikiran serta kehidupan?
Aristophanes:
Tentu saja patut lebih diherankan yang menciptakan benda-benda yang dapat merasakan kenikmatan dengan memiliki akal fikiran serta kehidupan. Tetapi itupun yang terjadinya bukan karena sebagai hasil dari keadaan yang merupakan kebetulan belaka.
Socrates:
Apakah kiranya patut dianggap sebagai hal yang kebetulan, jika angota-angota tubuh diberikan kemampuan untuk melakukan hal-hal tertentu, misalnya mata untuk melihat hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, dan sebagainya, lihat saja disekitar mata terdapat berbagai macam penjagaan, ketika tidur mata harus tertutup. Apakah hal yang demikian ini juga merupakan kebetulan. Demikian pula kecondongan hati untuk mempunyai keturunan, perasan iba dan kasih sayang yang ada didalam hati setiap ibu terhadap anaknya, padahal suatu hal yang langka seorang ayah atau ibu menerima balasan kemanfaatan atau keuntungan dari anaknya. Sementara bagaimana hal ikhwal seorang bayi yang dengan sendirinya memperoleh pengertian untuk menyusu dan cara menyusunya. Apakah hal yang demikian itu juga merupakan kebetulan?
Aristohanes:
Tentunya juga bukan karena kebetulan. Ya, saya baru mengerti sekarang dengan secara pasti bahwa disana memang ada petunjuk akan adanya penciptaan. Tetapi yang pasti bahwa yang menciptakan itu tentu bersifat sangat agung, yang mencintai segala yang hidup. Namun masih ada suatu yang menyulitkan otak saya, karena memang kita semua tidak dapat melihat yang menciptakan itu.
Socrates:
Kalau begitu kita sudah menemukan titik persamaan, yaitu mengakui adanya Maha Pencipta Yang Maha Agung dan mencitai kehidupan dialam semesta. Tentang persoalan mengapa kita tidak dapat melihat Yang Maha Pencipta, maka saya ingin mendapat jawaban tuan, apakah tuan merasa mempunyai nyawa.
Aristophanes:
Tentu saja saya punya.
Socrates:
Kalau demikian sudah mudah pemecahannya. Mengapa tuan sendiri tidak dapat melihat nyawa tuan, apakah ini berarti kita boleh mengatakan bahwa pekerjan-pekerjaan yang timbul dari diri tuan adalah suatu kebetulan bukan dari pemikiran sebelumnya? (Syayid Sabiq, Aqihdah Islam: 70-72).
Tuhan berjenis kelamin?
Allah tidak serupa dengan makhluknya, laki-laki, perempuan, makan, minum, tidur, kantuk, bangun adalah fitrah insaniyah. Tetapi Allah adalah sang Khaliq yang tidak sama dengan makhluknya. Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui (Asyura: 11). Tuhan tidak serupa dengan makhluknya, Tuhan tidak dapat digambarkan sebagaimana makhluk yang mempunyai sifat tidak sempurna. Semua makhluk pasti ada cacat, kelebihan dan kekurangan. Karena itu Allah adalah Maha Sempurna baik dari sifat, dzat maupun af'alnya. Sehingga bila Tuhan berjenis kelamin adalah merupakan sifat insaniyah, sehingga dengan demikian yang satu mempunyai kelebihan atau kekurangan atas yang lainnya., demikian pula kadang yang satu dapat dilebihkan atas yang lainnya.
Sebagai muslim kita tidak diperkenankan untuk memikirkan tentang wujud Allah, tetapi kita diperbolehkan untuk memikirkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Para ahli berusaha untuk mencari Tuhan, para filosop menggunakan akal murni yang berlawanan dengan para ahli suffah yang mencari Tuhan dengan rasa. Sehingga dengan memikirkan tentang ciptaan Allah, mengadakan pengamatan dan penelitian, bahkan dengan pengembaraan akal pikiran akhirnya, ditemukan titik temu tentang adanya Allah. Keteraturaan dan kesempurnaan alam menjadi bukti adanya Allah. Demikian pula banyaknya musibah yang terjadi baik itu tanah longsor, banjir, gempa bumi, luapan Lumpur panas, gunung meletus, badai Tsunami adalah kejadiaan alam yang diluar kemampuan manusia.
Pakar sejarah Yunani Kuno Plutarch dalam lawatannya kepenjuru dunia, ditemukan kota-kota tanpa benteng, sekolah, istana dan gedung, tetapi tidak pernah dijumpai kota-kota tanpa tempat ibadah (Yusuf Qardawi, Dr, Wujudullah Existensi Allah: 34). Dengan demikian berarti ada pengendali Yang Maha Agung, dengan keagungan itu manusia adalah makhluk yang kecil.
Kelemahan dan kekerdilan manusia akan berbalik menjadi insan yang kuat bila dirinya mempunyai pelindung dzat yang Maha Perkasa, bisa diperoleh bila dirinya mau menyandarkan diri dengan mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah, hanya kepada-Nya kita beribadah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Maka perlindungan itu akan diperoleh, karena kedekatan Allah terhadap orang-orang yang beriman dan beramal shaleh adalah lebih dekat dari urat leher.
Tentang kekuasaan Allah yang menguasai atas diri manusia, dalam teologi Islam telah membahas hal tersebut dalam konsep
free will, free act dan predestination atau faham qadariyah dan jabariyah. Faham Qadariyah meletakkan manusia sebagai makhluk yang mempunyai otoritas dan kekuasaan, sehingga menusia melakukan suatu perbuatan tanpa adanya campur tangan Allah SWT. Lain lagi dengan Faham Jabariyah yang meletakkan manusia sebagi makhluk yang mempunyai kemampuaan terikat oleh kehendak Allah, manusia tidak melakukan suatu perbuatan kecuali atas perbuatan dari Allah SWT. Bila terdapat persamaan antara selain Allah dengan-Nya, maka itu hanyalah dalam sebagian sifat dan semata-mata mengenai namanya saja, jadi bukan sekali-ali dalam hakikatnya.
Pengetahuan Allah.
Allah mempunyai sifat tidak sama dengan makhluknya, Allah Maha mengetahui segala yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. (QS. Mujadalah: 7).
Dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al An'am: 59)
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yunus: 61)
Menangkal jahiliyah modern
Bila pada zaman rasul, Arab bangsa yang telah berbudaya tetapi mereka mengalami kepicikan dalam bidang aqidah, sehingga menimbulkan perilaku yang tidak sehat, suka berjudi, mabuk-mabukan, suka membunuh bayi perempuan. Maka pada zaman sekarang lebih mempertuhankan harta, tahta dan wanita. Yang pada dasarnya hal ini merupakan anugerah dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, bisa menjadi sumber kenikmatan, cobaan dan fitnah. Dari sudut pandang yang manapun adalah menjadi kenyataan bila sudah melekat pada hamba Allah baik secara pribadi maupun kolektif. Sampai sekarang masih terjadi kasus penjualan anak, money londry, jual beli Narkoba, pornografi dan pornoaksi, korupsi, kolusi.
Kejahiliyahan pada masa rasul dan sebelumnya dilakukan secara terang-terangan, tetapi pada masa sekarang bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau secara tenang-terangan yang sudah menjadi suatu sistem yang tertata dengan rapi. Para pelaku ibarat serigala berbulu domba, atau penjahat bertopengkan dewa. Kemunafikan menjadi senjata yang ampuh untuk mencapai tujuan. Hal tersebut merupakan penyakit hati yang merambah menjadi penyakit sosial, pengancur moral bangsa. Sehingga menyebabkan suatu bangsa bobrok baik dari segi ekonomi, politik, sosial, hukum.
Terapi diri akan adanya waskat (pengawasan melekat) dari Allah, dimanapun, kapanpun, perbuatan yang dilakukan baik secara terang-terangan atau secara
sirri semua dalam pengawasan Allah, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Yang kecil tidak dinasah, yang besar tidak dikurangi, semua tergantung pada perilaku yang dilakukan, itulah kebijakan dan keadilan Allah yang menjadi harapan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.
Sebaliknya bagi umat Islam secara kuantitatif pelaksanaan ibadah maghdhah adalah menjadi kebiasaan rutin yang dilakukan secara turun-temurun, belum bisa merubah sikap, watak dan karakter sebagai muslim, yang hendaknya dapat mewarisi sifat-sifat para rasul. Allah tidak memaksanakan umatnya menjadi penganut Islam, tetapi umat Islam yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, sebagai konsekwensinya adalah melaksanakan syari’at Islam. Suatu yang asing akan menjadi terbiasa, suatu yang berat menjadi ringan, yang kurang akan minta ditambah, bila rutinitas diikuti dengan peningkatan kualitas ibadah. Berusaha memahami, mendalami Islam secara kaffah dari segi aqidah, akhlaq, fiqih, tarih, yang dalam pelaksanaanya menjadi satu-kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Jadi bila 42% orang Ameriika tidak yakin adanya Allah karena pemikiran yang lepas, dengan melihat fakta dalam kehidupan dunia, antara orang yang taat beragama, orang fasik dan atheis diantara mereka ada yang dilebihkan dan ada yang tidak, maka artinya dimanakah peran Tuhan terhadap manusia jika memang Tuhan itu ada. Lain lagi dengan orang Indonesia bila disurvey, tentu 100% akan meyakini adanya Allah, walaupun mereka tidak pernah merasakan kehadiran Tuhan, tidak pernah memperlajari bukti-bukti adanya Allah, namun jika mereka menjawab bahwa Tuhan itu tidak ada, akan ada perasaan khawatir dirinya akan kualat, siapakan yang menyebakan kualat itu, Dialah Allah sebagai penyebab pertama yang tanpa sebab.