7/17/2020

Adab bersedekah menurut Alquran Al Baqarah Ayat 262, 263

Ada pepatah Jawa yang mengatakan “bandha mung titipan nyawa mung gadhuhan” harta hanya titipan, nyawa hanya pinjaman. Setiap suku bangsa mempunyai para lelulur yang meningggalkan kata bijak dan patut untuk dijadikan teladan. Salah satunya orang Jawa mempunyai perhitungan dan mengingat setiap kejadian dari sebab dan akibat. Sesuatu yang terjadi pada kehidupan manusia senantiasa dicatat dan diingat-ingat sehingga menjadi landasan dalam berbuat dan kehati-hatian dalam bertindak. Para tokoh diantaranya Frans Magnis Suseno menulis dalam buku Etika Jawa, menggambarkan tentang sikap dan kehati-hatian orang Jawa.

7/15/2020

Balasan Setiap Amal Perbuatan, Sikap Peduli dan Empati, Khutbah Jum’at

Setiap perbuatan akan dikembalikan kepadanya, cepat atau lambat, dunia atau akhirat, diberikan kepada dirinya atau dilimpahkan pada keluarganya, pasti manusia akan merasakan balasannya. Allah Maha Adil, tak ada manusia yang akan dirugikan karena telah berbuat baik, dan tidak akan dapat berlari dari siksa akibat perbuatan yang telah dilakukan.

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِقِيَامِ الْاُخُوَّةِ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَامُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ, اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ . فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَأَصْلِحُواْبَيْنَ أَخَوَيْكُمْ, وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ


Kaum muslimin Jemaah Jum’ah Rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah Jum’at ini, saya mengingatkan, marilah bersama-sama kita meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah SWT akan memberikan balasan setiap perintah dan larangan.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Annahl: 97)

Dalam ayat tersebut menerangkan bahwa balasan Allah jauh lebih baik dan lebih banyak dari yang dilakukan hamba-Nya. Hal ini karena sifat Rahman dan Rahim Allah. Demikian pula jika balasan perbuatan baik tidak dilipatgandakan oleh Allah, manusia akan menjadi makhluk yang hina, hal ini karena hawa nafsu manusia yang selalu membisikkan pada perbuatan yang tidak baik. Dalam Aluqran surat Fushshilat ayat 46 Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya”.
Itulah bahwa setiap perbuatan akan dikembalikan kepadanya, cepat atau lambat, dunia atau akhirat, diberikan kepada dirinya atau dilimpahkan pada keluarganya, pasti manusia akan merasakan balasannya. Allah Maha Adil, tak ada manusia yang akan dirugikan karena telah berbuat baik, dan tidak akan dapat berlari dari siksa akibat perbuatan yang telah dilakukan.

Kaum muslimin Jemaah Jum’ah Rahimakumullah
Dalam kondisi pandemi Covid-19, sungguh telah merubah tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan beragama. Segala sumber daya manusia dan ekonomi sosial dikerahkan untuk menanggulangi virus corona, disi lain masih ada sekelompok orang yang tidak mempercayai, karena itu dalam bidang ekonomi terjadi terjadi penurunan, di bidang sosial kadang terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan rapuhnya ukhuwah. Karena itu dalam kesempatan khutbah ini marilah kita bersama-sama selalu merajut ukhuwah, agar kehidupan masyarakat tetap harmonis. Sehingga wabah yang melanda dapat diatasi secara bersama-sama.

Dalam kondisi wabah pandemi Covid-19 disamping di dalam beraktifitas untuk selalu mamatuhi protokol kesehatan. Ada bebarapa hal yang dapat dilakukan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan imam Muslim dalam hadits nomor 4867.

  1.  Menolong orang lain dari kesulitan

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat”.
2.Memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan.

وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat.

3. Menutup aib dan kekurangan orang lain

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَ“

Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat”.

4. Menolong saudaranya yang muslim.

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim”.

5. Suka menuntut ilmu.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya”.

6. Mengkaji Alquran di masjid.

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Alqur'an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang lamban dalam berbuat kebaikan, maka nasabnya tidak cepat mengangkat derajatnya”.

Dalam hadits tersebut Rasulullah Muhammad SAW menerangkan bahwa setiap amal kebaikan pasti akan mendatangkan akibat. Akibat tersebut berupa balasan yang akan diberikan Allah. Karena itu ketika seorang hamba bermunajat, dengan penuh keyakinan dan tawakal maka Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.


7/14/2020

Mujudaken Masyarakat Adil Lan Makmur, Khutbah Bahasa Jawa


Mlebet Islam kanthi sampurna tegesipun ngamalaken kanthi konsekwen sedaya syari’at agami Islam, ing sekawan bidang inggih punika 1) bidang Aqidah, 2). bidang ibadah, 3). bidang Akhlak lan 4). bidang muamalah duniawiyah.


أَلْحَمْدُلِلّٰهِ الَّذِى وَفَّقَ مَنْ شَاءَ لِطَاعَتِهِ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ كَتَبَ شَهَادَةً لِمَنْ عَمِلَ بِشَرْعِهِ الْقَوِيْمِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الْاَمِيْنُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اهْتَدَواْ بِهَدْيِهِ وَاتَّبَعُواالنُّوْرَ الَّذِىْ اُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ, أَمَّابَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Para sedherek kaum muslimin ingkang kula mulyaaken
Wonten kesempatan khutbah Jum’at punika kawula wasiat dhateng para jamaah, manga kita sami ningkataken iman lan taqwa dhateng Allah, inggih punika kanthi nindakaken dhawuh-dhawuhipun Allah lan nebihi sedaya awisanipun. Allah SWT ngendika wonten salebetipun kitab suci Alquran surat An Nahl ayat : 90 makaten :







“ Saktemene Allah iku dhawuh marang sira kabeh supaya tumindak adil lan supaya gawe kebecikan, menehi pitulung marang ahli kerabat. Lan Allah nglarang marang sira kabeh saka tumindak jahat lan mungkar lan memungsuhan. Allah paring pepeling marang sira kabeh, supaya sira tansah eling lan ngerti “

Ayat punika nerangaken saperangan saking sifatipun tiyang ingkang taqwa dhumateng Allah. Inggih punika tiyang ingkang tansah negakaken dhateng sipat adil, remen damel sewarnining kesaenan lan remen asung pambiyantu utawi remen tetulung dhateng sanak sedherek, kosok wangsulipun dhemen tumindak jahat, mungkar lan boten remen memengsahan. Makaten ing antawisipun sifat-sifatipun tiyang taqwa. Mangga kita sedaya sami ngudi murih dados tiyang- tiyang ingkang taqwa kados ingkang dipun dhawuhaken Allah :

“ E wong wong kang Iman ! sira kabeh pada taqwa-a marang Allah kanthi sabener-benere taqwa. Lan sira kabeh aja pisan – pisan mati kejaba tetepa dadi wong Islam “ (QS. Ali Imran: 102)

Para sedherek kaum muslimin ingkang kula mulyaaken
Supados tumindak kita waget dados tiyang Islam ingkang sak leres-leresipun, kita kedah nindakaken syari’at Islam kanthi kaffah, kasebat ing dalem Alquran:

“ E Wong-wong kang Iman ! sira kabeh padha mlebua ana sajrone agama Islam kanthi sampurna. Lan sira kabeh aja padha manut tingkah-langkahe syetan. Awit satemene syetan iku mungsuh kang terang tumrape sira “ ( QS. Al Baqarah : 208 )

Mlebet Islam kanthi sampurna tegesipun ngamalaken kanthi konsekwen sedaya syari’at agami Islam, ing sekawan bidang inggih punika 1) bidang Aqidah, 2). bidang ibadah, 3). bidang Akhlak lan 4). bidang muamalah duniawiyah.

Para sedherek, sak terasipun kados pundi cara anggenipun kita mujudaken masyarakat ingkang adil lan makmur, kados resep ingkang dipun dhawuhaken dening Sayyidina Ali bin Abi Thalib, inggih punika:

يَاجَابِرُ قَوَامُ الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ بِأَرْبَعَةٍ: عاَلِمٌ مُسْتَعْمَلٌ عِلْمُهُ، وَجَاهِلٌ لَا يَسْتَنْكِفُ أَنْ يَتَعَلَّمَ، وَجَوَادٌ لَا يَبْخَلُ بِمَعْرُوْفِهِ، وَفَقِيْرُ لَا يَبِيْعُ أٰخِرَتَهُ بِدُنْيَاهُ فَإِذَا ضَيَّعَ اْلعَالِمُ عِلْمَهُ اِسْتَنْكَفَ الْجَاهِلُ أَنْ يَتَعَلَّمَ، وَإِذَا بَخِلَ الْغَنِيُّ بِمَاِلهِ بَاعَ اْلفَقِيْرُ أٰخِرَتَهُ بِدُنْيَاهُ .

“ Wahai Jabir, tegake agama lan dunia iku kelawan sekawan perkawis, tiyang alim ingkang ngamalaken ilmune, tiyang bodho ingkang boten keset ngaos, dermawan ingkang boten medit ngamalaken kesaenan, tiyang ingkang miskin ingkang boten nyade akhiratipun kelawan dunya, mila menawi tiyang alim nyia-nyiaken ilmunipun, tiyang bodoh boten purun ngaos lan bilih tiyang sugih medit nglampahi kesaenan, tiyang miskin badhe nyade akhiratipun kelawan dunyanipun. “

Dhawuhipun Sayidina Ali bin Abi Thalib punika selaras kalian perkawis ingkang sampun dipun dhawuhaken dening Rasulullah SAW:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ قَوَامَ الدُّنْياَ بِأَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ أَوَّلُهَا بِعِلْمِ الْعُلَمَاءِ وَثَانِيْهَا بِعَدْلِ اْلاُمَرَاءِ وَثَالِثُهَا بِسَخَاوَةِ اْلاَغْنِيَاءِ وَرَابِعُهَا بِدَعَاءِ الُفُقَرَاءِ.

“ Rasulullah SAW ngendika: Ngertia sira kabeh, satuhune tegake donya (negara) kelawan patang perkara: sepisan ilmune para ulama’, kapindo adile para penguasa, telu lomane wong-wong sugih, papat dongane wong-wong fakir”

Sarana dhawuhipun Sayidina Ali bin Abi Thalib lan dipun kiataken dening dhawuhipun Rasulullah SAW punika, kita saged pikantuk gambaran lan pedoman bilih dunya utawi negari ing pundi kemawon saget tegak, adil lan makmur, menawi dipun tunjang kaliyan sekawan perkawis, inggih punika;
1. Ilmunipun para ulama, ingkang dipun sebaraken kanthi purun maringi pawulangan dhateng tiyang ingkang bodho supados saget mangertos dhateng punapa tugas lan kewajibanipun salami gesang wonten ing alam dunia. Mangertos tata caranipun ibadah, mangertos aturan pergaulan utawi akhlak ingkang mulya, mangertos hukum agami, mangertos masalah halal lan haram lan aturan lintunipun sahingga benjang dados tiyang ingkang manfaat migunani kangge agaminipun, nusa lan bangsanipun. Lantaran perjuanganipun para alim ulama punika, ing akhiripun badhe nglahiraken para pemimpin, sarjana, cerdik cendekiawan ingkang badhe saget majengaken negarinipun tumuju dhateng masyarakat ingkang adil lan makmur.

Ngengingi pentingipun ilmu kangge modal kemajengan bangsa lan negari, pramila mangga para generasi muda penerus perjuanganipun bangsa sami cancut taliwandha ngudi ilmu ingkang sak kathah-kathanipun kangge sangu gesang kita, ingkang kathah sanget hambatan, rintangan lan tantanganipun. Sak terasipun ilmu pengetahuan lan ilmu agami ingkang paling penting inggih punika ingkang gegayutan kaliyan masalah akhlakul karimah, amargi menawi generasi muda boten nggadhahi pendidikan akhlakul karimah akibatipun negari punika badhe hancur, kita gatosaken bilih risakipun negari punika gumantung risakipun akhlak, kados ingkang sampun diaturaken dening penyair ingkang masyhur, Syauqi Bey;

اِنَّماَ الْاُمَمُ الْاَخْلَاقِ مَابَقِيَتْ* فَاِذَا هُمُّوْا ذَهَبَتْ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوْا

“Langgenge setunggaling bangsa inggih punika salami akhlaqipun langgeng, menawi akhlakipun ical, musnah ugi bangsa punika “ ( Syauqi Bey )

2. Kejujuranipun para pejabat pemerintah, anggenipun ngatur lan nata negari, hukum lan aturan ditegakaken kanthi adil lan bijaksana, perjalanan roda ekonomi diatur kanthi rata lan ningkataken sumberdayane rakyat, boten namung wonten lingkungane para pejabat, bebas saking korupsi, kolusi lan nepotisme. Ketentraman lan keamanan negari dipun jagi kanthi sae, kemakmuran saget dipun raosaken rakyat secara nyata, boten wonten ketimpangan sosial, ingkang sugih tambah sugih ingkang mlarat tambah mlarat, pokokipun menawi pemerintah saget berbuat kanthi adil insya Allah negari punika badhe ngalami kemakmuran, aman, rukun, damai sejahtera jaya lan sentosa.

3. Lomanipun tiyang ingkang sugih. Para hartawan punika supados purun ngurbanaken dunya lan bandhanipun kangge kepentingan umum, purun bantu dhateng para fakir miskin ingkang tansah nandang sengsara lan kekirangan, kanthi zakat utawi sedekah langkung- langkung kangge kepentingan umum kados dene bangun panggenan ibadah lan pendidikan ugi sarana lan prasarana lintunipun, sebab menawi boten wonten lomanipun tiyang sugih, nalika tiyang fakir miskin sami betahaken pambiyantu kemungkinan badhe timbul kecemburuan social, kados dhene perampokan, penjarahan, perampasan, pembakaran lan lintu- lintunipun . Menawi tiyang sugih boten loman negari badhe kenging bala’ utawi musibah ingkang boten kita ajengaken, cara ingkang ampuh kangge nyegah bala’ utawi musibah boten sanes kejawi tiyang-tiyang sugih sami purun ngedalaken zakat lan shodaqoh dhateng para fuqoro lan masakin. Malahan kanthi purun ngedalaken zakat lan shodaqoh boten namung saged nolak bala’ utawi musibah nanging ugi saged nyuburaken, nambah lan ningkataken rizki lan kemakmuranipun negari.

4. Donganipun para fuqara lan masakin, artosipun para fuqara lan masakin badhe tunduk dhateng sedaya aturan agami lan negari, malah kersa dongaaken dhateng para pemimpin, para ulama lan para aghniya. Sedaya kalawau badhe kasembadan menawi para ulama kersa berjuang maringi piwulang dhateng tiyang ingkang bodho, para pejabat sami tumindak ingkang adil dhateng rakyatipun, para tiyang sugih purun bantu dhateng para fuqara lan masakin. Insya -Allah para fuqara lan masakin badhe purun dongaaken dhateng sedaya para ulama, para pemimpin lan para aghniya. Sehingga akhiripun saged kawujud masyarakat ingkang adil, makmur, gemah ripah loh jinawi karta raharja. Amargi sedaya komponen bangsa kalawau saged nyadari lan nindakaken fungsi lan tugasipun piyambak- piyambak.

Menawi sekawan unsur kalawau saget dipun tindakaken kanthi sadar fungsi lan tugasipun insya -Allah badhe mujudaken masyarakat ingkang adil lan makmur, inggih masyarakat Khairu Ummah, kados ingkang sampun dipun isyarataken kaliyan Alquran surat Ali Imran : 110

“ Sira kabeh iku umat ingkang paling bagus kang di lahiraken kangge manungso, mrintah marang kebagusan lan nyegah marang kemungkaran lan iman marang Allah..” ( QS. Ali Imron : 110 )
Wujud masyarakat kados mekaten punika ingkang dipun idam-idamaken Islam, masyarakat punika minangka dambaan sedaya manungsa, sedaya warga negara, sedaya generasi ing sepanjang zaman. Mugi-mugi masyarat kita badhe dados masyarakat ingkang utama kados ingkang sampun diisyarataken Alquran. Amin ya Rabbal alamiin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ, وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ


7/12/2020

Pemimpin Yang Baik, Saling Mencintai dan Saling Mendoakan

Kita sering mendengar kata pemimpin, sebenarnya apakah memimpin itu? Pemimpin adalah orang yang memimpin. Maka bila ada pemimpin pasti ada yang dipimpin karena itu kedua keduanya saling berkaitan. Di dalam hadis nabi Muhammad disebutkan bahwa kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.

Kepemimpinan dalam Islam berdimensi dunia akhirat, karena bertanggungjawab kepada yang memberikan mandat didunia yaitu pejabat yang diatasnya. Kepemimpinan berorientasi akhirat karena setiap kemimpin bertanggung jawab terhadap Allah. Kepemimpinan merupakan amanah, untuk memmimpin dan membawa pada yang dipimpin mendapaatkan kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan. Untuk mewujudkan masing-masing pemimpin mempunyai skill dan styile yang berbeda-beda sehingga didalam melaksanakan kempemimpinan mempunyai efektifitas dan produktifitas yang bebeda-beda.

Di dalam organisasi pemimpin dibagi menjadi tiga macam, pertama manajemen puncak top manajer (manajer puncak), kedua middle manager (manajer menengah), ketiga low manager/ supervisor (manajer bawahan). Seorang pemimpin harus mempunyai keterampilan manajemen (manajerial skill) ataupun keterampilan teknik (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi, semakin rendah keterampilan manajemennya. Hal ini karena aktivitas yang dilakukan bersifat operasional, sebaliknya semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi, semakin menonjol keterampilan manajemennya karena aktivitas yang dijalankan bersifat konsepsual konsepsional. Dengan kata lain semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara konseptual, strategis dan makro. (Umam, Khaerul (2015), Manajemen Organisasi, Pustaka Setia, Bandung hal: 126)

Pemimpin melaksanakan kepemimpinan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan, karena itu bila tujuan bisa dicapai maka disitulah wujud kesuksesan seorang pemimpin, sebaliknya bila pemimpin tidak mempunyai visi, pandangan yang positif, maka tidak mempunyai rencana atau program jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Pemimpin yang demikian ini ini sangat mustahil akan bisa membawa pada anggoat pada kemajuan dan perkembangan yang positif. Karena cenderung pemimpin yang demikian ini hanya mempunyai keterampilan keterampilan teknis secara spesifik yang tidak bisa membuat program dan perencanaan yang signifikan.

Untuk menjadi pemimpin yang bisa membawa pada ada anggota yang dipimpinnya mencapai tujuan yang direncanakan maka seorang pemimpin dengan yang dipimpin mempunyai sikap saling mencintai, saling mendoakan sehngga akan terwujud keharmonisan. Rasulullah telah menjadi figur uswatun hasanah, sehingga apapun yang dikatakan sesungguhnya telah dilaksanakan.

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." Sahabat ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?" maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka." (HR. Muslim: 3347, 3348)

Dari hadits tersebut disebutkan syarat-syarat pemimpin yang baik:

  1. Pemimpin mencintai anggota atau rakyatnya, sehingga amanah kepemimpinannya diterima dengan senang untuk mewujudkan kecintaannya.
  2. Yang dipimpin atau rakyatnya mencintai pemimpinnya, yang karenanya akan terwujud harmonisasi dalam kehidupan, terwujud saling menghargai dan menghormati.
  3. Pemimpin mendoakan kepada yang dipimpin atau rakyatnya. Pemimpin akan membimbing, mengarahkan, melindungi anggota sehingga anggota merasa aman, nyaman, bahagia dan sejahtera.
  4. Anggota yang dipimpin/ rakyat mendoakan pada pemimpin, karena pemimpinnya dapat membimbing dan menyelamatkannya.

Bila dalam suatu organisasi terjadi sikap kontra produktif, tidak adanya sikap saling menyayangi dan menghormati maka kepemimpinan akan terjadi kegagalan. Bagaimana pemimpin yang tidak dicintai rakyatnya akan berupaya untuk mewujudkan kesejahtraan rakyatnya. Demikian pula pemimpin yang tidak mencintai rakyatnya tentu akan berbuat sewenang-wenang, bahkan segala upayanya hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Telah banyak contoh tentang pemimpin dan rakyat yang saling mencintai, menghormati sehingga Allah melimahkan barakahnya.

7/11/2020

Shalat Jum’at Dua Tahap dan Renggangkan Shaf, Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020

Shalat merupakan rukun Islam yang kedua yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam dalam kondisi apapun, kapanpun dan di manapun shalat wajib di laksanakan. Bagi orang yang mukim atau bagi orang yang musafir tetap wajib melaksanakan shalat. Orang yang sehat dan orang yang sakit juga wajib menegakkan shalat,orang yang sedang sibuk atau sedang mempunyai keluangan waktu juga wajib untuk menegakkan shalat. Karena shalat adalah merupakan tiang agama, barangsiapa yang menegakkan shalat maka berarti orang tersebut telah menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkan shalat maka berarti orang tersebut merobohkan agama.

Shalat mempunyai berbagai macam keutamaan, shalat dapat memberikan jalan yang terang kepada orang Islam, Shalat akan dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, shalat bisa menjadi solusi atas segala kesulitan hidup, shalat bisa membukakan Rizki dan shalat bisa menjadi jalan bagi hamba Allah untuk memasuki surganya.

Untuk mencapai kesempurnaan shalat, maka Islam menandaskan tegakkanlah shalat pada waktunya, melaksanakan shalat secara berjamaah, bila berjamaah juga rapatkanlah serta luruskanlah shafnya. Dalam kondisi pandemi virus corona, telah merubah kebiasaan baik umat Islam kepada hal-hal yang tidak semestinya dilakukan, seperti kebiasaan untuk menegakkan shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf. Pada kondisi pandemi Covid- 19, sebelum penetapan new normal, maka shalat berjamaah untuk dilaksanakan di rumahnya masing-masing. Sebaliknya setelah pemerintah menetapkan new normal, maka shalat bisa dilaksanakan dengan berjamaah di masjid, mushola atau di langgar, dengan menerapkan protokol kesehatan, diantaranya adalah dengan menjaga jarak.

Menjaga jarak ketika melaksanakan shalat bagi sebagian umat Islam, mereka dapat menerima dengan keikhlasan, mereka menyadari dan memahami apa yang menjadi himbauan pemerintah. Namun ada juga sebagian dari umat Islam yang tidak mempercayai atau tidak mau melaksanakan sosial distancing atau menjaga jarak ketika sedang melaksanakan shalat. Karena itu dengan kondisi yang demikian ini, tentu saja di tengah-tengah masyarakat akan timbul dua perbedaan pemahaman. Demikian juga ketika melaksanakan shalat Jumat, dalam kondisi new normal pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi umat Islam untuk menegakkan shalat Jumat dengan menerapkan protokol kesehatan, diantaranya adalah dengan menjaga jarak.

Demikian juga sebentar lagi umat Islam yang akan melaksanakan shalat Idul Adha, maka bagi yang melaksanakan shalat khususnya shalat Jumat di masjid di tengah pemukiman yang padat penduduknya, maka dimungkinkan masjid tidak bisa menampung jamaah. Masjid yang seharusnya bisa digunakan secara penuh, tetapi hanya bisa digunakan sepertiga dari jumlah jamaah masjid.

Shalat Idul Adha yang diksanakan di masjid maka sudah dipastikan tidak bisa menampung jumlah jamaah. Apalagi bila menerapkan sosial distancing. Bagaimanakah umat Islam yang sudah terbiasa melaksanakan shalat Jumat di masjid, bolehkah melaksanakan shalat Jumat di masjid dengan dua tahap? Setelah melaksanakan shalat Jumat pada tahap yang pertama kemudian dilanjutkan dengan tahap yang kedua.

Ada pendapat yang membolehkan melaksanakan shalat Jumat di langgar, mushola atau di gedung pertemuan yang lain. Karena itu untuk menyikapi hal yang demikian ini Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa Nomor 31 tahun 2020 berkaitan dengan penyelenggaraan shalat Jumat dan shalat jamaah untuk mencegah penularan wabah Covid 19.



7/09/2020

Ciri-Ciri Orang Bertaqwa dan Konsekwensi Yang Harus Dilakukan, Khutbah Bahasa Indonesia

Realisasikan taqwa pada amaliah keseharian akan membentuk tabi’at atau watak serta perangai yang menjadi ciri-ciri orang yang bertaqwa. Walaupun tabi’at itu sekecil biji sawi pengaruh taqwa tersebut akan memberikan pencerahan dan aura kesejukan serta kedamaian pada diri seseorang yang bertaqwa dan juga lingkungan sekitarnya.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ فَرَضَ عَايِناً بِأَعْمَلِ الصَّالِحَاتِ وَنَهَى بِأَعْمَلِ السَّيِّئَاتِ وَالْمُنْكَرِ. أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْـدَهُ لاَشَـرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِىَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا حَبِيْبِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَمَنْ وَالَهُ . أَمَّا بَعْدُ.فَيَا عِبَادَ اللهِ, اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ .

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini, kami senantiasa mengajak pada para jema’ah marilah kita tingkatkan iman dan takwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. yaitu dengan sekuat daya upaya melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

Dalam khutbah juma’ah ini akan kami sampaikan ciri-ciri orang yang bertakwa agar kita dapat yakin dan menjadi sebenar-benar insan muttaqin dihadapan Allah SWT dan implementasi taqwa kita berpengaruh positif pada masyarakat di sekeliling kita.

Dengan ketaqwaan yang demikian Islam mampu menunjukan misi utamanya sebagai agama rahmatan lil’alamin, bukan sebagai agama yang terhijab/ tersekat dan tertutup oleh orang Islam itu sendiri. Sebagaimana disampaikan oleh Syeh Muhammad Abduh :
أَلْاِسْلَامُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ
“Agama Islam tertutup (perkembangannya) oleh orang Islam sendiri”

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Pengertian taqwa yang telah masyhur dikemukakan oleh para ulama adalah “Menyamakan atau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghindar atau menjauhi larangan-larangan-Nya “
Dari pengertian tersebut banyak sekali konsekwensi yang harus kita laksanakan untuk mewujudkan dengan sebenar-benar taqwa, diantaranya:
1. صِحَّةُ الْعَقْدِ : Prinsip teguh dalam keimanan dan ketauhidan.
Allah telah berfirman dalam surat Al Fussilat 30 yang Artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian merekia meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlahkamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
2. أَلْعَمَلُ بِالْعِلْمِ : Prinsip kewaspadaan berdasar pengetahuan dengan cara berpegang teguh pada agama yang haq dan murni yaitu agama Islam sebagai petunjuk dan pemandu amaliyah ummat dengan kesempurnaan syari’atnya. Allah berfirman didalam surat Ar-Ruum 30 yang Artinya :
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesui fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
3. أَلصِّدْقُ بِالْقَصْدِ : Perinsip kesungguhan dalam kebaikan. Sungguh sungguh melaksanakan peribadatan dengan niat dan ikhlas. Peribadatan demikian ini akan sampai pada tujuan dan memiliki bobot/ kwalitas dihadapan Allah SWT.
4. أَلْوَفَاءُ بِالْعَهْدِ : Prinsip disiplin. melaksanakan kewajiban sesuai / tepat waktunya.
5. اِجْتِنَابُ الْحَدِّ : Prinsip menghindar dari kerusakan. Berusaha keras dengan segala daya upaya menghindari larangan Allah dan rasul-Nya. Karena pada dasarnya larangan yang dilaksanakan pastilah menyebabkan kerusakan.

Dari direalisasikan taqwa pada amaliah keseharian maka akan membentuk tabi’at atau watak serta perangai yang menjadi ciri-ciri orang yang bertaqwa. Walaupun tabi’at itu sekecil biji sawi pengaruh taqwa tersebut akan memberikan pencerahan dan aura kesejukan serta kedamaian pada diri seseorang yang bertaqwa dan juga lingkungan sekitarnya.

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Allah menyebutkan beberapa ciri orang bertaqwa
termaktub didalam Alquran surat Al Baqarah ayat 1-5:


Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dalam Alquran surat Ali Imran 133-134 juga disebutkan:

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu luang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan”.

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Berdasar firman Allah tersebut di atas bahwa ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa yaitu :
1. Mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki baik di waktu luang maupun sempit.
2. Mereka yang beriman kepada (Alquran) & (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelumnya.
3. Mereka yang yakin akan adanya akhirat.
4. Mereka yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.

Namun lebih dari itu kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan, agar tidak termasuk orang yang merugi karena hari ini kita lebih baik dari hari kemarin. Dan untuk mencapai sebenar-benar taqwa, sebagaimana disampaikan oleh Syeh Al Muhasibi salah seorang ahli tasyawuf berpendapat bahwa bukti utama ketaqwaan ialah bersikap wara’ terhadap larangan-larangan Allah. Yang dimaksud dengan wara’ oleh Syeh Ibrahim bin Adham, ialah “meninggalkan segala sesuatu yang meragukan dan yang tidak berarti, meninggalkan yang diharamkan, yang makruh dan bahkan yang tidak diperlukan oleh agama”.
Demikian khutbah Jum’ah ini kami sampaikan semoga kita dapat selalu meningkatkan taqwa kita kepada Allah setelah mengetahui ciri-ciri dan konsep peningkatannya, amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ .وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ


7/08/2020

Kuwajiban Putra Dhateng Tiyang Sepuh, Khutbah Basa Jawa

Tiyang  punika ingkang paling ageng lelabetan utawi jasanipun dhumateng kita menawi dipun bandhing kaliyan tiyang sanes. Inggih lantaran tiyang sepuh, kita lahir ing ngalam dunya. Lan tiyang sepuh khususipun ibu, prihatosipun sakelangkung. Nalika ngandhut, kapeksa kedah naati aturan ingkang awrat. Perkawis-perkawis ingkang dipun anggep bebayani tumrap si ponang jabang bayi kedah dipun tilar, sahingga ibu anggenipun dhahar, sare, nyambut damel, kraos dipun watesi, boten saged bebas. Punapa malih nalika nembe nglairaken bayi, asring para ibu sami ngraos sakit ingkang tanpa upami, mandar boten sekedhik ingkang seda sebab mbabaraken putranipun.

أَلْحَمْدُلِلّٰهِ الَّذِىْ خَلَقَ الْاِنْسَانَ وَعَلَّمَهُ الْبَيَانَ, أرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى سَاِئِر الْاَدْيَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ اَلْوَاحِدُ الَمَنَّانُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّابَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Kaum muslimin jema’ah Jum’ah Rahimakumullah
Langkung rumiyin sumangga kita tansah ngunjukaken raos syukur dhumateng ngarsanipun Allah SWT ingkang sampun paring mapinten-pinten kenikmatan dhumateng kita sedaya, salawat saha salam mugi katur dhumateng junjungan kita nabi agung Muhammad SAW saha para keluarga sahabat tabi’in tabi’in ila yaumiddin. Sak lajengipun minangka khatib kawula wasiyat dhumateng awak kula piyambak khususipun lan umumipun dhumateng panjenengan sedaya sumangga kita sesarengan tansah ningkataken taqwa dhumateng Allah SWT kanthi nindaaken sedaya dhawuhipun Gusti Allah lan nebihi sedaya awisanipun Allah SWT, sahingga menawi kita saget nindakaken perkawis kasebat fa insya-Allah kita badhe wilujeng wonten dunya ngantos dumugi akherat, amin ya Rabbal ‘alamin.

Kaum muslimin jemaah Jum’ah Rakhimakumalah
Menawi kita gatosaken lan mirengaken wonten ing berita, surat kabar utawi elektronik mapinten-pinten kedadosan ing masyarakat kita, boten sakedhik putra sami mengsahi tiyang sepuhipun piyambak, namung kanthi jalaran ingkang sepele, kados amargi pemanggihipun boten sami, penyuwunipun boten dipun sembadani, utawi sebab sanesipun, langkung-langkung tumrap putra ingkang pendidikanipun langkung inggil ananging miskin agami lan miskin pengalaman, lan tiyang sepuhipun pendidikanipun asor ananging kebak pengalaman.

Ingkang putra supe bilih bekti dhateng tiyang sepuh punika wajib hukumipun, keranten supe, pramila putra ngedalaken tembung kasar ingkang saged damel sakiting manah tiyang sepuhipin, ingkang ndadosaken tiyang sepuh duka. Kang mangka dukanipun tiyang sepuh nedahaken dukanipun Allah SWT Rasulullah SAW nate ngendika:

رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ, وَسَخْطُ اللَّهِ فِي سَخْطِ الْوَالِدَيْنِ


"Ridhane Allah iku gumantung ing ridhane wong tuwa loro lan bendune Allah iku gumantung ing rengune wong tuwa loro (HR. Tirmidzi)

Kaum muslimin jemaah Jum’ah Rakhimakumullah
Bentenipun pemanggih antawis tiyang sepuh kaliyan putra sakjatosipun inggih perkawis ingkang limrah, ananging menawi ngantos medhot pasedherekan, ateges boten limrah, awit ingkang mekaten wau nedahaken bilih putra ingkang duraka dhateng tiyang sepuhipun, ateges ingkang putra nindakaken dosa ageng. Saupami panci tiyang sepuh ingkang lepat, ananging piyambakipun tetep boten saged nampi pemanggihipun putra ingkang leres, putra boten kenging ngantos medhot shilaturrahim. Putra inggih tetep kedah ngurmat lan bekti kaliyan tiyang sepuh, sinaosa boten sarujuk kaliyan pemanggihipun, amargi saget ugi menawi pemanggihipun nerak wewalering agami.

Kaum muslimin jemaah Jumah Rahimakummalah
Perlu kita akeni bilih tiyang sepuh kita punika ingkang paling ageng lelabetan utawi jasanipun dhumateng kita menawi dipun bandhing kaliyan tiyang sanes. Inggih lantaran tiyang sepuh, kita lahir ing ngalam dunya. Lan tiyang sepuh khususipun ibu, prihatosipun sakelangkung. Nalika ngandhut, kapeksa kedah naati aturan ingkang awrat. Perkawis-perkawis ingkang dipun anggep bebayani tumrap si ponang jabang bayi kedah dipun tilar, sahingga ibu anggenipun dhahar, sare, nyambut damel, kraos dipun watesi, boten saged bebas. Punapa malih nalika nembe nglairaken bayi, asring para ibu sami ngraos sakit ingkang tanpa upami, mandar boten sekedhik ingkang seda sebab mbabaraken putranipun.

Ugi boten kirang rekaosipun nalika ngrimat lan nggulawenthah putranipun wiwit alit ngantos dumugi agengipun. Tiyang sepuh ngorbanaken jiwa, raga, bandha, wekdal, pikiran lan pangorbanan sanesipun. Kebebasan sang ibu khususipun, kenging pun wastani dipun rampas dening putranipun ngantos pinten-pinten tahun. Ananging ibu ngraos kosok wangsulipun. Ibu lega lila lan boten ngraos kawratan nindakaken tugas-tugas wau, mandar ngraos kosok wangsulipun. Ibu lila ngraos luwe asal putranipun ngraos tuwuk, ibu lila boten sare asal putranipun saged tilem, ibu ngraos cekap ngagem ageman prasaja asal putranipun saged ngagem ageman ingkang edipeni. Samanten ugi bapak, sinaosa repotipun boten kados dene ibu.
Kanthi punika Allah dhawuha dhateng para putra kapurih sami bekti lan taat dhateng tiyang sepuh saksampunipun taat dhumateng Allah SWT. Al-Qur’an nyebataken wonten ing surat An-Nisa’ ayat 36


Artosipun:”Lan sembahen Allah lan ojo sira nyekutokake nganggo apa bae lan gawe becika marang wong tuwa loro” (QS: An-Nisa’ ayat 36)

Kaum muslimin jemaah Jum’ah Rakhimakumullah
Lan ing dalem agami Islam, tumindak sae utawi bekti dhateng tiyang sepuh punika kalebet pakerti ingkang paling dipun tresnani dening Allah. Sahabat Ibnu Mas’ud RA nate nyuwun priksa dhumateng Rasulullah SAW:

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى ؟ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَلْتُ: ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ اَلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ متفق عليه


”Pundi amal ingkang paling dipun tresnani dening Allah? Rasul ngendika ”shalat ing ndalem wektune” kawula matur, lajeng punapa malih?” Panjenenganipun ngendika.” Bekti marang wong tuwa loro,” kawula matur malih lajeng punapa malih? Panjenenganipun ngendika berjuang fi sabillillah.” (HR.Bukhari muslim)

Kaum muslimin jemaah Jum’ah Rakhimakummalah
Ewodenten wujud bektinipun, antawisipun damel tiyang sepuh ridha lan remen, biyantu tiyang sepuh nalika betahaken pitulungan arupi tenaga, pemanggih, bandha, donga, boten damel gerahing manah lan sanes-sanesipun. Namung perlu kawuningan bilih perkawis taat dhateng tiyang sepuh punika wonten watesipun, inggih punika menawi tiyang sepuh ndhawuhi kita nindakaken kesaenan; menawi dhawuhi maksiat, kita boten pareng taat. Sebab Rasulullah SAW nate ngendika:

اِنَّمَاالطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوْفِ

“Satemene taat iku mung kanggo perkara kang bagus (HR. Muslim).
Punapa malih menawi tiyang paring dhawuh supados nindakaken maksiat utawi ingkang kalebet musyrik, jalaran kalih-kalihipun dados awisanipun Allah SWT. Alquran nyebateken wonten surat Luqman ayat 15:

“Lan lamun wong tuwamu sakloron meksa marang sira supaya nyekutoake marang Ingsun kang sira ora mengerteni perkara mau, mangka sira aja naati marang wong tuwa loromu mau lan srawungana loro-lorone ing dunya kanthi becik (QS Luqman 15)

Jema’ah Jum’ah Rahimakumullah!
Sakterasipun, damel sae dhateng tiyang sepuh kalih punika boten cekap namung nalika tasih sugeng ananging sinaosa sampun seda inggih, kita kedah bekti dhumateng tiyang sepuh kita. Wondene caranipun bekthi dhateng tiyang sepuh sasampunipun seda, nalika satunggaling sahabat wonten ingkang nyuwun priksa dhumateng Rasulullah SAW perkawis kasebat, Rasul paring pangendikan:

أَلصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالْاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَاِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَاِكْرَامُ صِّدِيْقِهِمَا وَصِلَّةُ الرَّحِمِ اَلَّتِىْ لَا تُوْصَلُ اِلَّابِهِمَا

Artosipun: “(1) Nyolati jenazahe, (2) nyuwunake pangapura (3) ngleksanakake apa kang dadi janjine (4) mulyakake wong-wong kang dadi sahabate wong tua, lan (5) Nyambung sanak kang ora disambung kejaba kelawan wong tuwa lorone”. (HR. Abu Dawud)

Kaum muslimin Jemaah Jum’ah Rakhimakumalah
Menawi putra malah duraka dhateng tiyang sepuh mila Allah bakal paring siksa kelawan:
a. Kalebetaken dosa ageng ingkang saged anjalari mlebet neraka
b. Sedaya ngamalipun boten manfaat
c. Kejawi badhe nampi pidana ing akhirat, ugi nalika taksih ing ngalam dunya badhe dipun bendoni.

Mekaten mugi-mugi kanthi khotbah punika saged mantepaken kita anggenipun bekthi dhateng tiyang sepuh ingkang taksih jumeneng punapa dene ingkang sampun seda. Amin ya mujiibassaaillin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ, وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ


7/06/2020

Tobat, Hapus Dosa dan Kesalahan Untuk Wujudkan Kebeningan Hati

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dalam sebaik-baik bentuk. Karena sangat mustahil, bila Allah menciptakan manusia dengan tidak sempurna lalu diberi mandat untuk menjadi khalifatul ard (wakil Allah di muka bumi). Dengan kesempurnaan penciptaan tidaklah cukup, karena manusia harus diuji dalam beberapa tingkatan. Lalu Allah memberikan kelengkapan sebagai penunjang bagi kesempurnaan manusia.

Kelengkapan dan kesempurnaan panca indra dan fungsinya, lalu diberi akal, hati dan agama. Bila hilang salah satu fungsi tersebut, maka kesempurnaan manusia akan menjadi berkurang. Bahkan kekurangan itu sampai pada level yang lebih rendah daripada binatang ternak.
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai’. (QS. Al A’rof: 179

Apakah yang menjadikan kekurangan dari kesempurnaan itu? Hal ini karena disamping hati yang akan selalu merenung, mengakui kebesaran Allah. Namun Allah menciptakan hawa nafsu. Hawa nafsu harus dikendalikan, sehingga ketika hawa nafsu tidak terkendali akan menimbulkan perbuatan tercela sehingga berbuat salah dan menimbulkan dosa baik dosa kecil maupun dosa besar.

Upaya menghapus dosa
Kategori dosa ada dua yaitu dosa kecil dan dosa besar. Bentuk dosa kecil tidak terhitung jumlahnya, berbeda dengan dosa besar sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

"Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan." (HR. Buchari Muslim)

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang kaba'ir (dosa-dosa besar). Maka Beliau bersabda: "Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh orang dan bersumpah palsu". (HR. Buchari Muslim)

Dosa besar menjadi penghalang untuk meraih rahmat dan ampunan Allah. Bila dosa kecil sangatlah mudah untuk dihapuskan, misalnya dengan berjabat tangan, mengucapkan istighfar, berwudu. Namun karena dosa kecil jumlahnya sangat banyak maka potensi manusia untuk berbuat dosa juga semakin banyak, sehingga jangan sepelekan ketika sudah melakukan dosa kecil.

Sebagai ilustrasi, ada sebuah kaca jendela yang baru saja dipasang dan masih nampak bersih, sehingga dengan kaca itu bisa menerangi ruangan terutama pada siang hari tanpa menggunakan lampu atau penerangan. Namun karena kaca tersebut sering terkena debu, dari sedikit demi sedikit, debu tersebut menempel pada kaca. Karena tidak pernah dibersihkan maka dari debu tersebut akan terus menempel sehingga menjadi hitam dan menutupi kaca tersebut. Sehingga walaupun pada siang hari ruangan tetap gelap dan harus mendapatkan penerangan atau lampu karena itu sekalipun dalam ruangan itu ada jendela, namun karena kaca tersebut penuh dengan kotoran. Pada awalnya adalah merupakan debu yang ringan dan disepelekan, namun lama-kelamaan menjadi kotoran yang berat sehingga menutupi sinar yang akan masuk ke dalam ruangan itu. Karena itu dosa kecil bila dibiarkan secara terus menerus akan semakin berkumpul dan akumulasi dosa kecil seakan menjadi dosa besar.

Karena itu sekalipun dosa kecil hendaknya selalu dibersihkan agar hati tetap bening sehingga mudah menerima petunjuk Allah, dengan memperbanyak istighfar menyempurnakan wudhu . Adapun untuk yang dosa besar hanya bisa dilakukan dengan melakukan tobat, permohonan ampun kepada Allah.


“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. Attahrim: 8)

Dalam Tafsir Alquran terbitan Departemen Agama, bahwa orang yang percaya kepada Allah dan rasulnya diperintahkan untuk bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. Adapun ciri-ciri taubatan nasuha adalah 1) berhenti dari perbuatan maksiat yang telah dilakukan, 2) menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukan atau perbuatan tercela yang telah dilakukan, 3) tidak akan mengulangi perbuatan maksiat yang telah dilakukan.

Bila dosa yang berkaitan dengan haqqul Adam, misalnya mencuri atau merampok maka hasil jurian, rampokan dan jarahan agar dikembalikan kepada pemiliknya. Kemudian bila menuduh orang berbuat zina dan tuduhan itu adalah tuduhan palsu, maka agar menyerahkan diri dan dilanjutkan dengan permohonan maaf kepada orang yang telah dituduh. Bila melakukan perbuatan menggunjing yang mengarah pada perbuatan fitnah maka agar meminta maaf kepada orang yang telah digunjingkan atau difitnah. Karena sesungguhnya pergunjingan adalah perbuatan tercela, bila nyata maka itu adalah termasuk ghibah dan apabila tidak nyata maka itu termasuk kategori fitnah.


“Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,” (QS. Al Baqarah; 191)

“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh”. (QS. Al Baqarah: 217)

Bila telah melakukan kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan haq Adam, maka agar diselesaikan terlebih dahulu, baru meminta maaf kepada Allah dan selanjutnya bertobat mudah-mudahan dengan bertobat itu akan bisa menghapuskan dosa-dosa yang sudah dilakukan. Nabi Muhammad sekalipun pribadi yang maksum, sudah dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa, namun beliau selalu melakukan istighfar bertaubat kepada Allah dalam sehari tidak kurang dari 100 kali. Bagaimanakah dengan umatnya?

6/30/2020

Panduan Shalat Idul Adha 1441 H/ 2020 M Di Masa New Normal, SE Menteri Agama RI Nomor 18 Tahun 2020

Shalat Idul Adha adalah ibadah tahunan, ibadah yang dinantikan bagi setiap umat Islam, mereka berbondong-bondong ke tempat pelaksanaan shalat Id , sambil mengucapkan takbir, tahlil dan tahmid. Membesarkan asma Allah, mesucikan asma Allah dan mumuji keagungan Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Suci Allah, Maha Esa, maka hanya kepada Allah kita memuji, berharap dan mengagungkan-Nya, tiada zat yang berhak disembah kecuali Allah. Pelaksanaan ibadah yang dinantikan itu berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, karena pada masa pandemi Covid-19, dalam kondisi new normal pemerintah mengeluarkan panduan pelaksanaan shalat Idul Adha dan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.


6/27/2020

Pembatalan Haji Tahun 2020 Karena Kondisi Pandemi Covid-19, KMA 494 Tahun 2020

Banyak orang yang mengharapkan untuk segera menunaikan panggilan Allah yaitu melaksanakan ibadah haji. Masa tunggu yang cukup lama sering kali calon jamaah haji yang sudah membayar setoran ibadah haji, bertanya-tanya masih berapa tahun. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena usia yang bertambah, merasa ingin segera berangkat haji selagi masih sehat, bisa juga terhipnotis terhadap teman atau saudara yang berangkat haji sejak awal telah menjadi orang-orang yang dimuliakan, demikian pula setelah pulang haji begitu meningkatnya amal ibadah. Namun ternyata harapan itu menjadi pupus karena pandemi virus corona yang melanda dunia, karena itu pemerintah menetapkan untuk membatalkan pemberangkatan haji tahun 2020.

Dengan keputusan pemerintah tersebut maka harus ikhlas dan sabar menerima keputusan, bukankah haji adalah panggilan, ketidak dipanggilnya karena pandemi Covid-19, maka agar tidak terulang lagi pada tahun-tahun yang akan datang setiap orang hendaknya mematuhi ketentuan pemerintah untuk mengadakan pencegahan yaitu denga mematuhi protokol kesehatan, sosial distancing/ jaga jarak, membiasakan memakai masker, membiasakan cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menghindari kerumunan, selalu menjaga kebersihan. Jangan terlena dengan new normal karena sesungguhnya kehidupan belum benar-benar normal, yang diindikasikan bahwa pandemic Covid-19 belum sirna dan belum ditemukan vaksinnya.