Setiap orang tentu mengharapkan mempunyai keluarga yang shalih, setiap anggota keluarga, antara ayah, ibu dan anak dapat memahami dan mengamalkan syaria’t agama Islam. Walaupun harapan ini kadang dihadapkan dengan realitas kehidupan yang menimbulkan kedisharmonisan kehidupan dalam rumah tangga.
Salah satu sebab keretakan kehidupan dalam rumah tangga ini adalah karena harta.
Keluarga yang hidup dalam kekurangan, kadang menjadi pemicu timbulnya keretakan dalam rumah tangga yang akhirnya menimbulkan perceraian. Namun justru sebaliknya rumah tangga yang hidup dalam kecukupan juga kadang menjadi penyebab keretakan yang akhirnya menimbulkan perceraiaan. Harta yang menjadi pemicu ini bisa terjadi pada pihak laki-laki atau perempuan. Harta memang suatu amanah, sejauh mana seseorang kuat akan membawa amanah.
Banyak terjadi kisah orang-orang yang kufur nikmah dengan rizki yang melimpah itu, sebut saja Qarun yang hidup pada zaman nabi Musa, betapa kayanya, sehingga kunci gudang hartanya saja tidak kuat di bawa oleh 40 ekor onta. Demikian pula Sa’labah yang hidup pada zaman rasul, betapa beliau adalah berasal dari orang yang miskin, namun dengan kemiskinan itu dia tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah. Suatu saat berfikir dan memohon kepada rasul agar didoakan agar menjadi orang yanga kaya. Sehingga dengan kekayaan itu dia bersama istri akan melaksanakan ibadah bersama-sama. Mengapa demikian karena begitu miskinnya sehingga pakaian yang dikenakan harus bergantian dengan istrinya, ketika dia shalat istrinya di rumah dalam keadaan telanjang, dan setelah dia pulang, pakaian segera ditanggalkan untuk dipakai istrinya guna menegakkan shalat.
Rasul mendoa’akan dengan diberikan modal berupa kambing, ketika kambingnya masih sedikit beliau masih rajin melaksankan shalat dengan tenang. Namun ketika kambing yang dimiliki semakin berkembang dan menjadi banyak, sehingga lahan untuk menggembala semakin berkurang dan harus mencari lahan baru yang jauh dengan tempat sujud. Ternyata semakin jauh dari tempat sujud juga semakin jauh dari Allah. Karena ketaatan dalam menjalankan syari’at agama tidak dilaksanakan secara sempurna.
Belum lagi kisah legenda Jawa Barat Malin Kundang. Dan tentu saja masih banyak lagi kisah-kisah tetang harta dan manusia yang mestinya menjadi wasilah untuk menikmati nikmatnya kehidupan dunia dan akherat namun justru menjadi bencana. Bagaimana pula dengan kondisi sekarang ketika seorang suami adalah seorang pekerja karier dengan penghasilan yang besar, relasi dan pergaulan semakin banyak, ternyata diam-diam mengkhianati istri dengan menduakan atau mentigakan atau mengempatkan dengan alasan nikah sirri. Demikian pula sebaliknya seorang istri karier dengan jabatan tertentu dan penghasilan yang besar ternyata juga banyak tergiur dengan laki-laki lain. Sehingga bila anugerah Allah yang berupa harta ini tidak digunakan sesuai dengan petunjuk agama, maka akan memudahkan perceraian.
Bila perceraian ini benar-benar terjadi, andaikan usia pernikahan sudah 10 tahun, pada tahun pertama dia diberikan amanah berupa anak yang dibesarkan dengan kasih-sayang kedua orang tua. Dan orang tuapun nampak senang dengan amanah itu sehingga terjalin cinta kasih lagi sehingga pada tahun ketiga mempunyai anak lagi, makin bertambah harmonis keluarga tersebut. Keluarga bahagia dibina dengan cinta kasih, harta yang diperoleh dapat ditempatkan sesuai dengan proporsinya. Rasa cinta anak pada orang tua terus tertanam sehingga kedua orang tua menjadi idola bagi buah hatinya. Cinta kasih suami istri terus membara sehingga pada tahun kelima dan seterusnya diberi amanah lagi buah hati.
Namun bagaimanakah keharmonisan dalam rumah tangga, ketika sang laki-laki merasa berpenghasilan lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga. Atau dari pihak wanita yang mulai tergiur dengan pesona laki-laki lain. Dua insan yang telah membina keluarga harmonis, sakinah, mawaddah dan rohmat ini sama-sama berpotensi untuk melakukan penyelewengan. Sehingga usia pernikahan menginjak 7 tahun mulai nampak kedisharmonisan daam rumah tangga. Sikap saling terbuka menjadi saling tertutup, masing-masing menyimpan rahasianya. Bila rumah tangga yang harmonis kemudian mulai terjadi keretakan maka anaklah yang menjadi korban. Dari sikap kasih sayang orang tua berbalik menjadi sikap tak acuh terhadap nak-anaknya.
Bila hal ini terjadi pada ibu, anak akan bertanya pada ayahnya, mengapa ibu kok seperti itu. Demikian pula bila yang terjadi pada ibu, anak akan bertanya pada ayah, mengapa mengapa ayah yang demikian. Namun bila orang tuanyanya sama-sama tertutup, maka anak- anak cerita pada teman, tetangga, maka terbukalah aib dalam rumah tangga. Cinta kasih dalam keluarga akan menjadi kepalsuan. Antara suami atau istri akan menyampaikan kebohongan pada anak-anaknya. Bagaimanakah anak-anak yang dibesarkan dari kebohongan. Tentu kelak juga akan menjadi pembohong.
Bila keretakan dalam rumah tangga akhirnya menjadi perceraian, maka anak dalam sebuah keluarga menjadi terlantar, kehilangan kasih-sayang. Bila anak ikut ibu saya anak akan dikondisikan untuk membenci ayahnya, ayah seorang laki-laki buruk yang tidak boleh ditiru, sehingga anak tidak boleh menemui ayah dan sebaliknya. Demikian pula bila anak ikut dengan ayah juga akan dibesarkan sebagai pribadi yang membenci ibunya. Anak tidak boleh menemui ibunya dan sebaliknya. Ingatlah bahwa harta yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya tidak akan dapat meggantikan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Bagaimanakah ketika dia diajak berjalan-jalan pada suatu obyke wisata, dia melihat anak-anak kecil sebaya, sedang bersendau gurau dengan ayah dan ibunya. Walaupun sedang menikmati es degan dan ikan bakar yang sama, namun anak-yang dibesarkan dalam cinta kasih dalam keluarga akan nampak lebih riang.
Maka begitu pentingnya keteladanan, ibdak binnafsi, pengendalian diri lebih utama dari sekedar untuk iseng. Karena sesungguhya iseng tetapi karena dilaksankan secara terus-menerus maka akan menjadi kebiasan, baik dari sikap tutur kata maupun perbuatan akan mengarah pada sesuatu yang akan menimbulkan penyesalan. Orang Jawa mempunyai pepatah
“witing trisna merga seka kulina” tumbuhnya cinta karena dari kebiasaan. Pepatah Indonesia mengatakan
“jangan main api bila tidak ingin terbakar”. Karena itu keberhasilan membangun rumah tangga hendaknya diikuti dengan pembinaan dalam keluarga secara terus-menerus. Karena sesungguhnya keluarga yang baik akan menentukan masa depan generasi yang lebih baik. Generasi yang baik ini akan terus berkesinambungan dalam meraih kebahagiaan hidup didunia maupun di akherat kelak.
Karena itu sebaik-baik orang tua adalah yang diidolakan olah anak-anaknya. Namun anak selalu dimotivasi untuk menjadi insan yang labih baik, karena itu untuk mewujudkan generasi yang shalih membutuhkan perhatian dan ketekunan semua pihak dengan pelatihan, sikap ikhlas, dan istiqomah. Usaha untuk membentuk generasi yang shalih diperlukan usaha-usaha sebagi berikut:
1. Kelahiran yang didahuli dengan pernikahan.
Pernikahan adalah gerbang yang syah untuk membentuk anak yang shalih, pernikahan adalah murah, namun untuk meraih keberkahan, kenikmatan dan ketenangan yang tiada batas. Karena itu anak yang dilahirkan dalam pernikahan yang syah akan mempunyai tingkat kepercayaan ketika memasuki bangku sekolah untuk belajar. Karena didalam akte kelahiran telah disebutkan secara jelas siapa ayah dan ibunya.
Bagaimanakah mereka yang pernikahannya tidak jelas nama ayah dalam akte kelahirn tidak ada, demikian pula bagi wanita yang mau menikah ternyata laki-laki yang selama ini dikira adalah ayahnya ternyata hanya ayah biologis, sehingga tidak berhak untuk menjadi wali.
2. Masuk pertama dengan do’a.
Pengantin baru yang akan mengawali hubungan sebadan diberikan tuntunan yang jelas oleh Islam, minimal dengan diawali dengan doa,memohon kepada Allah agar janin yang akan diukirnya menjadi suci terbebas dari godaan syetan. Akan lebih bagus lagi bila didahului dengan berwudhu dan shalat terlebih dahulu.
3. Kenalkan nama-nama Allah.
Mengumandangkan azan pada telinga kanan dan iqamat pada telinga kiri, hal ini merupakan pendidikan pertama terhadapa anak tentang plajaran tauhid.
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Annahl: 78)
4. Berikanlah nama yang baik (nama adalah doa).
Berilah anak dengan nama-nama yang baik, namun tidak harus dengan bahasa Arab. Nama yang baik ini sesungguhnya menjadi do’a dan harapan khususnya bagi orang tuanya. Bila menggunakan bahasa daerah, gunakan kata atau kalimat yang baik.
5. Dikhitan
Khitan adalah syari’at nabi Ibrahim yang dilanjukan pada syari’at nabi Muhammad. Dengan khitan akan menunjang terwujudnya kesucian, kebersihan dan juga kesehatan alat kelamin. Dengan terwujudnya ini maka kelak anak yang dilahirkan akan menjadi pribadi yang sehat.
6. Didikan secara Islam.
Konsep pendidikan Islam telah disampaikan oleh Allah, bagaimana Lukmanul Hakim mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Konsep beliau tercantum didalam Alquran surat Luqman ayat 12-19:
1) Bersyukurlah kepada Allah.
2) Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
3) Berbuat baik kepada dua orang ibu- bapanya, dan kepada ibunya yang telah mengandung semakin bertambah hari semakin lemah.
4) Tetap berbuat baik walaupun seandainya orang tuanya mengajak berbuat munkar.
5) Agar mewaspadai godaan syetan yang mengajak dan menjerumuskan ke jalan yang sesat, karena sebesar apapun, amal baik atau buruk akan dimintai pertanggung jawabkan oleh Allah.
6) Menyuruh untuk menegakkan shalat dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh ridha Allah, karena dengan ridha-Nya akan dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar.
7) Menyuruh (manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah (mereka) dari perbuatan yang mungkar.
8) Senantiasa bersabar terhadap musibah yang menimpa.
9) Janganlah bersikap sombong dan angkuh.
10) Sederhana waktu berjalan, lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh dan sombong itu dilarang Allah karena pembicaraan yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga, seperti tidak enaknya suara keledai.
7. Bi’ah Islamiyah (lingkungan yang Islami).
Pendidikan anak sangat dipengauhi oleh lingkungannya, bila lingkungan baik anak-anak akan tumbuh menjadi generasi yang baik, sebaliknya bila lingkungan buruk, setiap anggota masyarakat bebas dan secara terbuka melakukan kemaksiatan maka anakpun akan tumbuh menjadi generasi yang berkarakter buruk. Karena itu agar lingkungan menjadi baik, hendaknya di awali dari lingkungan keluarga, insya-Allah keteladanan suatu keluarga dalam aspek ibadah dan muamalah akan menimbulkan simpati keluarga yang lain sehingga terdoronglah keluarga yang lain untuk meneladani. Allah SWT telah memerintahkan kepada orang oarang yang beriman agar menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka.
Demikianlah bahwa problema kehidupan keluarga untuk mewujudkan generasi yang shalih, dari waktu-kewaktu permasalahan semakin pelik dan komplek. Namun yakinlah bahwa setiap kesulitan pasti ada solusi, sehingga setiap muslim senantiasa diuji didalam menjalankan ketaatan. Sabar untuk memerangi kemaksiatan dan sabar terhadap sikap dan perlakuan orang lain. Dan menciptakan generasi yang shalih diperlukan langkah terpadu dari seluruh komponen masyarakat.