Hari Jumat adalah Sayyidul ayyam yaitu penghulunya hari. Hari Jumat, hari yang lebih utama karena itu, pada hari Jum’at umat Islam banyak memanfaatkan kesempatan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Dimulai dari kegiatan pada sore hari, pada umumnya orang-orang setelah melaksanakan shalat magrib kemudian dilanjutkan dengan pembacaan dzikir, tahlil untuk mendoakan kepada para leluhur yang sudah mendahuluinya, memohon kepada Allah agar diberikan kemuliaan, kebahagiaan di alam kubur. Kemudian setelah melaksanakan shalat Isya biasanya dilanjutkan dengan kegiatan majelis taklim, baik yang dilaksanakan di masjid, musholla, langar, surau atau dilaksanakan dari rumah penduduk. Karena umat Islam juga banyak yang mengikuti kegiatan majelis taklim secara bergilir dari rumah angota jemaah ke anggota yang lain.
Kegiatan majelis taklim diselenggarakan secara sukarela, tanpa ada paksaan, tetapi setiap orang biasanya bergabung pada jamaah tertentu, karena merasa ada suatu kecocokan dengan pimpinan, keanggotaan, metode dan materi dalam majelis taklim. Majlis taklim merupakan kegiatan pendidikan agama pada masyarakat yang diselenggarakan secara swadaya, dari Jemaah, oleh Jemaah dan untuk Jemaah, disamping kadang karena inisiatif dari tokoh agama untuk menyebarkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat. Pada majelis taklim tertentu, kadangkala ada yang bersifat statis dan ada yang dinamis, tergantung dari SDM pengurusnya, pada dasarnya jemaah mengikuti apa yang menjadi inisiatif pengurusnya. Pada malam hari banyak pula umat Islam yang menggunakan waktunya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Pada pagi hari pun biasanya banyak orang Islam yang memanfaatkan hari Jumat juga untuk memperbanyak ibadah kepada Allah dengan mengikuti kegiatan kuliah subuh, tadarus Alquran kemudian dilanjutkan dengan ziarah ke makam, untuk membersihkan pemakaman, menabur bunga dan mendoakan arwah yang telah bersemayam.
Pada siang hari, pada waktu pelaksanaan shalat Jum’at, ada orang Islam mempunyai kepentingan sendiri-sendiri untuk meningkatkan amal ibadahnya. Sebagian orang menyebut sebagai Jum’at berkah, karena itu pada hari Jum’at banyak orang yang mengalokasikan pemikiran, harta, kesempatannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga dengan Jum’at berkah, banyak masjid yang sudah menyediakan kepada para jamaah, hidangan makan siang. Takmir masjid berinisiatif untuk mengumpulkan konsumsi dari para dermawan atas dasar sukarela. Ada Jemaah yang memberikan kesanggupan dan disampaikan kepada takmir masjid dan ada yang langsung dikirim ke masjid. Karena itu untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan kadangkala takmir masjid yang menggunakan dana infaq kotak amal untuk kepentingan para jemaah.
Bagaimana agar jamaah yang tidak mampu merasa tertolong dengan keberadaan masjid, paradigma memakmurkan masjid pada zaman sekarang yang lebih fleksibel, dinamis, kreatif. Bagaimana orang yang tidak mampu, akan muncul rasa suka ke masjid. Mereka menggunakan fasilitas masjid seperti listrik, halaman, teras, serambi, tempat wudhu, MCK, bahkan kadang digunakan untuk kepentingan pribadi. Pengurus masjid tetap memberikan kebebasan untuk menggunakan fasilitas masjid. Secara materi masjid akan kekurangan dana, akibat dari penggunaan air, listrik dan alat kebersihan, biaya tenaga kebersihan. Tetapi justru yang demikian ini bisa menyadarkan orang-orang yang tidak mampu, muncul dorongan untuk memberikan sesuatu guna kepentingan masjid.
Ada satu kisah bahwa pada suatu saat ada seorang yang melaksanakan salat Jumat di Masjid, orang tersebut berupaya ingin mengetahui kondisi masjid, bagaimana kegiatan shalat Jum’atnya, bagaimana khatibnya, bagaimana imamnya dan bagaimana jamaahnya. Orang tersebut ingin menambah ilmu, bershilaturahmi, dan dia telah menyiapkan sejumlah uang untuk dimasukkan ke dalam kotak infaq. Dia merasa menjadi orang yang mampu, walaupun bila dibandingkan dengan pelaksanaan ibadahnya sudah lebih baik atau masih kurang. Karena sesungguhnya seluruh kegiatan di masjid memerlukan biaya.
Kadang tanpa disadari bahwa masjid yang megah, indah, bersih, tersedianya air yang melimpah, penerangan yang cukup, sound system yang bagus, petugas khatib, imam, muadzin yang kadang juga perlu dana. Banyak orang yang tidak peduli, misalnya ketika masuk masjid ada sampah berserakan hanya bilang masjid kok banyak sampahnya, lantai masjid kotor hanya bilang masjid kok kotor, masuk tempat wudhu, hanya bilang tempat wudhu kok kotor, berlumut, airnya kecil, masuk ke thoilet hanya berkata, kok kok kotor, pesing dan licin. Harusnya kita bertanya, masjid itu punya siapa? Siapa yang bertugas merawat masjid? Dari mana sumber dana untuk perawatan masjid? Dan hal yang ringan namun belum banyak melakukan, ketika melihat sampah berserakan untuk diambil dan dimasukkan ke tempat sampah, bila lantai kotor ikut menyampu, bila tempat wudhu kotor turut membersihkan, bila thoilet berbau pesing, kotor agar turut membersihkan. Bila merasa bukan tugasnya dan merasa tidak pantas, maka perkontribusilah dengan hartanya. Bukankah Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga manusia bisa berpartisipasi dan berkontribusi dengan ucapan, perbuatan, pemikiran dan harta.
Amal dilihat dari niatnya.
Ada hal yang menarik dermawan yang datang ke masjid telah merasa mampu dan merasa puas terlayani dengan kegiatan- kegiatan ibadahnya. Ketika keluar dari masjid, disana dia menyaksikan sebagaimana di masjid yang lain menyediakan makanan, minuman. Ada makanan besar, ada makanan kecil. Semua itu disediakan bagi para jamaah secara bebas, kemudian dia melihat beraneka macam makanan, baik makanan yang berat dan makanan ringan. Namun pada dirinya tidak ada daya tarik untuk mengambil makanan tersebut, karena dia merasa sebagai orang yang mampu, sehingga dia merasa tidak berhak untuk ikut menikmati hidangan yang telah disediakan.
Namun ternyata dia melihat makanan tertentu, yang nampak sangat menarik dan enak, walaupan makanan tersebut tidaklah terlalu mahal namun dalam hatinya ada rasa penasaran. Dia melihat orang sedang antri untuk mengambil namun dia tetap berlalu, ternyata dalam hatinya muncul keinginan untuk kembali, setelah berbalik arah menuju pada tumpukan makanan dia berbalik lagi, tetap merasa tidak enak dan malu. Dia melihat ada jamaah yang mengambil lebih dari satu, dan itu juga tidak dilarang, sambil menunjukkan pada temannya dia berkata lapar, dia belum sarapan dan lain sebagainya.
Ternyata orang yang tertarik dengan makanan tertentu, di dalam hatinya muncul keinginan Jum’at besok akan Jumatan lagi di masjid ini, kemudian muncul lagi di dalam hatinya, bisikan di dalam hatinya saya besok mungkin ada kesempatan untuk mengambil hidangan itu. Seandainya terlaksana Jum’at berikutnya ke masjid tersebut, akan berjuang untuk melawan niat yang rendah dan tidak baik agar dapat memurnikan niat ibadah karena Allah. Janganlah niat mulia bercampur dengan niat selain untuk Allah, karena bisa jadi nilai ibadah akan mengikuti pada niatnya, sebagimana sabda rasul:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
"Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang (berniat) hijrah kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa (berniat) hijrah karena dunia yang bakal diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya itu." (HR. Buchari: 6195)
Lalu Bagaimanakah orang yang mempunyai niat untuk beribadah, tetapi juga berniat untuk mencari yang lain, di sinilah bahwa kemurnian hati itu hendaknya kita jaga, kita murnikan niat mudah-mudahan dengan niat yang baik Itulah, maka akan menjadi amal yang baik. Karena itu kalau dalam satu perbuatan tapi ternyata mempunyai dua niat otomatis antara niat yang baik dengan niat yang kurang baik itu adalah akan berimbang, maka orang yang beribadah dikhawatirkan nilai ibadahnya akan hilang, atau akan impas dengan niat dari ibadah Lillah.
Lain halnya ketika orang beribadah karena Allah, beribadah tidak ada tendensi lain kecuali untuk Allah, namun ternyata mendapatkan sesuatu, maka disinilah yang disebut sebagai ziyadah bil khoir, bahwa setiap amal perbuatan kalau diniati dengan ibadah Insya-Allah akan membuahkan hasil lain sebagi tambahan. Niat ibadahnya lurus, kemudian mendapatkan nilai yang lain yang baik. Mudah-mudahan dengan niat yang lurus akan dapat meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala, amin.