Dalam suatu komunitas setiap orang akan tampil dengan perfoma dirinya sendiri, akan menunjukkan bahwa dirinya eksis dan bahkan menunjukan bahwa dirinya mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang lebih dibanding dengan yang lain. Sadarkah dengan perilaku dan perbuatannya itu, tentu ada yang disengaja bahkan menjadi suatu ambisi agar dirinya dianggap lebih tahu, sehingga akan menjadi rujukan bagi anggota komunitas yang lain. Bila kita saksikan dalam panggung politik, retorika, ucapan dan janji menjadi upaya untuk meraih suatu ambisi, bahkan terkadang terdapat hal-hal yang tidak mungkin untuk dilakukan akhirnya menjadi tuntutan untuk dilakukan. Bahkan suatu yang harus dijawab tidak kemudian menjadi ya, dan sesuatu yang harus dilakukan ternyata menjadi suatu yang muskil untuk dilakukan.
Pernah dalam suatu komunitas ada seorang yang berprinsip untuk bersikap apa adanya, low profile, tidak mengada-ada namun tetap dalam komitmen untuk mentaati aturan dalam suatu komunitas atau organisasi. Ketika orang lain berbicara tentang kelebihannya, keahliannya, kemampuan, bahkan aset dan kekayaannya dia berupaya untuk menyembunyikan kelebihan yang dimiliki, bukan karena rendah diri, namun tetap mencermati akan kemampuannya dengan menerapkan perilaku yang integratif, komitmen dan tanggung jawabnya.
Seiring dengan perjalanan waktu ternyata dia menjadi sosok yang dikagumi bahkan menjadi sumber inspirasi bagi yang lain. Kekaguman dari suatu komunitas bukan suatu retorika namun sungguh menjadi suatu sikap dan perbuatan yang berkesan dan mempunyai unsur kesamaan dengan komunitas yang lain, sehingga menjadi suatu kesepakatan yang muncul dari hati setelah menyaksikan sikap dan perbuatannya yang bisa dijadikan sebagai teladan.
Sikap yang demikian ini jauh hari telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW, bagaimana ketika beliau masih kecil, dalam lingkungan pergaulan bersama dengan teman-temannya. Beliau telah menjunjukkan sikap dan karakter yang berbeda dengan komunitas teman-temannya. Bagaimana ketika teman-temannya suka berjudi, mabuk-mabukan, berkelai beliau menjukkan sikap yang bijaksana, tidak turut serta kepada teman-temannya yang berperilaku jelek tersebut. Sehingga dalam komunitasnya beliau dipanggil dengan sebutan Al Amin, suatu gelar kehormatan yang tidak diberikan kepada teman-temannya. Hal ini karena rasa simpatik dari khalayak yang telah melihat dengan mata dan menjadi kebiasaan Rasulullah yang selalu berperilaku baik, jujur, dapat dipercaya dan tidak pernah berdusta. Ketika beliau menyaksikan kesesatan dan kejahatan dalam masyarakat yang semakin menggejala maka beliau memilih untuk beruzlah, guna mendapatkan ketenangan dan petunjuk.
Tanda-tanda sebagai pemimpin umat dan menjadi pilihan Allah untuk diutus sebagai rasul terakhir. Dalam hal ilmu pengetahuan beliau bukan orang yang berpendidikan, karena beliau tidak bisa membaca dan menulis. Allah memilih-Nya dari masyarakat desa yang biasa bekerja keras, sejak kecil telah terbiasa dengan menggembala kambing. Kondisi yang panas, haus dan lapar menjadi hal terbiasa, sehingga ketika lapar beliau meletakkakan batu pada perutnya untuk mengganjalnya. Beliau adalah anak yatim, sehingga sejak kecil telah terlatih dengan hidup untuk berjuang dan berkurban. Beliau mengajarkan tata cara memasak dengan memperbanyak kuahnya, yang dimaksudkan agar memberikan hasil masakannya kepada tetangga sebelahnya. Karena bisa jadi tetangga sebelah berada dalam kekurangan, dan akan turut merasakan makan yang enak bukan dari baunya saja.
Konsep menajemen diri.
Manusia sebagai makhluk pribadi ingin selalu eksis dalam masyarakat, diakui keberadaannya bahkan dapat dijadikan panutan. Bila meniru perilaku Rasulullah, beliau telah melakukan apa yang dikatakan, jadi tidak sekali-kali beliau mengatakan kecuali telah dilaksanakan. Sehingga Rasullulah benar menjadi figur uswatun hasanah, yaitu pribadi yang dapat dijadikan sebagai teladan.
Dalam suatu komunitas hendaknya jangan terlalu berlebihan terhadap dirinya sendiri, memaksankan diri untuk menjadi yang terbaik namun tidak diimbangi dengan sikap dan perilaku. Karena sesungguhnya iman merupakan aktualisasi dari keyakinan yang diwujudkan dengan amal perbuatan. Antara hati, lisan dan amal adalah menjadi satu kesatuan.
Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan, tidak ada manusia yang sempurna kecuali orang yang bisa mengakui kelebihan dan kemampuan orang lain. Tidak ada manusia yang paling baik kecuali yang selalu berupaya untuk mencari kebaikan dan merealisasikan syari’at dan norma agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Komitmen, tanggung jawab dan keteladanan menjadi kepribadian yang selalu diperjuangkan.
Manusia adalah makhluk yang berke-Tuhan-an, karena itu mengingat pada sejarah penciptaan manusia, bahwa Allah menciptakan jin dan manusia agar mereka menyembah kepada Allah. Implementasi penyembahan adalah dengan mentaatai semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Orang beriman yang senantiasa menyembah kepada Allah. Semua perintah dan larangan Allah pasti ada hikmahnya, setiap perintah pasti akan mendatangkan kemaslahatan baik di dunia dan di akhirat. Demikian juga setiap larangan Allah juga pasti ada hikmahnya. Mengapa Allah memerintahkan untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa Ramadhan dan melaksanakan haji. Perintah ini bersifat global, masih banyak perintah Allah yang mempunyai kekuatan hukum sebagai wajib, sunnah atau mubah. Demikain pula larangan Allah mulai dari haram, makhruh, subhat.
Allah melarang minum-minuman keras, berjudi, zina, membunuh, durhaka pada orang tua dan perbuatan-perbuatan terlarang lainnya, pasti mengandung hikmah. Namun seandainya dalam waktu singkat, nyaris belum ada bedanya, bukan berarti sama saja. Karena dalam waktu yang lama setiap perilaku jahat pasti akan menimbulkan musibah, bencana, mala petaka bahkan kehancuran dalam kehidupan dunia. Dan dalam pengadilan Allah kelak di hari qiyamat akan menjadi hamba Allah yang akan dikumpulkan kepada golongan makhluk jahad yang selalu ingkar terhadap Allah SWT.
Manusia makhluk dua dimensi, manusia terdiri dari jasat dan ruh. Kehidupan manusia tidak akan berakhir setelah terjadi kematian, setiap manusia akan dibangkitkan pada hari qiyamat untuk mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannnya. Di akhirat akan diperlihatkan keadilan Allah, tidak ada manusia yang teaniaya karena telah melakukan kebaikan dan tidak ada yang akan memperoleh kebahagiaan karena telah melakukan kejahatan. Setiap manusia akan bertanggung jawab kepada Allah atas perbuatannya, tidak ada persahabatan, tidak ada persekongkolan, semua orang akan sibuk memikirkan urusannya sendiri-sendiri. Orang tua lupa pada anak, anak lupa pada orang tua, suami lupa pada istri dan sebaliknta istri lupa pada suaminya.
Untuk mewujudkan kebahagiaan hidup di akhirat maka harus terdapat keseimbangan dalam kehidupan dunia untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Di dunia manusia menjadi khalihatul ard (wakil Allah di bumi) untuk menjaga, mengatur, memelihara, melestarikan dan menggunakannya. Karena itu sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat. Alam semesta telah disediakan bagi kehidupan manusia, karena itu perkuat eksistensi manusia sebagai makhluk pribadi, sosial dan makhluk Tuhan.