Manusia adalah makhluk dengan dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia adalah makhluk Allah yang diberi taklif, tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan, memanfaatkan sumber daya alam, karena itu manusia disebut sebagai khalifah, wakil Allah dimuka bumi. Disamping itu manusia adalah hamba Allah yang mempunyai tugas untuk menyembah beribadah kepada Allah, manusia diberikan tugas sebagai khalifah dan sebagai hamba Allah. Dua hal ini ini Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dilakukan oleh manusia.
Sangat penting untuk menerapkan prinsip keseimbangan, urusan dunia dan juga urusan akhirat diseimbangkan. Rasul pernah bersabda “berbuatlah duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhirat, seakan-akan engkau akan mati besok pagi”. Dari hadits ini jelas sekali bahwa kita diberikan kewenangan untuk mencari karunia Allah dalam kehidupan dunia juga mencari karunia untuk kehidupan akhirat, mengapa? Dunia ini sementara, dunia hanyalah permainan, panggung sandiwara, dunia ini adalah seperti orang yang berpergian suatu saat akan kembali.
Manusia hidup di dunia tidak akan lama, tetapi hidup di akhirat adalah untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke alam akhirat kelak, manusia akan hidup di alam barzah atau alam kubur sampai batas waktu yang hanya Allah yang mengetahui. Setiap orang kelak di hari Qiamat akan mempertanggungjawabkan setiap amal perbuatan yang sudah dilakukan. Amal baik akan mendapatkan pahala yang kelak akan dimasukkan ke dalam surga nya Allah. Amal yang buruk maka akan mendapatkan dosa dan kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. Pada dasarnya surga dan neraka adalah merupakan pilihan.
Dunia adalah ladang untuk menanam kebaikan sebagai bekal besok di hari Qiamat. Agar menjadi orang-orang yang lebih baik maka carilah suatu keteladanan didalam hidup ini, agar kehidupan kita itu bisa menjadi lebih baik. Dalam urusan akhirat maka lihatlah kepada orang yang lebih alim, orang yang lebih taat, giat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Misalnya ada orang yang rajin membaca Alquran, lihatlah dia, tirulah dia. Ada orang yang rajin menegakkan shalat degan berjamah, lihatlah dia, contoh lah. Ada orang gemar berderma, membantu pada orang-orang yang fakir miskin dan yang membutuhkan, lihatlah dia maka dalam hatinya akan muncul rasa kepedulian untuk mebreikan bantuan. Jangan melihat kepada orang yang dibawahnya, bila dalam hal ibadah melihat kepada orang yang dibawahnya, maka dia akan susah untuk mencapai pada tingkat kesempurnaan dalam pengamalan ajaran agama Islam. Sebaliknya dalam urusan dunia maka lihatlah kepada orang yang di bawahnya Rasulullah SAW pernah bersabda:
خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ وَمَنْ نَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا
"Ada dua perkara yang barangsiapa memilikinya maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, dan barangsiapa yang tidak memiliki keduanya maka Allah tidak mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan penyabar, yaitu barangsiapa yang melihat (mengukur) agamanya dengan orang yang lebih tinggi darinya lalu dia mengikutinya, dan barangsiapa yang melihat (mengukur) dunianya dengan orang yang paling rendah darinya lalu dia memuji Allah atas karunia yang diberikan kepadanya, maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, namun barangsiapa yang melihat agamanya dengan orang yang lebih rendah darinya dan melihat dunianya dengan orang yang lebih tinggi darinya dan dia bersedih atas dunia yang tidak didapatkannya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar." (HR. Tirmidzi: 2436)
Allah akan melihat orang yang bersyukur dan bersabar adalah orang yang melihat orang lain dalam hal ibadahnya kepada orang yang di atasnya dan orang yang melihat orang lain dalam hal keduniawiannya kepada orang yang di bawahnya. Maka visualisasi dalam mencari keteladanan adalah dengan melihat orang-orang yang baik dalam hal ibadahnya pada orang yang di atasnya. Dengan ini orang akan mnghitung- menghitung, menyadari kekurangan yang ada pada dirinya, dia akan menjauhkan diri dari sifat kibir, ujub, riak dan perilaku-perilaku lainnya. Dengan demikian akan menjadi orang yang lemah lembut, berperilaku baik, pandai dalam mensyukuri dan menghormati orang lain, tidak mudah untuk menyalahkan orang lain, karena bila melihat orang lain dalam hal ibadah, kepada orang yang diatasnya, maka sungguh kecil dirinya alangkah dhaifnya.
Demikian pula dalam urusan duniawi, lihatlah kepada yang di bawahnya, niscaya akan menjadi orang yang bersyukur. Misalnya ada orang yang mempunyai mobil dan mobilnya sudah mobil yang tua, bila sedang berbincang dengan teman-temannya yang mempunyai mobil baru maka dirinya merasa iri dan bersedih kenapa tidak bisa memiliki mobil yang baru. Karena itu hendaknya melihat kepada orang yang di bawahnya, bersyukur dirinya mempunyai mobil, walaupun mobilnya tua, tapi masih bisa digunakan untuk beraktivitas. Waktu hujan tidak kehujanan, waktu panas tidak kepanasan dan mobilnya tidak macetan, ini masih sangat beruntung, coba kalau melihat temannya atau saudaranya tidak mempunyai mobil dan hanya mengendarai sepeda motor, kalau hujan kehujanan, panas juga kepanasan, kena debu, kena angin.
Demikian juga orang yang mempunyai sepeda motor bersyukur, karena mendingan punya sepeda motor daripada saudaranya atau temannya atau orang lain yang tidak mempunyai sepeda motor, sehingga kemana-mana menggunakan sepeda ontel untuk beraktivitas, untuk bekerja menggunakan sepeda ontel. Orang yang punya sepeda ontel pun itu hendaknya bersyukur, karena apa, beruntung karena ada temannya, saudaranya yang tidak mampu membeli sepeda ontel sehingga kemana-mana dia dengan berjalan kaki, membawa barang, berjalan kaki ke mana.
Orang yang masih bisa berjalan itu juga sangat bersyukur, karena diberikan kesehatan oleh Allah sehingga ke mana-mana bisa berjalan beraktivitas dengan kedua kakinya. Sementara ada saudaranya atau temannya atau siapapun yang sakit ternyata dia sudah tidak bisa berjalan, kakinya sakit, lumpuh, semua aktivitas butuh pelayanan orang lain, makan minum sampai membersihkan diri tidak mampu tapi harus melalui bantuan orang lain. Maka orang yang masih bisa berjalan itu sangat bersyukur bila dibandingkan dengan orang yang sama sekali sudah tidak bisa berjalan tetapi orang yang sudah lumpuh misalnya di tempat tidur, tidak bisa beraktivitas. Pada orang yang teakhir inipun juga hendaknya tetap bersyukur, karena apa masih diberi kesempatan untuk bertobat memperbarui kesalahan-kesalahannya karena sakit itu adalah merupakan penebus dari dosa dan kesalahan yang sudah dilakukan bersyukur.
Coba kalau dilihat ada temannya atau saudaranya atau siapapun yang mati dalam kondisi yang mendadak, padahal dia dalam keadaan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, sedang melakukan kemaksiatan kemudian dia dipanggil oleh Allah, maka sudah tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki amal-amal, maka masih diberikan panjang umur, walaupun dalam kondisi apapun tetap bersyukur bahwa semuanya itu adalah pemberian Allah, maka dalam urusan keduniawian lihatlah kepada orang yang dibawahnya niscaya akan menjadi orang pandai bersyukur, mensyukuri segala nikmat karunia yang telah diberikan Allah kepada dirinya.
Keteladanan itu tidak tidak sentral pada seseorang, Karena manusia itu adalah makhluk yang tidak sempurna manusia makhluk yang perilakunya itu kadang berubah sesuai dengan situasi dan kondisi, kecuali pada orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, dimanapun dan kapanpun selalu merasa dirinya dalam pengawasan Allah.