Membangun keluarga dimulai sejak terjadi proses pernikahan, tetapi untuk membina keluarga adalah selama-lamanya. Di dalam Islam ada istilah Samawa yaitu keluarga sakinah mawaddah dan rahmah, tiga hal tersebut adalah menjadi pesan yang indah, ketika seseorang mengucapkan selamat kepada pasangan pengantin. Demikian juga pasangan pengantin memperhatikan dan mengamini ucapan yang disampaikan oleh teman, saudara, mitra kerja dan lainnya. Tak kalah penting adalah taushiyah atau khutbah nikah yang disampaikan penghulu, kyai, ustadz dan Penyuluh Agama kepada pasangan pengantin, yang dikemas dengan acara resepsi pernikahan. Sehingga bisa menjadi bekal bagi pasangan pengantin dan tadzkirah, muhasabah bagi pengantin lama.
Keluarga sakinah, mawaddah dan rahmat ini telah disebutkan Allah di dalam Alquran surat Arrum ayat 21:
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Menurut M. Quraish Shihab kata sakinah berarti ketenangan atau antonim kegoncangan. Kata ini tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketentraman setelah sebelumnya ada gejolak. Cinta yang bergejolak di dalam hati dan diliputi oleh ketidakpastian akan mengantar kepada kecemasan yang akan membuahkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman hati bila dilanjutkan dengan perkawinan. Manusia menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya mampu menghadapi tantangan, karena alasan inilah sehingga manusia membangun rumah tangga bahkan bersemangat dalam upaya untuk membangun rumah tangga. Yang perlu diingat bahwa perkawinan bukan hanya didorong oleh materi dan naluri seksual, tetapi lebih daripada itu ialah dorongan kebutuhan jiwanya untuk meraih ketenangan. Didambakan oleh suami setiap saat meninggalkan rumah dan anak istrinya, dibutuhkan pula oleh istri saat suami meninggalkannya keluar rumah, dibutuhkan juga oleh anak-anak bukan saja saat mereka berada di tengah keluarga tetapi sepanjang masa.
Kata mawaddah berasal dari kata ودّا yang berarti banyak mencintai, jadi mawaddah dapat diartikan sebagai cinta plus yaitu cinta yang tampak dampaknya pada perlakuan, integritas antara kata dengan perbuatan. Di dalam Alquran surat Arrum ayat 21 disebutkan kata mawaddah bukan dengan kata mahabbah, karena cinta bisa pudar tetapi cinta plus atau cinta sejati atau mau mawaddah tidak pudar dan untuk selama-lamanya. Cinta terhadap sesuatu bila bosan akan ditinggal, tetapi cinta plus / cinta sejati tidak akan pudar sampai mati. Itulah sebabnya Allah SWT menyebutkan dengan kata mawaddah bukan dengan kata mahabbah karena pasangan suami istri yang melaksanakan perkawinan itu diharapkan langgeng seumur hidup tidak ada yang dapat memisahkan kecuali kematian.
Sedangkan kata rahmat dalam ayat tersebut berarti kasih sayang, kasih sayang dapat menghasilkan kesabaran, murah hati, ramah, tidak angkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah dan tidak pendendam. Mengapa dalam ayat 21 disebutkan kata rahmat setelah mawaddah hal ini perlu diketahui bahwa semua manusia betapapun hebatnya pasti ada kekurangannya, begitu pula sebaliknya dalam kehidupan rumah tangga suami istri tentu tidak luput dari kelemahan, sehingga suami istri itu harus saling melengkapi dan saling menyayangi bila terjadi sesuatu yang tidak disenangi dari pasangannya maka hendaklah dihadapi dengan kesabaran sebagai bukti dari rahmat atau kasih sayang terhadap pasangannya.
Untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmat, diupayakan agar suami istri dan anak-anak dalam rumah tangga melakukan hal-hal sebagai hal-hal sebagai berikut:
- Setia, saling mencintai dan saling menyayangi.
- Saling menghormati dan saling menghargai, percaya- mempercayai, bantu-membantu seia sekata dalam memikul tugas kerumahtanggaan.
- Saling pengertian dan saling memahami.
- Saling menghormati keluarga masing-masing pasangan suami istri.
- Menjadi teladan bagi anak-anak dan keluarga lain, yang ada di dalam yang ada dalam rumah suami istri.
- Bermusyawarah dan transparan dalam segala hal jika ada suatu kesulitan hendaklah dibicarakan dengan hati terbuka.
- Tidak segan meminta maaf jika merasa diri salah, karena yang demikian itu akan menambah kuatnya hubungan cinta kasih.
- Melaksanakan ibadah dengan baik dan membiasakan salat berjamaah dengan keluarga.
- Menyiapkan rumah yang memenuhi syarat kesehatan agar semua betah di rumah. itu merupakan suatu tanda bahwa dalam rumah tangga itu ada yang tidak beres.
- Menjadikan rumah dapat berperan untuk membantu membina generasi muda.
- Menjadikan rumah tangga yang dapat mengelola keuangan keluarga dengan baik sesuai dengan pendapatan tidak boros dan tidak kikir.
- Tidak egois dan dapat memahami kelemahan dan kekurangan masing-masing.
- Menghindarkan penghuni rumah dari hal-hal yang tidak Islami, karena hal itu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat.
- Menghindari dari hutang, kecuali dalam keadaan darurat atau dalam keadaan terdesak.
- Menghindari salah paham seperti mengungkit-ungkit masa lalu atau mengeluarkan kata-kata kasar atau menuduh tanpa bukti memojokkan dan lain-lain.
- Menghindari pertengkaran agar tidak diketahui orang lain dan mencari solusi yang baik.
- Mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib berapa macam syarat bagaimana seseorang itu berkeinginan mempunyai atau dapat mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.(Tafsir Alquran Tematik, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik, Kementerian Agama RI, 2012: 367)
Pembinaan dan upaya untuk mewujudkan keluarga sakinah untuk selanjutnya bukanlah merupakan suatu teori yang yang diperoleh dari berbagai macam sumber atau referensi kemudian ditinggalkan begitu saja. Termasuk segala bentuk tausiyah dari para kyai, ustad, penyuluh agama, penghulu namun tidak pernah dilaksanakan, maka harapan untuk mempunyai keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah tentu saja hanya dalam angan-angan atau teori saja. Sesungguhnya keluarga Samawa itu bisa dilaksanakan dalam keluarga dari pembiasaan hal-hal yang paling kecil dilaksanakan dengan Istiqomah, berdisiplin, komitmen, untuk selanjutnya bisa dijadikan keteladanan di dalam keluarga.
Oleh karena itu landasan pembinaan keluarga sakinah yang utama adalah karena “lillah” karena iman kepada Allah dan berupaya untuk mengikuti sunnah nabi Muhammad SAW. Dengan demikian teori-teori yang ada di dalam buku, kitab, tausiyah akan menjadi sesuatu yang ringan dan mudah karena sudah biasa dilaksanakan di dalam keluarga. Karena wujud kepada Allah kita mengawali setiap kegiatan adalah dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT, pembiasaan-pembiasaan yang baik untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah dan Rohmat bisa diawali dengan kebiasaan untuk menepati perintah Allah yaitu salat lima. Kalau kita cermati bahwa salat lima waktu benar-benar menjadikan bekal bagi kita sekalian untuk bisa mendapatkan petunjuk, jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi.