Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi, kondisi demikian harus disikapi secara serius. Maka Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden RI Nomor 11 tahun 2020 menetapkan 1) Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. 2) Menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) di Indonesia yang wajib dilakukan dengan upaya penaggulangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Status darurat Corona Virus ini hampir merata di seluruh dunia, persebaran yang sangat cepat karena melalui kontak dengan sesama manusia, sehingga beberapa negara menetapkan lock down guna memutus mata rantai persebaran virus ini. Namun ada juga negara yang masih memberi kelonggaran, termasuk di Indonesia. Sekalipun demikian pemerintah tetap memberikan perhatian yang sangat besar, sehinga upaya penanggulangan juga dilakukan secara terpadu. Oleh Kementerian Kesehatan, Perhubungan, Kepolisian, Kementerian Agama, Pendidikan dan juga Lembaga Keagamaan.
Bahkan untuk mempercepat penangan Virus Corona Presiden RI juga menetapkan Keputusan Presiden nomor 7 tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang bertujuan 1) Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan. 2) Mempercepat penanganan Covid-19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah. 3) Meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran Covid-19. 4) Meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional. 5) Meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi dan merespon terhadap Covid-19. (www.kominfo.go.id)
Sinergitas antar kementerian/ lembaga terus digalakkan, karena pandemi ini harus diatasi secara terpadu, sebagai contoh Dewan Masjid Indonesia menghimbau untuk rajin membersihkan lokasi masjid dan sekitarnya dengan disinfectan, menggulung karpet. Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020 tentang penyelenggaran ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19. Bahwa dalam kondisi penyebaran Covid-19 yang tidak terkendali disuatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jum’at dikawasan tersebut, samapai keadaan normal kembali dan wajib menggantinya dengan shalat dhuhur. Demikian pula aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti shalat berjamaah, tarowih, Id, pengajian umum dan majlis taklim.
Dari himbauan, fatwa kemudian disusul Surat Edaran Menteri Agama Nomor 6 tahun 2020 tentang panduan ibadah di bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1414 H di tengah pandemi Covid-19. Secara garis besar memberikan batasan-batasan untuk tidak melaksanakan ibadah secara bersama-sama, shalat tarowih agar di rumah, tidak menyelenggarakan shalat berjamaah, tidak menyelenggarakan shalat Jum’at, shalat Id, Tarudrus Alquran bersama-sama, tidak menyelenggarakan tarowih keliling, tidak meyelenggraakan takbir keliling, shilaturahim dan meminimalkan pengumpukan zakat melalui kontak langsung.
Kegiatan-kegiatan ini sudah mentradsisi ditengah-tengah masyarakat, tuntunan agama yang sudah menjadi kebiasaan akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Seakan-akan umat Islam diarahkan untuk jauh dari tempat ibadah, dijauhkan dari rutinitas ibadah, jauh dari saudara-saudaranya. Hal yangdemikian tentu perlu digalakkan sosialisasi kepada masyarakat karena ada saja anggota masyarakat yang kurang peduli terhadap dirinya sendiri, yang berdampak pada kepentingan orang banyak. Mereka berkeyakinan bahwa sehat, sakit, hidup dan mati adalah sudah menjadi takdir, dengan demikian kadang tidak menghiraukan himbauan dari pemerintah.
Karena itu dengan himbuan tersebute sebagai umat Isam hendaknya selalu berusaha dan berikhtiar agar kesehatan mendaji miliknya, sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan kemudharatan untuk dihindari. Pada saat wabah Covid-19 ini setiap orang dikembalikan kepada keluarganya masing-masing, untuk peduli terhadap keluarganya dan juga peduli terhadap orang lain. Setiap muslim tertu sudah merencanakan kegiatan pada bulan Ramadhan yang kadang melibatkan anggota masyarakat dan jemaah masjid. Walaupun perencanaan ini merupakan pengulangan pada tahun yang lalu. Sekalipun demikian tetap ada nilai tambah bahkan kadang nuansanya berbeda.
Pada tahun ini walaupun telah ada Surat Edaran yang mempersempit aktifitas ibadah yang melibakan orang banyak. Namun hendaknya dikembalikan pada keluarga, yang merupakan satuan kecil dalam negara. Buatlah jadwal kegiatan pada bulan Ramadhan yang lebih bernuansa keluarga. Tetap disipilin dan istiqomah dalam melaksanakan ibadah, bahwa dengan tidak adanya shalat jamaah di masjid tetapi shalat lima waktu, tarowih, tadarus Alquran, kajian Islam tetap dilaksanakan karena itu adalah perintah Allah. Hanya satu ibadah yang diganti yaitu shalat Jum’at diganti dengan shalat dhuhur.
Ibadah dalam sekala keluarga ini bisa jadi ini menjadi kesempatan untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam kualitas iman, taqwa dan amaliyahnya. Tidak adanya ibadah secara bersama-sama bukan berarti secara pribadi tidak diwajibkan. Shalat yang tadinya berjamaah di masjid, menjadi shalat berjamaah di rumah masing-masing. Semoga Covid-19 segera berlalu agar segala aktifitas kegiatan bisa pulih kembali, kualitas iman dan amaliyah semakin meningkat.