Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan yang indah, dimana antara dua orang laki-laki yang berbeda jenis kelamin, berbeda suku, nasab, bahasa bisa bersatu karena atas dasar cinta. Walaupun membina Rumah tangga kadang kala tidak didahului dengan cinta dengan sepenuh hati, hal ini kalau mengingat masa dahulu, orang tua sudah menjodohkan putra-putrinya kepada calon pendamping pilihannya yang dipandang akan menjamin kehidupan dikemudian hari menjadi bahagia dan sejahtera.
Budaya jawa pada zaman dahulu, sebagaimana contoh pada zaman RA Kartini, perempuan menjadi wanita yang harus dipingit bila sudah mencapai usia remaja. Sehingga soal pasangan hidup dan jodohnya sudah ditentukan oleh orang tuannya. Walaupaun pada zaman sekarang sudah terjadi pergeseran, namun tentu masih ada saja yang menjalankan hal seperti itu. Dengan zaman kebebasan laki-laki dan perempuan bebas untuk menentukan pilihannya. Namun kadang kala pilihannya tidak menjadi pilihan terakhir karena pilihannya tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan.
Rasulullah Muhammad pernah menyampaikan tentang kriteria wanita ideal sebagai pendamping hidup yaitu pertama wanita yang beragama dan mempunyai kesadaran melaksanakan ajaran agamanya. Perintah agama selalu berusaha untuk dilaksanakan dan larangannya berupaya untuk dihindarkan, kedua wanita yang berharta dalam arti telah mempunyai ketahanan ekonomi yang mapan, ketiga wanita yang berasal dari keturunan orang yang baik, ketiga wanita yang cantik. Hal ini bagi laki-laki yang hendak memilih pasangan hidup, demikian pula bagi wanita menharapkan laki-laki dengan kriterianya sama hanya saja yang terakhir laki-laki yang gagah atau tampan.
Dapatkah memilih pasangan sesuai dengan kriteria diatas, kemungkinan ada walaupun tidak sempurna, namun mendekati pada persamaan. Tak jarang bahwa kriteria tersebut sangat berbeda dengan harapan, sehingga setelah membangun rumah tangga selalu dihadapkan dengan upaya untuk membina rumah tangga. Berupaya mencari keselarasan, kesamaan, saling mengalah, saling melengkapi. Sehingga walaupun pada awal pernikahan terasa janggal namun dapat dilesatarikan hingga batas akhir kehidupan. Sebaliknya ada saja pasangan hidup yang sudah dipilih dan sesuai dengan harapan namun bangunan rumah tangga amat rapuh sehingga rumah tangga tidak bisa dibina. Bila dapat dipertahankan tak jarang kehidupannya selalu diwarnai dengan kedisharmonisan, percekcokan dan pertengkarang, bahkan salah satu atau kedua -duanya mencari kepuasaan diluar rumah.
Hendaknya setiap insan menyadari bahwa pasangan yang telah dipilihnya adalah merupakan jodoh dan itu adalah telah ditentukan oleh Allah SWT. Setelah bangunan rumah tangga dibangun maka setiap pribadi berupaya untuk membina kehidupan rumah tangga. Untuk mewujudkan hal ini maka perlunya manageman rumah tangga.
1. Perencanaan (planning) yaitu membuat rencana kerja, jalan dan usaha-usaha yang akan ditempuh serta menetapkan usaha yang akan dicapai.
2. Pengorganisasian (organizing) yaitu pengaturan dan tata kerja dalam melaksanakan rencana pekerjaan termasuk meresapi adanya tujuan bersama, adanya pola yang menetapkan pembagian tugas wewenang serta hubungan antara suatu posisi dengan posisi lainnya, hubungan antara kerja dengan petugas, menaati peraturan, disiplin dan hirarkhi dalam pekerjaan dan sebagainya.
3. Pengarahan (directing/ leading) artinya pemimpin atau kepemimpinan yang akan memimpin dan mengatur jalannya semua rencana.
4. Pengawasan (controlling) yaitu mengontrol dan mengendalikan apakah suatu rencana berjalan lancar atau apakah hasil pekerjaan sesuai dengan standar yang diinginkan ataukah ada halangan dan rintangan atau terhadap kelainan -kelainan yang harus diperbaiki.
5. Koordinasi yaitu kerjasama dengan pembagian tugas dan wewenag yang rapi harus terjalin dengan baik, tanpa koordinasi antara unsur-unsur yang berkepentingan semua rencana tak mungkin dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang nenjadi sasaran tak mungkin tercapai dengan baik. (Dirjen. Bimas Islam dan Urusan Haji, Modul Pelatihan Pelatih Pembina Keluarga Sakinah, hal: 113-114)
Disamping itu dengan pemikiran, setiap diri hendaknya peka terhadap rasa dan berperasaan, karena itu sikap saling menghargai hendaknya selalu dibina, dua insan yang telah menjadi satu akan menjadi kesempurnaan, setiap diri tidak menuruti hawa nafsu dan bersikap egois. Walaupun setiap diri secara fitrah berkarya sesuai dengan bidangnya namun anamun setiap diri hendaknya menyadari akan kekurangan dirinya sendiri.