Pada suatu saat saya kedatangan seorang teman, pada hari itu mukanya tampak berseri-seri, nampak ada tanda-tanda kepuasan dalam dirinya. Memang pada hari itu tidak seperti biasanya dia curhat pada saya tentang suatu apapun, datang dengan muka masam, buram, seakan ada beban yang menghimpitnya. Belum sempat saya bertanya, ternyata teman saya itu mengawali ceritanya terlebih dahulu. Bahwa sejak pagi hingga siang dan petang, ketika berada ditempat kerja dirinya mau berbenah-benah rumah. Dimana rumahnya yang baru saja direhab, peralatan rumahnya banyak yang berantakan, ada almari pakaian, almari buku, rak sepatu, rak piring sampai pada bekas pintu dan jendela dan peralatan-peralatan lainnya.
Dari sekian banyak perlengkapan rumah yang disimpan dan akan digunakan lagi. Dia berharap dapat memindahkan almari pakaian atau membongkar papan dan pekas jendela dan pintu yang ditumpuk. Terasa pekerjaan itu sangat berat, dimana dalam sehari dia bekerja dan pulang sampai rumah pukul 17.00 baru saja istirahat dirumah, harus mandi dan segera berangkat ke musholla untuk shalat maghrib kemudian dilanjutkan mengajar anak-anak hingga waktu shalat Isya’. Selesai shalat Isya’ pulang ke rumah untuk makan dan bercengkrama dengan keluarga, walaupun pikirannya terpecah karena ada dua hal, menyelesaikan salah satu atau kedua-duanya. Mengajak anak-anaknya tidak mungkin karena mereka masih kecil-kecil, mengajak istrinya juga terasa tidak mungkin, disamping istrinya juga capek seharian telah bekerja dan biasanya istrinya susah untuk bersama-sama bekerja, biasanya ada alasan ini dan itu yang tidak logis.
Dengan perasaan yang terpaksa dan bekerja yang dipaksakan, dia berupaya untuk menahan diri untuk tidak banyak kata, tidak marah dan tidak tergesa-gesa. Dia berupaya menurut kemampuannya, bila dapat diselesaikan ya syukur kalau tidak bisa, besok masih ada waktu. Dalam hati dia meneguhkan, bahwa sesuatu yang besar itu berawal dari sesuatu yang kecil. Pekerjaan yang berat dan besar tidak akan dapat diselesaikan kalau hanya dipikirkan. Apalagi hanya marah-marah yang justru akan manghabiskan energy, bahkan kadang bisa menimbulkan penyakit yang sama sekali tidak disangka-sangka.
Dengan mengawali membaca “Bismillahirrahmanirrahim”, dia segera bergegas berganti pakaian kerja tak lupa memakai topi. Walaupun waktunya sudah cukup malam tetapi sekan-akan waktu pagi hari, dia bersemangat untuk bekerja, satu pekerjaan berupaya untuk diselesaikan. Dia mengatakan, pada waktu itu dia cukup terhibur dimana ketika sedang membongkar tumpukan papan jendela dan pintu, ditengah tengah terdapat cindil tikus, tidak tanggung-tangung jumlahnya ada sembilan. Dia berkata “masya-Allah” pantas saja cepat sekali perkembangannya. Dua minggu lagi dia pasti menjadi anak tikus yang siap bereaksi menjadi musuh para petani, termasuk ibu rumah tangga, karena sering merusak dan memangsa apapun yang dapat dimangsa.
Papan, bekas djendela dan pintu satu persatu diangkat ternyata tidak sampai hitungan jam dapat diselesaikan. Dalam hati dia berkata “ternyata hanya segini”, tidak ada perasaan capek sedikitpun. Begitu selesai dia segera membenahi dan membersihkan tempat sekelilingnya. Dalam hatinya lega ternyata pekerjaan yang tadinya hanya satu saja dapat diselesaikan ternyata telah siap untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain.
Kaki segera melangkah pada almari pakaian, satu tumpukan demi tumpukan pakaian diangkat dan dikeluarkan untuk selanjutnya ditempatkan pada lantai yang telah digelar tikar terlebih dahulu. Setelah pakaian semua dikeluarkan. Dengan pelan dan pasti dia mengambil keset lalu diletakkan dua kaki alamari. Lalu almari didorong, pelan-pelan almari dapat pindah posisi masuk pada kamar tidur yang telah disiapkan. Setelah almari baju bertempat pada posisi yang dikehendaki, pakaian kembali diangkat dan dimasukkan kembali ke dalam alamari. Dua pekerjaan ternyata dapat diselesaikan, dia berfikir untuk dapat membersihkan atau mengepel lantai yang terasa benyak debunya. Tanpa berfikir terlalu lama kaki segera malangkah mengambil pel dan pembersih lantai berikut ember berisi air. Ternyata pekerjaan ini dapat diselesaikan. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, mengapa pekerjaan ini dapat diselesaikan bukan hanya satu atau dua pekerjaan yang dapat dieselesaikan, tetapi tiga pekerjaan secara berturut-turut dapat diselesaikan.
O, begitu, kataku kepadanya. Pantas saja kamu nampak puas dan bahagia. Saya kira kamu baru saja dapat bonus atau rapelan begitu. Dia berkata lagi, “tidak kawan, ternyata kebahagiaan, kepuasan itu kadang tidak karena uang dan tidak dapat diukur dengan uang, apakah ini namanya bekerja dengan ikhlas ya?
Itulah bahwa bekerja dengan ikhlas akan membuahkan kepuasan dan kebahagiaan. Yang berat akan terasa ringan, yang sulit akan terasa mudah. Karena itu seandainya kehidupan ini telah diwarnai dengan keikhlasan yakin akan penuh dengan ketenangan, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan serta memperoleh ridha dari Allah. Walaupun sering kali keikhlasan itu harus dipaksakan, keikhlasan harus diperjuangkan, dan keikhlasan memerlukan pengorbanan.