Ikhlas adalah suatu kata yang sangat mudah untuk diucapkan, namun untuk memperolehnya membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan secara terus- menerus. Hal ini dapat kita maklumi bersama-sama, mengapa orang-orang Islam dapat melaksanakan shalat lima waktu, bila meninggalkan atau lupa merasakan ada sesuatu yang hilang, tetapi ada pula yang biasa-biasa saja, melaksanakan shalat atau tidak melaksanakan shalat adalah sesuatu yang biasa. Bahkan kadang ada merasa terbebani dengan pelaksanaan shalat lima waktu.
Kelompok yang pertama berlatar belakang karena kebiasaan, sesuatu yang dilaksanakan secara terus -menerus sehingga menjadi kebutuhan hidup, sebagaimana makan dan minum yang selalu dibutuhkan seluruh makhluk hidup. Demikian pula shalat adalah kebutuhan spiritual yang bisa berdampak pada bidang materiil, karena dengan shalat akan merasakan kedekatan yang luar biasa dengan Allah SWT, sehingga didalam hidupnya selalu merasa dalam perlindungan, pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT. Apapun yang dibutuhkan merasa selalu dipenuhi. Hal yang kedua shalat dilaksanakan dengan ikhlas karena berangkat dari pengalaman sipitual (hidayah).
Allah memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang dikehendaki, dan siapapun yang diberikan hidayah oleh Allah tak seorangpun yang dapat menghalang-hangani. Karena itu para ilmuan kafir, orientalis pada awalnya membenci Islam atau tidak mengenal Islam, namun dirinya menerapkan kaidah bahwa seorang ilmuan harus obyektif. Setiap kajian selalu menjauhkan sikap subyektif, persangkaan belaka. Ternyata Allah memberikan hidayah bahwa Alquran yang belum pernah dibaca dan dikaji ternyata memang benar mempunyai nilai-nilai hakiki dan substansial.
Alquran bukan karya manusia namun wahyu Allah. Semakin dalam mengkaji Alquran semakin kuat Aqidahnya sehingga muncul dalam dirinya untuk menjalankan perintah-perintah Allah. Ini bagi kalangan ilmuan yang memang sudah mempunyai kedalaman ilmu sekuler namun kemudian menjadi ilmuan yang mempunyai kepribadian gaya hidup Islami.
Allah kadang memberikan hidayah dengan cara yang sederhana, mendengarkan bacaan Alquran, seperti halnya Umar bin Khatab salah seorang penentang ajaran Islam, namun ketika mendengarkan adiknya yang bernama Fatimah sedang membaca Alquran, keimanan dalam dirinya menjadi tumbuh dan merasuki seluruh pembuluh darah, tersungkur sujud dan menyatakan keislamannya, sehingga pada akhirnya menjadi pembela Islam. Ada lagi orang yang mendapat hidayah karena melihat orang berwudhu, orang memakai jilbab dan sebagainya.
Kelompok kedua, melaksanakan shalat hanya kadang-kadang saja, hal ini karena shalat belum menjadi keutuhan hidup, dirinya tidak pernah menghitung-hitung nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Mengapa seorang pegawai atau karyawan yang memperoleh bonus dari atasan atas kinerjanya. Bonus kadang diberikan pada akhir bulan atau setelah selesai melaksanakan pekerjaan atau bahkan diterimakan setahun sekali sebagai pemberian THR. Karyawan merasa sangat berbahagia. Sehingga ia tak henti-hentinya memuji atasan, dalam setiap kesempatan dia menyampaikan kebaikan atasan kepada temannya, kerabat, keluarga bahkan tetangga bahkan sampai pada tukang becak, penjual Koran dan pemulung dia bercerita tentang kebaikan atasannya.
Coba bila kita renungkan seberapa besar bonus yang telah diperolehnya dapat memenuhi kebutuhan hidup, untuk makan diri dan keluarga, untuk membuat rumah, memberi kendaraan, biaya sekolah anak, untuk biaya berobat dan kebutuhan-kebutuhan lain yang berupa kebutuhan skunder dan tertier yang jumlahnya juga teramat besar. Bila kebutuhan belum terpenuhi tentu dia akan mengandai-andai, seandainya bonusnya dua kali atau tiga kali lipat dari gajinya tentu kebutuhannya akan banyak yang terpenuhi. Maka muncul inisiatif bahwa dirinya harus meningkatkan kinerjanya. Tiada waktu baginya selain untuk bekerja demi meraih prestasi yang lebih baik, dalam setiap hari hidupnya hanya untuk bekerja, ketika mau tidur, pikirannya masih mengembara untuk menembus ruang waktu mencari cara untuk mewujudkan impian, hingga larut malam tidak dapat tidur. Ketika mata baru saja terlelap bangun, pikiran kembali pada pekerjaan. Akhirnya karyawan tersebut jatuh sakit. Mengapa, hal ini tidak lain karena kemampuan fisik yang terbatas namun selalu dipaksakan untuk mewujudkan impian. Diaknosa dokter menyatakan bahwa dia kelelahan dan perlu istirahat.
Ketika istirahat tubuh bisa istirahat namun pikirannya tidak bisa istirahat, karena dia menyesali kenapa sakit, karenanya bonusnya menjadi hilang. Harapan dan impian untuk menjadi karyawan terbaik menjadi sirna, obsesi mempunyai mobil dan rumah mewah menjadi sirna. Dia menyatakan diri telah baik walaupun sesungguhnya dia belum sehat, dia memaksakan diri untuk bekerja dan beraktifitas, apa yang terjadi dia kembali harus dirawat di rumah sakit dan diaknosa dokter menyatakan bahwa asam lambungnya tinggi dan ginjalnya terkena gangguan. Dari orang yang sehat menjadi pribadi yang tergantung pada obat-obatan yang harus ditebus dengan ribuan bahkan jutaan rupiah.
Bila kita hayati berapa banyak kenikmatan yang diberikan Allah berupa panjang umur, sehat dan sempat. Berapa liter liter oksigen yang kita hirup dalam setiap detik, bukankah ini pemberian Allah yang diberikan dengan cuma-cuma, seandainya oksigen yang kita hirup dalam setiap hari dimasukkan dalam tabung berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membayarnya. Mengapa tidak bersyukur.
Organ tubuh manusia adalah diciptakan Allah dalam sebaik-baik bentuk, Allah telah menciptakan dan menempatkan pada posisi yang sangat tepat, bulu mata dan alis ada diatas mata, telinga disisi kanan dan kiri kepala, hidung dan mulut berada dimuka bagian depan. Mata yang berkedip secara reflek, bulu mata yang keluar sesuai dengan kebutuhan mata tidak pernah kering dan tidak berlebihan. Apa pemberian ini tidak perlu disyukuri? Didalam hidung manusia terdapat bulu, di mulut terdapat gigi, ludah, lidah dan dilidah terdapat kelenjar yang dapat membedakan rasa. Apakah ini tidak perlu disyukuri?
Tangan manusia ada dua, dengan tangan dapat menulis, menunjuk, memegang, meraba, mengangkat, dan melakukan gerakan reflek menghalangi bila tiba-tiba anggota tubuh lain terancam bahaya. Kaki manusia terdiri dari dua pasang, dengan kaki manusia dapat menjangkau suatu tempat dengan mudah, dengan berjalan atau berlari untuk menjangkau suatu daerah karena perintah mata, hati, pikiran dan telinga. Bagaimanakah manusia bila tidak mempunyai tangan dan kaki? Apakah ini tidak perlu disyukuri?
Didalam tubuh manusia terdapat jantung, liver, paru, paru, usus, lambung, empedu, pancreas, ginjal dan organ-organ lain. Allah menciptakan semua ini bergerak secara teratur, bahkan urat syarat yang berjumlah ribuan saling keterkaitan. Bergerak beraturan sehingga semua organ berfungsi dengan baik. Apakah ini bukan merupakan kenikmatan, dan apakah tidak perlu disyukuri?
Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, kemudian Allah menyempurnakan penciptaannya dengan memberikan, akal, hati, nafsu dan agama. Agama mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama dan dengan lingkungannya. Allah menciptakan manusia untuk mencipakan keseimbangan hidup. Rasulullah sebagai figur uswatun hasanah, beliau adalah pribadi yang terjaga dari perbuatan dosa namun beliau senantiasa menegakkan shalat, bahkan shalat lail senantiasa beliau tegakkan. Suatu saat istrinya (Aisyah) bertanya, mengapa tuan selalu menegakkan shalat lail, bukankah tuan adalah pribadi yang maksum dan dijamin masuk surga. Rasul hanya menjawab, apakah Aku tidak ingin disebut sebagai orang yang bersyukur? Berangkat dari sini, maka banyak orang yang mempunyai kesadaran dan keikhlasan menegakkan shalat lima waktu karena semata-mata ingin mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT.
Sehingga ibadah shalat yang dilaksanakan secara terus- menerus dan shalat yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah yang telah Allah berikan kepadanya akan menjadikan pribadi yang ikhlas. Begitulah perjuangan dan mengorbanan untuk meraih keikhlasan. Dan setiap orang pasti menginginkan hidup yang tenang, damai, sejahtera lahir dan batin ini semua adalah merupakan buah dari keikhlasan.
Buah keikhlasan
Suatu saat ada seorang teman yang bercerita kepadaku, bahwa dia adalah seorang pasien di rumah sakit RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Dia seorang penderita penyakit kronis yang pernah di rawat di rumah sakit tersebut dalam beberapa waktu dan sekarang dia sudah sehat dan dapat melakukan aktifitas sebagaimana aktifitas yang dilakukan oleh rekan-rekannya yang sehat. Karena dia seorang pasien penyakit kronis maka suatu saat harus control di rumah sakit tersebut. Dia telah menyiapkan segala perlengkapannya, kartu BPJS, surat rujukan, namun kartu berobatnya hilang. Dia pasrah bila nanti sudah sampai di rumah sakit akan meminta kartu yang baru.
Sehari sebelum berangkat dia pesan tiket travel, hitung-hitung biar bisa istirahat. Travel yang dipesan paling pagi yaitu jam 6 pagi dan ternyata dari agen harus menjemput penumpang yang lain dan dia dijemput jam 7.15 menit. Sampai di rumah sakit jam 10.15. Ternyata untuk mendaftar harus melampirkan foto copy KTP, kartu BPJS dan rujukan. Karena foto copy hanya 1 tempat sehingga menunggu sampai 20 menit. Ketika meminta kartu baru atas kartu lama yang hilang, diberikan nomor yang baru sehingga ketika sampai di tempat pendaftaran dengan status baru, akibatnya tidak bisa bersambung dan sulit untuk dideteksi riwayat penyakitnya.
Dia bercerita kemudian mencari-cari bagaimana dapat mengetahui nomor kartu berobat yang lama, ternyata dia membawa hasil pemeriksaan laboraturium pada tahun yang lalu dan ditunjukkan kepada petugas dan akhirnya status lama dapat ditemukan. Sampai pukul 13.00 dia belum mendapat giliran untuk diperiksa, pagi hari belum sarapan, perut hanya terisi air putih setengah gelas dan dua sisir kue kering, belum shalat dhuhur. Perut memang terasa sangat lapar bila ditinggal untuk shalat nanti tidak dengar ada panggilan. Akhirnya tetap sabar dan ikhlas menunggu, sambil berkata dalam hati nanti shalat dhuhur akan dijamak qashar dengan ashar.
Dia berkata sudah jam sekian belum dapat panggilan tentu kegiatan hari ini di rumah sakit tidak bisa tuntas, karena harusnya dengan pemeriksaaan di laboratorium juga. Sudahlah, seandainya masih cukup waktu ya syukur, dan bila tidak ya tidak apa-apa. Pukul 13.15 dapat giliran untuk diperiksa dokter, dokter menyatakan baik-baik saja. Buku status diserahkan ke loket pendaftaran, dan ditanya “kapan akan periksa laboratorium? Dia jawab “kalau tidak nanati ya besok”. Dia sudah pasrah, spekulasi ke laboratorium ternyata masih dibuka dan ditutup pukul 14.00. Setelah menunggu beberapa saat tepat pada pukul 14.05 dia siap diambil sampel darahnya.
Inilah bahwa sesuatu yang tidak diperkirakan akan terpenuhi, ternyata dapat terlaksana dengan baik. Bagaimanakah seandainya seluruh perjalanan pada waktu itu disikapi dengan mengumpat, tentu akan terjadi penyesalan yang tidak berguna. Sejak awal akan mengumpat pihak travel yang menjemput sampai siang, kedua akan mengumpat petugas foto copy, ketiga akan mengumpat petugas pendaftaran I, keempat akan mengumpat petugas pendaftaran II, akan mengumpat petugas di apotik dan masih banyak lagi yang akan diumpat yang akan menambah permasalahan.
Dia mengakhiri ceritanya”Allhamdulillah, ini semua berkat pertolongan Allah SWT”.