Sesungguhnya Allah memberikan nikmat kepada hambanya berupa nikmat sehat, sempat,panjang umur dan juga hidup. Dengan sehat manusia akan dapat merasakan lezatnya kehidupan dunia, hingar-bingar kehidupan dunia dengan segala romantikanya akan dapat dirasakan dan dinikmati. Demikian pula manusia diberikan kesempatan, sesungguhnya ini juga menjadi sarana untuk merasakan nikmatnya di berikan kesempatan. Kesempatan bekerja dan berkarya, kesempatan untuk makan dan minum, kesempatan untuk berinteraksi sosial, kesempatan untuk menikmati hiburan dan masih banyak kenikmatan-kenikmatan lainnya yang akan dapat dirasakan bila mempunyai kesempatan. Mempunyai kelonggaran waktu dan waktu dapat dimanfaatkan secara proporsisional, dengan tidak mengada-ada sesuatu yang semestinya tidak harus dilakukan.
Bagaimanakah bila waktunya begitu mepet, tidak ada kesempatan untuk meluangkan waktu, satu pekerjaan selesai pekerjaan yang lain sudah mengantri. Nyaris bahwa tidak ada waktu sedikitpun untuk meluangkan kesempatan sehingga waktu-waktu dilalui dengan perasan yang gemrungsung, terburu-buru. Sehingga waktu dilalui dengan tidak adanya kenikmatan. Panjang umur juga menjadi kenikmatan, bila kesempatan panjang umur itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Demikian pula manusia diberikan hidup, juga menjadi kenikmatan, walaupun pada awalnya manusia dijadikan hidup di dunia ini merupakan kenikmatan yang tidak pernah diminta, kehidupan datang dengan sendirinya karena kehendak Allah. Namun sesungguhnya setelah kelahiran di dunia, menjadi ajang untuk menikmati kehidupan.
Kenikmatan-kenikmatan ini akan terus diberikan oleh Allah, bahkan akan selalu bertambah dan ditambah oleh Allah. Siapapun orangnya menginginkan agar kenikmatannya senantiasa ditambah oleh Allah. Hanya satu kunci dan jaminan yang diberikan oleh Allah SWT yaitu dengan bersyukur:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim: 7)
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Kemudian dilaksanakan-Nya, betapa besarnya faedah dan keuntungan yang akan diperoleh setiap orang yang banyak bersyukur kepada-Nya, yaitu bahwa Dia akan senantiasa menambah rahmat-Nya kepada mereka.
Sebaliknya Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.
Mensyukuri rahmat Allah, pertama ialah dengan ucapan yang setulus hati, kemudian diiringi pula dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut dengan cara dan untuk tujuan yang diridai-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat, bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, pada umumnya tak pernah jatuh miskin atau pun sengsara, bahkan sebaliknya rezekinya senantiasa bertambah dan kekayaannya makin meningkat dan hidupnya bahagia, dicintai dan dihormati dalam pergaulan. Sebaliknya orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak cepat bertambah bahkan lekas menyusut. Dalam pada itu ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, sehingga kehidupan akhiratnya jauh dari ketenangan dan kebahagiaan.
Kesalahan yang sering dialami:
• Manusia menilai kenikmatan itu bila mempunyai uang yang banyak, penghasilan berlimpah. Padahal segala suatu yang diberikan oleh Allah pada hambanya itu adalah merupakan kenikmatan, dan sumber kebahagiaan. Namun bila pada saat itu dipandang menjadi balak pada dasarnya karena waktu keluarnya atau tammpaknya yang tidak pas sehingga nyaris dipandanga pada waktu itu tidak berguna.
• Orang yang terbiasa menerima imbalan yang besar, sering kali bila menerima yang kecil akan kurang bersuyukur. Dampak dari sikap ini akan menimbulkan perilaku yang tidak baik, akan mengolok-olok, menggunjing, memfitnah bahkan perbuatan yang dilakukan dengan perasaan tamak jauh dari sikap ikhlas.
• Pembinaan mental rohani dipandang sesuatu yang tidak penting, sehingga ketika mempunyai anak yang shalih dan shalihah, suami atau istri yang bijaksana, ini tidak dipandang sebagai suatu kenikmatan. Ingatlah ketika keluarga bergelimang dengan harta benda namun keluarganya tidak pernah dibina dengan baik. Maka akan berakibat ketidakberkahan dalan hidup. Keluarga akan menghambur-hamburkan harta dengan berjudi, pesta- pora dan berhura-hura. Sehingga keluarga ini akan menjadi sumber fitnah yang tidak berkesudahan.
Karena itu dalam ayat Alquran surat Ibrahim ayat 7 mengatakan bahwa, jika manusia itu selalu bersyukur dan menyukuri segala pemberian Allah, yang besar maupun kecil, yang banyak atau sedikit maka Allah akan menambahkan kenikmatannya kepada manusia.
Oleh karena mindset harus dirubah, dari pola fikir yang materialistik menjadi sosialis religious, membiasakan diri untuk memberi. Namun jangan mengharapkan pemberian kembali dari orang lain. Apalagi mengharapkan imbalan yang lebih baik dari sesama manusia. Karena pengharapan terhadap manusia kadang akan menuai kekecewaan. Persahabatan dan persaudaraan yang telah dibina akan menjadi sirna ketika imbalan yang bersifat materiil itu di harapkan. Rasakan, dalami dan hayati, bahwa ketika kebiasaan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, baik itu berupa barang, jasa atau tenaga dilakukan dengan tulus ikhlas. Tidak ada harapan pengembaliannya, niscaya Allah akan memberinya dengan yang lebih banyak dan lebih baik bahkan kadang dengan hitungan yang tak terhingga. Karena sesungguhnya pemebrian yang tulus ikhlas itu merupkan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah. Ketika kesyukurannya bertambah maka Allah akan menambah kenikmatannya dalam segala hal.