Implementasi dua peran ganda ini ternyata bukan merupakan hal yang mudah, karena membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, hal ini karena, dalam beraktifitas dan berkarya manusia dihadapkan dengan cobaan dan ujian baik berupa harta, anak dan sebagainya.
“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah: 155)
Untuk meminimalisir adanya kegagalan, maka manusia mengadakan penelitian, bahwa setiap kegiatan hendaknya dibuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Namun walaupun sudah dibuat perencanaan yang matang ternyata tidak semua perencanaan sesuai dengan harapan. Ada yang lebih baik, ada yang seimbang namun ada yang sama sekali jauh dari harapan. Dari hal ini maka kemudian memunculkan ketegangan yang disebut dengan stres.
Bila mendengar kata-kata stres, kadang yang muncul pada pikiran kita adalah kondisi tubuh yang linglung, tidak bisa berfikir secara obyektif bahkan dalam bertindakpun kadang tidak normal, sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa stres itu identik dengan gila. Stres disebabkan karena kondisi yang tidak sesuai dengan kehendak dirinya dan hal ini terus akan memunculkan permasalahan. Dan sesungguhnya setiap permasalahan yang menimpa pada diri seseorang disebut stresor psikososial. Reaksi tubuh ini dinamakan stres dan bila sampai mengganggu fungsi organ tubuh maka disebut distres. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater. Reaksi kejiwaan lainnya yang erat hubungannya dengan stres adalah kecemasan (anxiety). Kecemasan dan depresi merupakan dua gangguan kejiwaan yang satu dengan lainya saling berkaitan.
Macam-macam psikososial:
1. Perkawinan.
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang, misalnya kondisi pada masa ta’aruf (berpacaran) dengan masa pernikahan yang sangat jauh berbeda, baik dari kehangatan, perhatian, kerapian, kewangian dan sebagainya. Berbeda dengan kondisi yang setelah pernikahan dari kepalsuan menjadi kenyataan. Hal ini bisa menjadi biang ketegangan sehingga menimbulkan stres. Demikian pula adanya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan.
2. Problem orang tua.
Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak mempunyai anak, kebanyak anak, kenakalan anak, anak sakit hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lainnya.
3. Hubungan interpesonal (antar pribadi).
Hubungan ini berkaitan dengan kawan dekat yang mempunyai konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dengan bawahan, dengan teman sejawat yang diterima dengan tidak baik. Perhatian, tutur kata dan perbuatan yang selalu dianggap salah, tidak ada benarnya. Hal ini akan menimbulkan depresi dan kekecewaan, baik bagi dirinya maupun temannya. Karena sesungguhnya setiap penilaian terhadap orang lain akan banyak menguras energi. Apalagi menilai teman, namun yang lebih ditonjolkan kekurangan dan keburukannya maka depresi akan semikin nampak.
4. Pekerjaan.
Pekerjaan juga bisa menjadi sebab stres, maka setelah pernikahan pekerjaan menjadi penyebab stres, hal ini bila dilihat bahwa pekerjaannya sangat banyak, pekerjaan terllau banyak, pekerjaan yang tidak cocok dengan dirinya. Baik dari gaji yang tidak setarap atau pekerjaan yang tidak sesuai tingkat pendidikan dan keahliannya. Mutasi, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan dan sebagainya.
5. Lingkungan hidup
Lingkungan yang buruk, kotor, banyaknya tumpukan sampah sehingga bayak lalat dan nyamuk. Lingkungan yang buruk ini secara langsung atau tidak langsung akan mnimbulkan kecemasan. Demikian pula dengan lingkungan hidup yang kotor ini menjadi penyebab timbulnya penyakit.
6. Keuangan.
Setiap pekerjaan tentu mengharapkan untuk memperoleh penghasilan (uang). Pekerjaan dengan gaji yang sedikit, atau diberikan rizki yang melebihi ukurannya. Karena bila gaji sedikit akan merasa kurang, namun bila gaji besar, bingung bagaimana cara membelanjakannya. Bahkan kadang takut bila suatu saat gajinya akan hilang.
7. Hukum.
Penegakan hukum atas suatu kejadian, misalnya tuntutan hukum pengadilan, masuk penjara, denda dan sebagainya akan menimbulkan ketegangan dan kecamasan.
8. Perkembangan.
Perkembangan perubahan diri dan sikap mental, dari anak-anak menjadi remaja, masa dewasa, tua maupun menopause, masa tua.
9. Penyakit fisik dan cidera.
Penyakit ini disebabkan karena kecelakaan, operasi atau pembedahan, aborsi dan sebagainya.
10. Faktor keluarga.
Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan pada lingkungan keluarga yang kurang baik, misalnya:
• Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, acuh tak acuh.
• Orang tua yang jarang di rumah, sehingga tidak ada waktu untuk anak-anak.
• Komunikasi antara anak yang tidak baik.
• Kedua orang tua yang berpisah atau cerai.
• Salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa.
• Sikap orang tua yang tidak sabar, pemarah, keras, otoriter dalam mendidik anak-anak.
11. Musibah dan bencana.
Musibah dan bencana yang disebabkan karena peristiwa alam, seperti gunung melerus, banjir, tanah longsor. Maupun bencana karena perbuatan manusia sendiri, seperti perkosaan, kehamilan diluar nikah.
Macam-macam kejadian stresor psikososial tersebut akan menimbulkan depresi dan kecemasan. Sehingga hal-hal tersebut bila tidak segera ditanggapi dengan baik, maka akan menimbilkan stres, baik dalam kategori yang ringan, misalnya dengan indikasi dapat menyelesaikan pekerjaan tidak seperti biasanya, maupun sampai yang berat yaitu harus di rawat di ruang ICCU.
Secara umum bahwa penyebab dari stresor psikososial ini adalah sikap manusia yang tidak bisa bersyukur, “ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh- kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”.
Karena itu untuk meminimalisir adanya gangguan stresor psikososial maka dalam melakukan tugas fungsi ganda sebagai khalifatullah dan sebagai abdullah hendaknya dapat memfungsikan peran akal, hati dan rasa secara seimbang. Jadikanlah Allah yang dekat dengan manusia benar-benar dirasakan kehadirannya dalam setiap insan. Sehingga dalam situasi dan kondisi apapun, manusia selalu berada dalam pengawasan, perlindungan dan bimbingan Allah.
“ Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Al Baqarah: 38)