Ikhlas dan sabar adalah suatu kondisi yang mudah untuk diucapkan, akan tetapi untuk mewujudkan dan memperolehnya memerlukan pelatihan secara terus menerus. Mengingat pada awal kejadian manusia bersifat fitrah yang akan berjalan dan berkembang sesuai dengan pendidikan dan pengalamannnya. Sebagaimanan yang telah diwartakan oleh Rasulullah SAW " Setiap anak yang lahir dalam kondisi fitrah, sehingga kedua orang tuanya yang membuat dirinya menjadi Yahudi, nasrani atau Majusi (Hadits)".
Disamping pendidikan dan pelatihan dari orang tuanya, lingkungan dan pergaulan juga amat mempengaruhi, maka tidaklah heran ketika seorang anak lebih memperhatikan teman, lebih taat kepada teman dari pada kepada orang tuanya, hal ini dikarenakan pengaruh dari lingkungan pergaulan, pada dirinya muncul kekhawatiran bila ditinggal oleh temannya, dikucilkan oleh temannnya dan sebagainya.
Dari pengaruh pendidikan orang tua dan lingkungan persahabatan akan membentuk sikap dan watak manusia yang akan tumbuh menjadi manusia tidak fitrah lagi. Hati yang bersih menjadi keruh, hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi bayi ketika masih berada dalam kandungan ibu selalu ikhlas dan sabar menerima keputusan dari Allah, selama 9 bulan 10 hari, berada dalam kandungan, kemana-mana selalu ikut ibunya, harus ikhlas dan sabar, begitu pula ketika sudah lahir bila kurang dari waktu yang sebagaimana layaknya bayi dalam kandungan, sehingga lahir dalam kondisi prematur, hal ini pula harus ikhlas dan sabar, sehingga ketika sudah lahir dari rahim ibu harus dimasukkan kedalam inkubator. Sungguh kesabaran dan keikhlasan itu memerlukan pelatihan yang sungguh-sungguh.
Begitu pula kesabaran keikhlasan seorang ibu yang sedang mengandung, harus ikhlas dan sabar membawa kandungan kemanapun berada, bahkan harus berhati-hati dalam melakukan segala aktifitas. Bahkan ketika makan dan minumpun dari sebagian sari makanan untuk memberikan supley kepada calon bayi, siang malam melakukan taqarrub, meningkatkan ibadah kepada Allah. Bila ikhlas dan sabar senantiasa dilakukan maka bayi yang lahir akan menjadi bayi yang sehat, dan setelah besar akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang berbakti kepada orang tuanya.
Kepayahan seorang ibu ketika sedang mengandung digambarkan didalam Alquran surat Luqman ayat 14:"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu".
Lain lagi bagi ibu yang hamil namun senantiasa tetap melaksanakan aktifitas sebagaimana orang yang tidak hamil, makan minum dengan sembarangan, demikian pula hatinya tidak pernah digunakan untuk berdzikir, akalnya tidak digunakan untuk bertafakkur (memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah) hal ini menandakan sebagai orang yang tidak sabar dan tidak ikhlas. Maka bila ada yang mengatakan bahwa berdzikir tidak perlu banyak-banyak, biar sedikit yang penting ikhlas. Bagaimanakah akan menjadi orang yang ikhlas bila tidak bersabar untuk memperbanyak jumlah hitungan dalam berdzikir. Karena zikir dengan ketenangan akan mengarahkan seseorang menjadi orang yang sabar, dan dengan sabar ikhlaspun akan mengikutinya.
Rasulullah SAW memerintahkan bila telah selesai shalat, untuk berzikir dengan membaca Subhanallah sebanyak 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu akbar 33 kali dan kalimat thayyibah "la ilaha illallah sebanyak 33 kali. La ilahaillallah wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu wauha 'ala kulli sytai'in qadiru", sebanyak 100 kali. Kalimat dzikir yang pendek ini disisi Allah akan memberikan timbangan amal yang amat berat, sebagimana diwartakan oleh Rasulullah SAW:
Kesadaran untuk senantiasa berzikir ketika dihadapkan dengan beban kerja yang menumpuk dan pikiran yang gemrungsung. Sehingga kebutuhan dzikir setalah melaksanakan shalat dilalaikan, bahkan semua bacaan didalam shalat yang merupakan dzikir juga susah untuk memperoleh kondisi khusuk, dirinya merasa kekurangan waktu akibat tekanan pekerjaan dan peluang waktu yang kurang dikendalikan. Waktu baginya terasa pendek, karena pekerjaan yang satu belum selesai datang lagi pekerjaan yang lain dengan permasalahan yang komplek dan menunggu untuk segera diselesaikan. Masih sempatkah untuk melakukan dzikir dengan ketenangan, ataukah zikir kemudian diringkas, diucapkan sekali atau tiga kali dirasa sudah cukup, sedangkan walaupun zikir di ringkas namun pekerjaan juga tetap menumpuk dan belum terselesaikan. Maka jadikan hati menjadi resah, fikiran menjadi bebal, ketegangan semakin terasai, leher terasa kaku, keluar keringat dingin, emosi semakin memuncak, ingatlah bahwa daya upaya manusia sangat terbatas. Sesuatu tidak dapat diselesaikan dengan otak saja atau dengan otot saja, namun kekuatan spiritual dengan banyak mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Sehingga dengan ketenangan ini akan memberikan inspirasi, jalan yang lebih efektif dan efisien didalam menyelesaikan segala persoalan.
Hati yang tenang adalah hati yang tertata, fikiran yang bisa menempatkan situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Karena itu bila sedang melaksanakan shalat, maka hati, pikiran, emosi, gerakan tubuh menyatu dalam zikir kepada Allah, bukan justru sebaliknya tubuhnya sedang melaksanakan shalat namun hatinya entah kemana, pikirannnya memikirkan yang lain, perlu kita sadari bahwa ketika sedang menjalankan shalat terkadang dapat mengingatkan sesuatu hal yang tidak pernah dipikirkan kemudian muncul pemikiran ketika shalat, ketika lupa sesuatu maka ketika shalat sesuatu yang lupa itu menjadi ingat. Hal ini menandakan hati yang tidak tenang dan pikiran yang tidak konsentrasi.
Ingatlah bahwa shalat adalah kunci segala macam amal ibadah manusia, didalam shalat penuh dengan bacaan do'a dan zikir, maka bila shalatnya sudah sempurna akan menuntut perbuatan yang lain juga akan menjadi baik. Shalat akan membentuk karakter manusia, karena dengan shalat yang khusu', memenuhi syarat dan rukunnya, maka shalat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan pernah diwartakan oleh Rasulullah bahwa " Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkan shalat maka dirinya menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalka shalat maka dirinya merobohkan agama. (Hadits). Maka sering orang bertanya, mengapa banyak orang yang rajin melaksanakan shalat namun maksiatnya tetap dilakukan, atau dalam bahasa gaulnya adalah STMJ, shalat terus maksiat jalan.
Dari itu tanyalah pada diri sendiri, sudah baikkah diri sendiri dan keluarga, sejauhmana keteladhanan Rasulullah telah diteladhani, ataukah belum mengetahui keteladhanan Rasulullah, para sahabat, para mujahid Islam ketiga membela agamanya, para mujtahid ketika bersusah payah mencari dasar-dasar hukum Islam, para muhadisin yang berjuang memilih keshahehan hadits, para mutakallimin ketika berjuang membebaskan keyakinan-keyakinan yang akan merusak tauhid Islam dan orang-orang shaleh lainnya karena tidak pernah membaca tarih Islam. Bukankah wahyu yang pertama diterima oleh Rasulullah adalah perintah untuk membaca, mengenal Allah yang telah menciptakan manusi dari segumpal darah, lalu mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Bila melihat keshalehan mereka sungguh akan menimbulkan rasa iri, mengapa diri yang masih banyak kekurangannya harus menyalahkan pada orang lain.
Maka dzikir dengan hitungan tertentu, diucapkan dengan tenang, tartil, sambil memusatkan pada keagungan, kekuasaan, kesucian Allah maka dari seifat-sifat yang tidak sabar, tamak pelan-pelan akan terkikis, sehingga akan menumbuhkan rasa ikhlas dan sabar. Sabar dan ikhlas bukan saja ketika sedang melaksanakan dzikir namun akan menajadi sarana membentuk mental spiritual yang selanjutnya akan melingkupi segala aktifitas perbuatan manusia.
Disamping pendidikan dan pelatihan dari orang tuanya, lingkungan dan pergaulan juga amat mempengaruhi, maka tidaklah heran ketika seorang anak lebih memperhatikan teman, lebih taat kepada teman dari pada kepada orang tuanya, hal ini dikarenakan pengaruh dari lingkungan pergaulan, pada dirinya muncul kekhawatiran bila ditinggal oleh temannya, dikucilkan oleh temannnya dan sebagainya.
Dari pengaruh pendidikan orang tua dan lingkungan persahabatan akan membentuk sikap dan watak manusia yang akan tumbuh menjadi manusia tidak fitrah lagi. Hati yang bersih menjadi keruh, hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi bayi ketika masih berada dalam kandungan ibu selalu ikhlas dan sabar menerima keputusan dari Allah, selama 9 bulan 10 hari, berada dalam kandungan, kemana-mana selalu ikut ibunya, harus ikhlas dan sabar, begitu pula ketika sudah lahir bila kurang dari waktu yang sebagaimana layaknya bayi dalam kandungan, sehingga lahir dalam kondisi prematur, hal ini pula harus ikhlas dan sabar, sehingga ketika sudah lahir dari rahim ibu harus dimasukkan kedalam inkubator. Sungguh kesabaran dan keikhlasan itu memerlukan pelatihan yang sungguh-sungguh.
Begitu pula kesabaran keikhlasan seorang ibu yang sedang mengandung, harus ikhlas dan sabar membawa kandungan kemanapun berada, bahkan harus berhati-hati dalam melakukan segala aktifitas. Bahkan ketika makan dan minumpun dari sebagian sari makanan untuk memberikan supley kepada calon bayi, siang malam melakukan taqarrub, meningkatkan ibadah kepada Allah. Bila ikhlas dan sabar senantiasa dilakukan maka bayi yang lahir akan menjadi bayi yang sehat, dan setelah besar akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang berbakti kepada orang tuanya.
Kepayahan seorang ibu ketika sedang mengandung digambarkan didalam Alquran surat Luqman ayat 14:"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu".
Lain lagi bagi ibu yang hamil namun senantiasa tetap melaksanakan aktifitas sebagaimana orang yang tidak hamil, makan minum dengan sembarangan, demikian pula hatinya tidak pernah digunakan untuk berdzikir, akalnya tidak digunakan untuk bertafakkur (memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah) hal ini menandakan sebagai orang yang tidak sabar dan tidak ikhlas. Maka bila ada yang mengatakan bahwa berdzikir tidak perlu banyak-banyak, biar sedikit yang penting ikhlas. Bagaimanakah akan menjadi orang yang ikhlas bila tidak bersabar untuk memperbanyak jumlah hitungan dalam berdzikir. Karena zikir dengan ketenangan akan mengarahkan seseorang menjadi orang yang sabar, dan dengan sabar ikhlaspun akan mengikutinya.
Rasulullah SAW memerintahkan bila telah selesai shalat, untuk berzikir dengan membaca Subhanallah sebanyak 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu akbar 33 kali dan kalimat thayyibah "la ilaha illallah sebanyak 33 kali. La ilahaillallah wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu wauha 'ala kulli sytai'in qadiru", sebanyak 100 kali. Kalimat dzikir yang pendek ini disisi Allah akan memberikan timbangan amal yang amat berat, sebagimana diwartakan oleh Rasulullah SAW:
الطهور شطر الايمان, والحمد لله تملأ الميزان, وسبحان الله والحمدلله تملأ ما بين السماء والارض, والصلاة نور, والصدقة برهان, والصبر ضياء, والقران حجة لك او عليك كل الناس يغدو, فبائع نفسه, فمعتقها أوموبقها (رواه مسلم)
" Kebersihan adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah akan memberatkan timbangan kebaikan, Subhanallah wal hamdulillah akan memenuhi apa yang ada diantara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, kesabaran adalah sinar dan Alquran adalah hujjah yang akan membelamu atau menuntutmu. Semua orang berusaha, ia menjual dirinya, ada yang membebaskannya, ada pula yang menjerumuskannya (HR. Muslim").Kesadaran untuk senantiasa berzikir ketika dihadapkan dengan beban kerja yang menumpuk dan pikiran yang gemrungsung. Sehingga kebutuhan dzikir setalah melaksanakan shalat dilalaikan, bahkan semua bacaan didalam shalat yang merupakan dzikir juga susah untuk memperoleh kondisi khusuk, dirinya merasa kekurangan waktu akibat tekanan pekerjaan dan peluang waktu yang kurang dikendalikan. Waktu baginya terasa pendek, karena pekerjaan yang satu belum selesai datang lagi pekerjaan yang lain dengan permasalahan yang komplek dan menunggu untuk segera diselesaikan. Masih sempatkah untuk melakukan dzikir dengan ketenangan, ataukah zikir kemudian diringkas, diucapkan sekali atau tiga kali dirasa sudah cukup, sedangkan walaupun zikir di ringkas namun pekerjaan juga tetap menumpuk dan belum terselesaikan. Maka jadikan hati menjadi resah, fikiran menjadi bebal, ketegangan semakin terasai, leher terasa kaku, keluar keringat dingin, emosi semakin memuncak, ingatlah bahwa daya upaya manusia sangat terbatas. Sesuatu tidak dapat diselesaikan dengan otak saja atau dengan otot saja, namun kekuatan spiritual dengan banyak mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Sehingga dengan ketenangan ini akan memberikan inspirasi, jalan yang lebih efektif dan efisien didalam menyelesaikan segala persoalan.
Hati yang tenang adalah hati yang tertata, fikiran yang bisa menempatkan situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Karena itu bila sedang melaksanakan shalat, maka hati, pikiran, emosi, gerakan tubuh menyatu dalam zikir kepada Allah, bukan justru sebaliknya tubuhnya sedang melaksanakan shalat namun hatinya entah kemana, pikirannnya memikirkan yang lain, perlu kita sadari bahwa ketika sedang menjalankan shalat terkadang dapat mengingatkan sesuatu hal yang tidak pernah dipikirkan kemudian muncul pemikiran ketika shalat, ketika lupa sesuatu maka ketika shalat sesuatu yang lupa itu menjadi ingat. Hal ini menandakan hati yang tidak tenang dan pikiran yang tidak konsentrasi.
Ingatlah bahwa shalat adalah kunci segala macam amal ibadah manusia, didalam shalat penuh dengan bacaan do'a dan zikir, maka bila shalatnya sudah sempurna akan menuntut perbuatan yang lain juga akan menjadi baik. Shalat akan membentuk karakter manusia, karena dengan shalat yang khusu', memenuhi syarat dan rukunnya, maka shalat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan pernah diwartakan oleh Rasulullah bahwa " Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkan shalat maka dirinya menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalka shalat maka dirinya merobohkan agama. (Hadits). Maka sering orang bertanya, mengapa banyak orang yang rajin melaksanakan shalat namun maksiatnya tetap dilakukan, atau dalam bahasa gaulnya adalah STMJ, shalat terus maksiat jalan.
Dari itu tanyalah pada diri sendiri, sudah baikkah diri sendiri dan keluarga, sejauhmana keteladhanan Rasulullah telah diteladhani, ataukah belum mengetahui keteladhanan Rasulullah, para sahabat, para mujahid Islam ketiga membela agamanya, para mujtahid ketika bersusah payah mencari dasar-dasar hukum Islam, para muhadisin yang berjuang memilih keshahehan hadits, para mutakallimin ketika berjuang membebaskan keyakinan-keyakinan yang akan merusak tauhid Islam dan orang-orang shaleh lainnya karena tidak pernah membaca tarih Islam. Bukankah wahyu yang pertama diterima oleh Rasulullah adalah perintah untuk membaca, mengenal Allah yang telah menciptakan manusi dari segumpal darah, lalu mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Bila melihat keshalehan mereka sungguh akan menimbulkan rasa iri, mengapa diri yang masih banyak kekurangannya harus menyalahkan pada orang lain.
Maka dzikir dengan hitungan tertentu, diucapkan dengan tenang, tartil, sambil memusatkan pada keagungan, kekuasaan, kesucian Allah maka dari seifat-sifat yang tidak sabar, tamak pelan-pelan akan terkikis, sehingga akan menumbuhkan rasa ikhlas dan sabar. Sabar dan ikhlas bukan saja ketika sedang melaksanakan dzikir namun akan menajadi sarana membentuk mental spiritual yang selanjutnya akan melingkupi segala aktifitas perbuatan manusia.